SERANG – Kasus hibah bantuan pondok pesantren (ponpes) pasca Idul Fitri 1442 Hijriah kembali memasuki babak baru. Hal itu setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten kembali menetapkan dua tersangka dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten, yakni mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Banten, IS dan mantan Kabid di Biro Kesra, TS.
Bahkan salah satu kuasa hukum tersangka mengungkapkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terungkap bahwa rekomendasi hibah pada 2020 tak keluar karena melampaui waktu berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub). Namun lantaran ada perintah dari Gubernur Banten, dana hibah itu tetap dianggarkan. Pengacara juga menyoal arahan gubernur untuk pencairan hibah padahal Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) tidak bisa mempertanggung jawabkan pelaksanaan hibah khususnya tahun 2018.
Terkait hal itu, Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH) mengatakan, dalam penganggaran hibah untuk bantuan ponpes tahun 2020 sudah melalui mekanisme yang panjang.
“Ada masukan dari TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) lalu diproses jadi KUA-PPAS, (lalu) dibahas bersama DPRD, lalu munculah Raperda dan menjadi Perda di tahun 2020, itu ada proses panjang dan mekanismenya. Dan Kalau dibilang perintah ada Pergubnya, makanya segera laksanakan, mekanismenya begitu,” kata WH saat konferensi pers di Rumah Dinas Gubernur Banten, Kota Serang, Senin (24/5/2021).
“Kalau dimaksud tadi 2018, Irvan sudah ada rekomendasi, nggak ada masalah itu. Bagus bahwa dari pemerintah itu bantuan dari pondok pesantren,” kata Wahidin lagi.
Lebih lanjut, dikatakan WH, keluarnya Pergub juga dapat ditafsirkan program bantuan ponpes dapat dilaksanakan sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku.
“Bahwa NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) yang ditandatangani dinas masing-masing, oleh pejabat terkait sesuai dengan delegasi dari gubernur. Itu berlaku ke semua dinas yang memberikan hibah. Contoh (hibah) untuk KONI itu yang tandatangan NPHD-nya Dispora, kalau urusan partai politik yah Kesbangpol,” katanya.
WH menilai, jika konsep hibah tak sesuai dengan peruntukkan maka sebelum program dijalankan akan mendapat evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Tapi ini kan Mendagri setuju, (evaluasinya) turun ke kita, baru pelaksanaan. Dan saya juga punya kalender pembangunan, kapan (program) mau dilaksanakan, kapan mau dilelang oleh pihak yang bersangkutan melalui rekening kepada si penerima,” katanya.
“Jadi hibah bukan hanya untuk ponpes tapi banyak (lembaga). Tapi disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Dan dimana-mana mekanismenya begitu,” sambungnya.
Mengenai bantuan hibah ponpes, WH mengaku, hal itu merupakan kebijakan dirinya yang telah dipayungi oleh aturan perundang-undangan.
“Dan ketika dilaksanakan, itu tanggungjawab pelaksana, yaitu dinas terkait. Berarti secara teknis menjadi tanggungjawab pelaksana. Tinggal mekanismenya diatur. Kaya BPKAD sebagai bendahara tinggal menyalurkan dananya,” jelasnya.
Mantan Walikota Tangerang itu juga meminta tidak menyamakan mekanisme pemerintah dengan perusahaan swasta. “Beda sama perusahaan, tinggal tunjuk tuh kerjain. Saya (Pemprov Banten) harus sesuai administrasi. Malah kita kalau dilihat lebih bagus, sudah pakai Simral dan sekarang SIPD. Dan (pengajuan hibah) masuk dalam e-Hibah. Ini kita udah jelas transparan,” tuturnya.
WH mengaku, sering kali pada setiap kegiatan mengingatkan kepada jajaran pajabat di bawahnya untuk tidak melakukan korupsi. Hal itu menurutnya, sudah menjadi perintah.
“Jangan korupsi, itu perintah Gubernur. Masa Gubernur gagah gini motongin duit pesantren?,” ujarnya.
Terkait hibah ponpes pada 2018, WH mengaku, mendapatkan usulan jumlah pesantren dari Biro Kesra. Dimana data ponpes berasal dari FSPP selaku wadah yang menaungi ponpes modern dan salafi di Banten.
“Kaitan FSPP itu kan mengkoordinir organisasi ke masyarakat, dimana anggotanya ponpes modern dan salafi. Dan yang data ponpes itu kan mereka (FSPP). Makanya (Biro) Kesra koordinasi, maka dibentuklah tim verifikator hasil kerja sama dengan FSPP dan Kementerian Agama (Kemenag). Lalu Kesra mendapatkan data, lalu melakukan uji administratif dan faktual,” paparnya.
Dirinya juga menilai, penyaluran hibah ponpes melalui FSPP dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan penyaluran dana.
“Penyaluran uang itu ada rekomendasi dari Kesra dan data dari FSPP. Uang itu dibayar langsung kepada pemegang rekening. Lalu masalahnya dimana? Dan rekening itu langusng dimiliki oleh para kiyai. Mana pengendapannya? dari FSPP kan uang itu langsung ditransfer melalui Bank Banten ke rekeningnya langsung. Dan Itu yang saya bilang ke mereka, coba cari, periksa. Ketika diterima apakah ada orang dinas (bermain)? periksa itu. Kalau (sisi) perencanaan sudah dijelaskan kita ada dukungan perencanaan yang baik,” katanya.
WH menambahkan, secara lembaga, Pemprov Banten mendukung langkah Kejati Banten untuk mengusut tuntas kasus tersebut. “Yang terbukti (korupsi) kan bukan kiyai tapi calo. Emang banyak calo-calo itu. Dan saya menghormati hukum, mendukung kejaksaan, dan saya ngga ada punya pikiran intervensi (kasus),” tandasnya. (Mir/Red)