Oleh : Nial Fitriani
Kelompok radikal terus saja berupaya untuk merongrong stabilitas bangsa termasuk kekuatan persatuan dan kesatuan diantara segenap elemen yang sebenarnya selama ini telah terjalin dengan sangat baik. Mereka terus menyebarkan berbagai macam bentuk provokasi, terlebih pada momentum penting seperti menjelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil sidang sengketa Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Maka dari itu, seluruh masyarakat ahrus terus meningkatkan kewaspadaan dengan ekstra hati-hati agar tidak mudah terjerumus dalam narasi atau provokasi yang sangat menyesatkan dan merusak keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari kelompok radikal.
Menjelang adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai bagaimana hasil sidang sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) yang telah berjalan beberapa waktu lalu, hendaknya masyarakat tetap menjaga keamanan dan ketertiban (kamtibmas) tetap kondusif serta jangan mudah percaya adanya provokasi kelompok radikal.
Ketua Mumum (Ketum) Perjuangan Rakyat Nusantara (Pernusa), Kanjeng Pangeran Norman mengeaskan bahwa supaya pihak Front Persaudaraan Islan (FPI) tidak memaksakan kehendak mereka sendiri mengenai bagaimana dan seperti apa keoutusan perkara Perselisihan Hasil Pemilhan Umum (PHPU) 2024.
Hendaknya seluruh kelompok masyarakat meski dari apapun latar belakangnya, mampu dengan sepenuhnya menyerahkan hasil sidang sengketa Pilpres itu hanya pada Mahkamah Konstitusi (MK) saja selaku pihak yang memang berwenang mengadili dan memutuskannya.
Indonesia sejatinya merupakan sebuah negara yang menjunjung tinggi nilai demokrasi dalam menjalankan pemerintahannya, sehingga terjadi perbedaan harusnya bisa disikapi dengan biasa oleh seluruh masyarakat yang berada pada sebuah negara penganut asas demokrasi. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa masyarakat telah memahami serta dewasa dalam menjalankan demokrasi.
Sehingga jangan sampai terjadi pemaksanaan kehendak, baik itu datang dari pihak manapun, terlebih mengenai hasil akhir dari pesta demokrasi yang seharunya mampu berjalan dengan menjunjung tinggi demokratisasi.
Terlebih, jika dalam salah satu kubu yang berkontestasi pada Pilpres 2024 lalu terdapat banyak kelompok yang beraliran radikal dan dibiayai hanya untuk memenuhi kepentingan pihak asing dengan terus sengaja mereka pelihata untuk berupaya menciptakan keributan pada negeri ini. Maka dari itu, seluruh masyarakat harus terus waspada dengan adanya gerakan demikian.
Karena kontestasi politik tersebut sebenarnya juga telah berakhir pada saat masa pencoblosan beberapa waktu lalu, maka kini sudah saatnya seluruh pihak untuk menerima dengan lapang dada apapun yang menjadi hasil akhir dan siapapun pemenang dalam Pilpres 2024. Jangan sampai kemudian terdapat pihak yang justru menghasut atau memancing untuk mengajak ribut.
Dalam upaya untuk terus menyadarkan masyarakat dan mengajak agar warga senantiasa berwaspada menanggapi provokasi kelompok radikal jelang keputusan MK, aparat keamanan juga terus terjun secara langsung.
Salah satunya yakni Brigadir Polisi Kepala (Bripka) Khohim Chovivi, selaku Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) di Pulau Pari melaksanakan kegiatan sambang dalam rangka cooling system pada warga.
Bukan hanya upaya untuk terus menjalin kedekatan atau silaturahmi secara langsung dengan warga masyarakat, namun dalam hal mencegah penyebaran provokasi dari kelompok radikal, utamanya pada saat menjelang pengumuman hasil putusan sidang sengketa Pilpres 2024 oleh Mahkamah Konstitusi, aparat keamanan juga banyak memberikan peran penting mengenai stabilitas keamanan dan ketertiban di masyarakat (kamtibmas) pasca Pemilu 2024.
Adanya kegiatan yang digalakkan oleh aparat keamanan tersebut bertujuan untuk semakin memperkuat adanya hubungan antara Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan masyarakat setempat serta juga mencegah adanya potensi penyebaran radikalisme dan kemungkinan terjadinya konflik sosial pasca Pemilihan Umum.
Sangat penting bagi segenap elemen bangsa untuk bisa bersama-sama dalam menjaga persatuan dan kesatuan serta tidak terpecah belah hanya karena adanya perbedaan pilihan dalam politik.
Karena jika misalnya masyarakat justru menjadi saling benci hanya karena berbeda pilihan atau pandangan politik, maka sama saja mereka telah justru mendukung keberhasilan program atau langkah kelompok radikal untuk mewujudkan perpecahan di Indonesia.
Dengan kata lain, literasi digital atau filterisasi masyarakat dalam menerima konten atau informasi apapun dalam media sosial dan dunia digital lainnta juga menjadi tidak bisa diremehkan peranannya karena dengan demikian, masyarakat akan tidak mudah untuk percaya pada penyebaran berita hoaks lantaran hanya akan semakin memicu ketegangan dan konflik saja.
Ketika menjumpai sebuah informasi apapun di dunia digital dan media sosial, terlebih apabila informasi tersebut sangat mencurigakan dan berisi provokasi atau narasi pecah belah, maka masyarakat patut curiga dan memeriksa terlebih dahulu kebenarannya, jangan justru langsung ikut menyebarkannya karena nanti mata rantai provokasi tersebut akan semakin tersebar degan luas.
Mewaspadai adanya penyebaran narasi hingga provokasi yang dilakukan oleh kelompok radikal, terlebih menjelang momentum penting seperti pembacaan putusan sidang hasil sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 oleh Mahkamah Konstitusi merupakan kewajiban yang harus terus dilaksanakan oleh seluruh masyarakat di Tanah Air tanpa terkecuali demi menjaga keutuhan NKRI dan stabilitas keamanan negara.*
*) Kontributor Lapak Baca Indonesia