PANDEGLANG – Perkumpulan Nalar Pandeglang menyoroti vonis bebas Liem Hoo Kwan Willy alias Willy terdakwa penadah cula badak oleh hakim Pengadilan Negeri Pandeglang beberapa waktu lalu.
Jubir Nalar Pandeglang, Moch Fikry Rosyad menilai dissenting opinion (DO) yang digunakan majelis hakim dalam sidang putusan bisa mencederai prinsip keadilan, jika ada tujuan tertentu dalam penggunaannya.
“Jika seorang hakim menyalahgunakan dissenting opinion (DO) untuk tujuan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan, maka hal ini bisa menjadi masalah serius dalam sistem peradilan,” jelasnya, Selasa (3/9/2024).
Fikry menambahkan, penyalahgunaan dissenting opinion juga dapat merusak integritas peradilan dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia. Menurutnya, penyalahgunaan dapat terjadi jika dissenting opinion didasarkan pada kepentingan pribadi, tekanan eksternal, atau faktor lain yang tidak terkait dengan penegakan hukum yang adil dan objektif.
Pada sidang putusan kasus penjualan cula badak, majelis hakim PN Pandeglang memvonis bebas Liem Hoo Kwan Willy. Ia merupakan penadah cula badak Jawa yang diburu di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) oleh komplotan Sunendi.
Padahal sebelumnya Willy sudah terbukti bertransaksi cula badak Jawa dengan Yogi Purwadi yang divonis 4,5 tahun penjara.
Terhadap Willy, dua hakim anggota, Panji Answinartha dan Madela Natalia Sai Reeve berpendapat bahwa Willy tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa.
“Dalam situasi seperti itu, perlu adanya pemeriksaan yang cermat oleh otoritas pengawasan atau lembaga yang berwenang untuk memastikan bahwa keputusan hakim, termasuk dissenting opinion diambil berdasarkan hukum dan bukti yang relevan, bukan karena motivasi yang tidak sah,” tegasnya.
Bupati Pandeglang, kata dia, memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kelestarian TNUK yang merupakan salah satu kawasan konservasi paling penting di Indonesia, terutama sebagai habitat terakhir bagi badak ujung kulon yang terancam punah.
“Dalam upaya melindungi TNUK dan mencegah pelanggaran, termasuk perburuan dan penjarahan cula badak, Bupati harus memastikan bahwa setiap pelanggar hukum yang terlibat dalam perburuan atau penjarahan cula badak mendapatkan sanksi yang berat,” ujarnya.
Selain Bupati Pandeglang, lembaga pengawas juga harus ikut campur dalam kasus ini guna memastikan bahwa dissenting opinion yang digunakan oleh majelis hakim memang sudah sesuai dengan asas keadilan.
“Lembaga Pengawasan dan Komisi Etika harus bisa memastikan bahwa dissenting opinion digunakan dengan tepat. Jika ada indikasi penyalahgunaan, hakim dapat dikenakan sanksi atau tindakan disipliner,” pungkasnya.
Oleh karena itu, semua pihak harus ikut mengawasi dan terlibat demi menjaga populasi badak Jawa yang berada di TNUK, salah satunya tidak melepaskan begitu saja penadah cula badak.
“Tindakan tegas dan kolaboratif dari Bupati Pandeglang beserta Instansi terkait sangat penting untuk memastikan bahwa TNUK tetap menjadi tempat yang aman bagi badak Ujung Kulon dan keanekaragaman hayati lainnya,” tutupnya. (Med/Red)