LEBAK– Warga Desa Talagahiyang, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, Banten, melaksanakan tradisi ngatir (bertukar makanan) saat menyambut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Tradisi Ngatir biasa dilaksanakan dua kali dalam setahun yaitu pada bulan Rabiul Awal atau saat Maulid Nabi dan pada Bulan Syaban atau saat Ruwahan. Tradisi ini sebagai bentuk rasa syukur terutama untuk berbagi dengan sesama tanpa membedakan status sosial sehingga jalinan silaturahmi dapat selalu terjaga.
Kepala Desa Talagahiyang Nuryadi Purnawatman mengatakan, tradisi ini merupakan tradisi warisan dari para leluhur yang terdahulu.
“Untuk pastinya kapan tradisi Ngatir ini dimulai belum tahu karena sejak kecil saya sudah sering dibawa kakek untuk ikut ngatir ke Desa Sipayung,” kata Nuryadi saat ditemui seusai acara ngatir, Kamis (28/9/2023).
Ia mengungkapkan, tradisi Ngatir di Desa Talagahiyang ini dimulai pada pagi hari, dimana warga dari Desa Sipayung datang ke Masjid yang berada di Desa Talagahiyang untuk mengambil makanan yang disimpan di dalam bakul (hanceungan) yang telah disiapkan oleh warga Desa Talagahiyang.
“Isi dalam hanceungan tersebut adalah ayam panggang, nasi, makanan ringan serta makanan lainnya. Setelah warga Desa Sipayung mengambil hanceungan di Desa Talagahiyang, siangnya warga Desa Talagahiyang yang mendatangi Desa Sipayung untuk mengambil hanceungan yang telah disiapkan oleh warga di Desa Sipayung,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam satu bakul hanceungan biasanya dibagikan untuk lima sampai enam orang warga yang mengikuti tradisi ngatir.
“Dibuat kelompok dengan satu kelompok berjumlah lima atau enam orang, per kelompok tersebut baik muda ataupun anak-anak sama saja dan mendapatkan porsi yang sama tidak ada perbedaan,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Ustad Syahri selaku tokoh agama Desa Talagahiyang mengungkapkan, tradisi Ngatir ini sebagai bentuk rasa syukur warga membuat hanceungan dimana sebuah bakul besar yang berisi satu panggang ayam, nasi, beras dan lainya, untuk dibagikan kepada warga kampung atau desa lainya yang sebelumnya dikumpulkan dan didoakan di masjid.
“Setelah dikumpulkan di masjid, hanceungan tersebut dibagikan kepada warga desa tetangga ,” ucap Syahri.
Sementara itu, Memed, salah seorang warga Desa Sipayung merasa senang dengan adanya tradisi ngatir. Pasalnya, kegiatan tradis Ngatir tersebut juga telah diikuti sejak dirinya kecil dan kini ia dengan kedua anaknya pun mengikuti tradisi ini.
“Dalam tradisi ini kami banyak mendapatkan makna yang sangat penting yaitu tentang berbagi dengan sesama serta jalinan tali silahturahmi yang semakin kuat,” katanya. (San/Red)