Beranda Opini Menyelesaikan Sengketa Pemilu Lewat Mekanisme Hukum

Menyelesaikan Sengketa Pemilu Lewat Mekanisme Hukum

Surat Suara Pemilu 2024 - foto istimewa

Oleh: Devi Putri Anjani

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan tonggak penting dalam demokrasi sebuah negara, tetapi tidak jarang juga menjadi sumber ketegangan dan sengketa. Dalam menghadapi situasi ini, penting bagi sebuah negara untuk memiliki mekanisme hukum yang kuat dan efektif untuk menyelesaikan sengketa Pemilu.

Melalui proses hukum yang adil dan transparan, pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa Pemilu dapat mendapatkan penyelesaian yang sesuai dengan aturan yang berlaku, memastikan integritas proses demokratis terjaga, dan mencegah eskalasi konflik yang berpotensi merugikan stabilitas negara.

Penggunaan mekanisme hukum dalam menyelesaikan sengketa Pemilu tidak hanya menunjukkan komitmen pada aturan demokrasi, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat pada proses politik.

Dengan memberikan jaminan bahwa setiap keluhan dan perselisihan akan ditangani secara adil dan obyektif oleh lembaga hukum yang independen, negara dapat memperkuat fondasi demokratisnya serta meminimalkan ketidakpastian yang seringkali muncul pasca-Pemilu. Oleh karena itu, implementasi mekanisme hukum yang efektif menjadi kunci dalam menjaga stabilitas politik dan kesejahteraan masyarakat setelah Pemilu.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Hadi Tjahjanto, dengan tegas menyerukan agar semua pihak yang merasa mendapat ketidakadilan dalam Pemilu, mengikuti prosedur (mekanisme) yang telah ditetapkan.

Mekanisme yang dimaksudkan adalah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa setiap sengketa Pemilu diselesaikan melalui jalur hukum yang sah dan tidak memicu kerusuhan atau ketegangan di masyarakat.

Menurut Hadi, Bawaslu dan MK telah disediakan oleh pemerintah sebagai wadah untuk menangani sengketa Pemilu. Mengikuti mekanisme ini diharapkan dapat mencegah tindakan yang tidak terkendali, termasuk tindakan anarkis dan intimidasi, yang bisa terjadi jika sengketa diselesaikan dengan cara-cara di luar jalur hukum yang resmi.

Pendekatan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk memastikan proses demokratisasi berjalan lancar dan transparan, tanpa adanya cacat atau manipulasi yang mengancam legitimasi hasil pemilihan.
Terkait hal ini, Hadi juga mengakui adanya laporan-laporan pelanggaran Pemilu yang telah masuk ke Bawaslu RI. Ini menandakan bahwa proses pemilihan umum tidak selalu berjalan mulus dan adanya kecurangan atau pelanggaran yang memerlukan penanganan serius.

Namun demikian, proses penanganan sengketa haruslah dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan keadilan, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar demokrasi dan supremasi hukum.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, telah mengungkapkan bahwa lembaganya menerima sejumlah laporan dan temuan dugaan pelanggaran selama tahapan Pemilu 2024. Data yang terakumulasi tersebut mencakup berbagai jenis pelanggaran, mulai dari pelanggaran administrasi hingga dugaan tindak pidana Pemilu. Namun tidak semua laporan atau temuan dapat langsung dinyatakan sebagai pelanggaran. Setiap kasus akan diteliti secara mendalam untuk memastikan kebenarannya sebelum diambil tindakan lebih lanjut.

Juru Bicara MK, Fajar Laksono,mengatakan MK telah melakukan langkah-langkah persiapan untuk menghadapi potensi sengketa hasil pemilihan umum. Fajar juga menegaskan bahwa pihaknya siap menerima pengajuan sengketa Pemilu setelah hasil resmi diumumkan oleh KPU pada 20 Maret mendatang.

MK menegaskan kesiapannya dalam menghadapi Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dan akan segera memproses setiap permohonan yang masuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Proses penyelesaian sengketa di MK diatur dengan jelas, dimana setelah penerimaan pengajuan, sidang akan diregistrasi dalam waktu tiga hari kerja. Sidang untuk sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) akan memiliki masa kerja 14 hari kerja, sedangkan untuk sengketa Pemilu Legislatif (Pileg) akan memiliki waktu yang lebih lama, yaitu 30 hari kerja. Dengan demikian, MK memiliki tenggat waktu yang ketat untuk memastikan bahwa setiap sengketa diselesaikan secara cepat dan tepat.

Proses Pemilu itu sendiri telah melalui serangkaian tahapan, mulai dari penghitungan suara di tingkat kecamatan hingga rekapitulasi suara tingkat nasional. Semua proses ini dilakukan dengan teliti dan terbuka, melibatkan berbagai pihak termasuk Bawaslu, KPU, dan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).

Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam proses sebesar ini, kemungkinan adanya kesalahan atau pelanggaran selalu ada. Oleh karena itu, mekanisme penyelesaian sengketa yang transparan dan akuntabel sangatlah penting untuk menjaga integritas dan legitimasi hasil pemilihan.

Dalam konteks ini, peran masyarakat juga sangatlah penting. Selain sebagai pemilih, masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa proses pemilihan umum berjalan dengan lancar dan adil.
Masyarakat harus aktif mengawasi dan melaporkan setiap indikasi pelanggaran atau ketidakberesan yang mereka temui selama proses Pemilu. Dengan demikian, masyarakat turut berperan dalam menjaga demokrasi dan supremasi hukum dalam negara.

Dalam menghadapi sengketa Pemilu, penting bagi semua pihak untuk tetap mengedepankan semangat perdamaian dan kedamaian. Tindakan-tindakan yang dapat memicu konflik atau ketegangan harus dihindari, dan penyelesaian melalui jalur hukum menjadi pilihan yang paling bijak dan adil. Mari kita jaga keutuhan negara dan bangsa dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum. ***

)* Penulis adalah Kontributor Duta Media

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News