SERANG – Kemajuan suatu daerah bisa dilihat dari Sumber Daya Manusia (SDM). Semua itu dapat diwujudkan melalui kesehatan warga dan pendidikan yang merata dan berkualitas.
Salah satu daerah yang bisa berkembang dan mempunyai SDM berkualitas adalah Provinsi Banten. Politisi NasDem Intan Azizah menilai di Banten memang perlu pembenahan di berbagai hal. Mulai dari fasilitas kesehatan hingga tenaga medis yang mumpuni.
“Kalau kita lihat kasusnya, ada seorang ibu di Banten itu mau melahirkan tengah malam, suaminya mencari bantuan ambulans tidak ada, sementara puskesmas dan rumah sakit sangat jauh, kemudian dokter jaga tidak bisa tangani, akhirnya meninggal dunia ibu dan anaknya, ini kan miris sekali,” kata Intan saat dihubungi, Minggu (10/3/2019).
Politisi yang juga pesinetron ini menuturkan, jika diberi kepercayaan menjadi anggota dewan, dirinya akan mendorong pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah agar membangun lebih banyak lagi puskesmas, posyandu. Serta mengerahkan lebih banyak dokter-dokter yang berkualitas di seluruh pelosok Banten.
“Dokter-dokter itu kan patut kita beri apresiasi juga, mereka bisa saja disubsidi agar mau bertugas di pelosok desa-desa di Banten. Jadi subsidi itu bisa diberikan kepada dokter yang mau berbuat lebih. Saya rasa manusiawi lah, bagaimanapun kan dokter pasti ingin sejahtera juga meski ia berbuat hal yang bernilai sosial tinggi,” kata Caleg Dapil Banten II yang meliputi Serang, Kota Cilegon, Kota Serang itu.
Selain soal kesehatan, lanjutnya, sektor Pendidikan di Banten dinilainya juga tidak kalah penting. Di Banten, masih banyak ditemukan anak yang masih putus sekolah, dan tidak menyelesaikan sampai 9 tahun atau tingkat SMP. Masalah ini, kata dia, harus segera dipetakan dan diselesaikan. Mirisnya lagi, masih banyak ibu atau orangtua di Banten yang tidak bisa membaca.
“Jangankan di kabupaten ketika saya datang ke Kota Serang saja masih banyak yang ternyata belum bisa membaca, saat saya selesai sosialisasi mereka bertanya, kalau enggak bisa baca boleh coblos angkanya saja enggak bu?,” tutur dia.
Wanita yang dikenal Intan RJ itu berpendapat, untuk membentuk generasi muda yang berkualitas, bukan hanya butuh mendidik para kalangan muda saja, namun juga orangtuanya. Menurutnya, berbagai progam pemberantasan buta huruf di Banten juga harus digencarkan kembali.
“Bagaimana bisa kita mencetak generasi bangsa yang pintar, kalau ibunya tidak bisa baca, ini harus bisa kita selesaikan bersama,” tuturnya.
Dihubungi terpisah, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Kesehatan dan Napza, Sitti Hikmawatty mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, tentang Jaminan Kesehatan dinilai belum cukup optimal berpihak kepada kepentingan anak. Meski telah ada beberapa pasal yang diakomir.
“Pekerjaan rumah kita terkait pada keberpihakan kepada anak masih belum terselesaikan secara optimal. Kebijakan-kebijakan sepertinya masih didasarkan kepada pertimbangan ekonomi, padahal kepentingan untuk anak itu afirmatif,” ujar Sitti.
Dia mencontohkan, banyak laporan yang masuk terkait dengan kasus Thalasemia, dimana sang anak melakukan cuci darah seumur hidupnya. Di samping itu, perlu adanya obat atau tablet yang diberikan kepada anak.
“Dulu standarnya mendapatkan tablet untuk 30 hari sebulan, kemudian tetap untuk 30 hari namun dikurangi jumlahnya. Biasanya sehari satu tablet, kemudian menjadi satu hari setengah tablet. Padahal kebutuhan anak tidak bisa disamakan dengan orang dewasa. Anak bukan orang dewasa yang kecil, yang bisa dikurangi dosisnya,” lanjutnya.
Diungkapkan, laporan terbanyak yang masuk ke dalam bidang kesehatan adalah masalah akses. Hal itu juga disebabkan karena faktor geografi Indonesia. Selain itu, jumlah alat-alat kesehatan dan tenaga ahli belum sebanding dengan jumlah masyarakat.
“Jangankan sebaran, secara totalitasnya saja masih belum mencukupi, belum sebanding. Memang perlu ada pertimbangan-pertimbangan khusus yang harus dilakukan,” katanya.
Oleh karena itu, dia berharap adanya optimalisasi jaminan pelayanan dasar kesehatan bagi anak. Mengingat, untuk menghasilkan SDM berkualitas memang sejatinya harus diinvestasikan sejak awal.
“Akan sangat diapresiasi jika ada Undang-Undang khusus kesehatan yang bicara tentang anak. Karena kalau dilihat di negara-negara maju seperti Eropa, mereka memperlakukan anak secara luar biasa,” tutur Sitti.
Berdasarkan data yang dirilis United States Agency for International Development (USAID) Jalin, di Provinsi Banten setiap minggunya dirata-ratakan ada 5 orang ibu dan 27 bayi baru lahir yang meninggal dunia. Beberapa penyebab kematian ibu dan bayi di Banten paling banyak yakni pendarahan.
Sebab, fasilitas pendukung di Banten memang tidak tersedia secara maksimal. Misalnya, belum meratanya Unit Transfusi Darah (UTD) di kabupaten/kota, sehingga kebutuhan darah tidak bisa terpenuhi. Kemudian, fasilitas lain seperti infrastruktur dan kendaraan untuk membawa ibu yang akan melahirkan masih kurang memadai. (You/Red)