SERANG – Batuk rejan atau pertusis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella pertussis pada paru-paru dan saluran pernapasan. Untuk memberikan pemahaman lebih dalam tentang batuk rejan dan pentingnya pencegahan, kami berkesempatan mewawancarai Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti.
Batuk rejan dikenal dengan gejala batuk yang tidak terkendali dan suara “rejan” yang muncul setelah pengidapnya menarik napas dalam-dalam. Menurut Ibu Ati Pramudji Hastuti, “Batuk rejan sangat menular dan lebih rentan menyerang anak-anak. Bayi yang belum mendapatkan vaksin pertusis berisiko mengalami dampak fatal dari penyakit ini.”
Faktor risiko batuk rejan sangat berkaitan dengan vaksinasi. Ati Pramudji Hastuti menjelaskan, “Pemberian vaksin DPT (Difteri-Pertusis-Tetanus) adalah cara utama untuk menurunkan risiko batuk rejan. Beberapa kelompok individu yang rentan terhadap penyakit ini adalah ibu hamil pada trimester terakhir kehamilan, bayi baru lahir, anak di bawah 1 tahun yang belum mendapatkan vaksinasi DPT secara lengkap, orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah, dan anak-anak di bawah 10 tahun yang belum divaksin DPT.”
Bakteri Bordetella pertussis yang menyebabkan batuk rejan menyebar melalui udara dan menginfeksi dinding saluran udara. “Pada tahap awal infeksi, saluran udara mengalami pembengkakan yang mengakibatkan kesulitan bernapas. Tarikan napas kuat yang dilakukan pengidap batuk rejan menghasilkan bunyi dengkingan yang khas,” tambah Ibu Ati Pramudji Hastuti.
Gejala batuk rejan biasanya muncul antara 7 hingga 21 hari setelah terinfeksi bakteri. Tahapan gejala pada bayi dan anak-anak meliputi tahap pertama dengan gejala ringan seperti hidung berair, batuk ringan, dan demam. Tahap kedua ditandai dengan batuk parah yang tak terkontrol, disertai muntah dan kelelahan. Tahap ketiga merupakan tahap pemulihan di mana tubuh mulai membaik, tetapi batuk tetap ada.
Untuk mendiagnosis batuk rejan, dokter akan memeriksa riwayat kesehatan pengidap dan gejala yang dialami. “Dalam beberapa kasus, tes medis seperti swab nasofaring dapat dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri B. pertussis,” ungkap Ibu Ati Pramudji Hastuti.
Batuk rejan yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan komplikasi serius. “Bayi berusia di bawah 6 bulan berisiko mengalami komplikasi yang mengancam nyawa seperti pneumonia, kerusakan otak, kejang, atau bahkan kematian. Oleh karena itu, pencegahan sangat penting dalam mengatasi batuk rejan.
Salah satu langkah pencegahan utama adalah melalui vaksinasi. Vaksin DPT (Difteri-Pertusis-Tetanus) telah terbukti efektif dalam melindungi anak-anak dari infeksi batuk rejan. Imunisasi pertama biasanya diberikan pada usia 2 bulan, dan dilanjutkan dengan beberapa dosis tambahan dalam periode waktu tertentu.
Selain itu, orang dewasa yang sering berinteraksi dengan bayi atau anak-anak juga disarankan untuk mendapatkan vaksin Tdap (Tetanus-Difteri-Pertusis) sebagai upaya perlindungan dan pencegahan penularan kepada mereka yang rentan.
Selain vaksinasi, langkah-langkah lain yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran batuk rejan antara lain:
Menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, terutama sebelum berinteraksi dengan bayi atau anak-anak.
Menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi batuk rejan.
Menjaga kebersihan lingkungan, termasuk menjaga kebersihan permukaan yang sering disentuh.
Mengajarkan anak-anak tentang etika batuk dan bersin yang benar, yaitu menutup mulut dan hidung dengan tisu atau siku bagian dalam saat batuk atau bersin.
Mendorong praktik pernapasan yang sehat, seperti menjaga kelembapan udara di dalam rumah, menghindari asap rokok, dan menjaga kebersihan saluran napas.
Penting untuk selalu meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencegahan dan vaksinasi terhadap batuk rejan. Melalui upaya ini, kita dapat melindungi anak-anak dan bayi dari risiko yang serius akibat penyakit ini.
Jika Anda memiliki kekhawatiran atau gejala yang mencurigakan terkait batuk rejan, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter atau tenaga medis terkait. Mereka akan memberikan penilaian dan perawatan yang tepat untuk mengatasi kondisi tersebut.
Penting juga untuk selalu mengikuti arahan dan pedoman dari otoritas kesehatan setempat dalam hal vaksinasi dan pencegahan penyakit menular lainnya. Dengan melakukan langkah-langkah pencegahan yang tepat, kita dapat menjaga kesehatan dan keselamatan anak-anak serta masyarakat secara keseluruhan. (ADV)