Oleh : Hudjolly
Dosen Untirta, Legal Auditor, Corporate Forensic Auditor dan Peneliti pada Kantor RUSH
Setiap sore menjelang, hamparan hijau tanah bekas sawah agak jauh dari gerbang belakang Rumah Sakit Adhyaksa Banten itu jadi ruang terbuka melintas beberapa ekor kerbau dan sekawanan kambing.
Kerbau itu mampir sebentar untuk berkubang. Ada juga anak-anak kecil riuh mencari ikan atau entah apa lagi yang dikerjakan di sana. Keriangan itu harus buyar tatkala eksavator kecil mulai beraksi menancapkan batang-batang beton pagar yang dibiayai dari APBN.
Pagar yang entah fungsinya untuk apa, selain sebagai pembatas. Pembatas yang tidak perlu. Pembiayaan pembuatan pagar itu kontras dengan statemen Presiden tentang efisiensi anggaran. Tanah tempat patok-patok pagar itu juga berasal dari APBD Banten, beberapa tahun lalu, hibah.
Gubernur terpilih Banten, Andra Soni, di media massa menyatakan ABPD Banten bukan milik kedinasan, bukan milik Gubernur, tapi milik Rakyat Banten. Artinya semua yang dibiayai APBD itu pada dasarnya adalah beririsan dengan kepentingan publik.
Tetapi apa boleh dikata, APBD Banten sudah terlanjur mengirim uang miliaran untuk membantu proyek milik Kejaksaan Agung di Banten, di antaranya lahan pagar itu.
Tahun lalu, APBD sudah mengirim Rp7,8 miliar sebagai hibah ke proyek Kejaksaan yang penjagaannya super ketat itu. Sejatinya proyek rumah sakit Kejaksaan dibiayai dari APBN, lewat Kemenkeu. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, pemberian dana hibah APBD ke rumah sakit dinyatakan tidak sesuai mekanisme dan tidak tepat.
Artinya dari segi kepatuhan hukum, itu praktik ketidakpatuhan Good Corporate Governance, tidak clean and clear.
Pun dalam situasi sekarang ini, dimana semua instansi dan kantor pemerinahan sampai kampus-kampus mengencangkan ikat pinggang.
Proyek rumah sakit ini asyik menata pagar kawasan yang telah berdiri juga pagar lingkungan bagi rumah sakit itu sendiri. Perilaku ini menunjukkan ketidaktaatan pada perintah efisiensi.
Tahun ini dikabarkan APBD sudah menyiapkan belasan miliar untuk hibah lagi. Maklum anggaran Banten tahun 2025 diketuk November 2024. Saat itu Banten belum dipimpin Andra Soni, masih dipimpin orang dari pusat sebagai PJ Gubernur dan legislatif.
Rumah sakit itu masih butuh akses koneksi jalan. Maka satu-satunya jalan adalah pembebasan lahan yang sifatnya topdown.
Efisiensi anggaran ini diperintahkan Presiden Prabowo untuk semua lembaga, kementerian, sampai lembaga daerah. Harus hemat-hemat. Berarti APBD Banten harus turut berhemat.
Tidak perlu ada hibah yang tidak perlu. Inpres Nomor 1 Tahun 2025 memerintahkan belanja hibah yang output-nya tidak langsung dirasakan masyarakat untuk dipangkas. Termasuk jajan makan minum, biaya rapat, perjalanan dinas, studi banding dan sejenisnya.
Meskipun APBN, pembangunan pagar yang tidak penting itu juga perlu dipangkas. Irit semua.
Secara politis, di tangan Gubernur Andra Soni punya cukup posisi kuat untuk irit, menghapus hibah miliaran ke rumah sakit Kejaksaan pada tahun ini ataupun tahun-tahun ke depan. Karena urgensi dan siginifikansinya rendah.
Berkenaan dengan pengelolaan anggaran milik rakyat Banten itu, sebagai bagian dari warga Banten, kami hendak membuat surat tertutup ke Kemenkeu, KPK dan jejaring civil society soal keresahan cara pembelanjaan anggaran di Banten.
Tetapi niat itu tertunda, mengingat perlu digemakan lebih dahulu sebelum disundul ke panggung yang lebih luas. Gelisah karena rasionalitas penggunaan APBD “milik Rakyat Banten” dikelola dengan potensi fraud yang tinggi.
Sebagai contoh, kebijakan nekat mengketuk hibah ke mega proyek dari Kejaksaan pusat. Secara statistik rasio ketersediaan tempat tidur di rumah sakit seantero Banten berbanding 1,2 dengan 1.000 penduduk. Itu sudah di atas standar.
Jumlah tempat tidur rumah sakit di Banten tahun 2021 saja sampai 14.387. Ditambah lagi di bumi bagian selatan Provinsi Banten sekarang ini sedang membangun dua rumah sakit type C.
Artinya dari segi keterpenuhan sudah jelas terpenuhi. Pemprov sendiri sedang punya hajat bangun rumah sakit.
Kalau Kejaksaan hendak bikin legacy itu wilayah APBN, meskipun dalam pelaksanaannya Kejaksaan juga tidak elok bertangan besi mengingat ada hak sipil yang dilindungi Undang-undang dalam proses rencana pembebasan lahan untuk proyek pemerintah.
Apalagi prestasi Kejaksaan tahun belakangan ini sedang brilian: Sepanjang Januari–Juli 2024, telah menyelamatkan Rp24 Triliun uang negara dari tangan koruptor. Bulan Desember lalu, menyatakan telah menyumbang pendapatan negara bukan pajak sebanyak Rp1,69 Triliun.
Dan beberapa hari silam, beredar video pendek Kepala Kejaksaan Agung mewanti-wanti agar jaksa tidak meminta-minta proyek di daerah.
Masyarakat tidak lupa latar belakang megaproyek rumah sakit Kejaksaan mendadak hinggap di Banten lantaran ada tanah sitaan Kejaksaan yang sudah inkrah beberapa tahun lalu. Daripada tanah puluhan hektar itu menganggur maka diusulkan dibangun rumah sakit.
Jelaslah ini proyect type topdown. Bukan kebutuhan dan inisiatif rakyat Banten. Walaupun boleh jadi Kejaksaan memang sudah lama menyimpan rencana mengulang sukses mengembangkan RS Adhyaksa Jakarta.
Tetapi ihwal menempatkan di titik areal itu, dengan pola yang supercepat, senyap dari pemberitaan media, dari legitimasi studi dan kajian yang “normal” itulah hal yang membuat realitas pembangunan rumah sakit dan hibah-hibahan jadi unik menarik. Tanda adanya power beyond beurocracy.
Simsalabim semua mekanisme cepat dilalui dan jadilah itu bangunan rumah sakit. Tentu dengan mengkondisikan Pemprov Banter agar mau membiayai pembebasan lahan koneksi ke tanah sitaan yang letak sebenarnya ada di tengah-tengah sawah.
Jika institusi Kejaksaan yang meminta ke pemprov, mana bisa Pemprov dan politisi menolak? Sampai tahun 2024 Kejaksaan Tinggi Banten menangani 43 kasus tipikor petinggi Banten dengan kerugian negara mencapai Rp216 miliar, 8 orang di antaranya vonis bebas.
Tetapi yang perlu diingatkan justru kebijakan daerah tidak didirikan atas dasar patronase kekuasaan seperti itu. Tahun kemarin pembebasan tanah dan entah apalagi yang dipinta.
Dalam daftar belanja APBD 2025 Pemprov Banten bakal belanja modal tanah lagi lho, alias pembebasan tanah, total mencapai Rp282 miliar. Dan tersiar kabar RS Adhyaksa ini sedang meminta pembebasan lahan ke jalan akses utama Serang-Jakarta.
Dilihat dari segi permintaan banyaknya buka akses jalan dari kawsan penduduk dan persawahan aktif menandakan penepatan titik lahan rumah sakit itu tidak stratetgis dan tidak tepat. Tetapi itu kemauan pusat, sulit untuk tidak diamini.
Selain belanja tanah, APBD milik rakyat Banten di tahun 2025 juga akan belanja modal bangunan dan gedung sekitar Rp252 M, belanja jasa dan pengadaan barang dan lain sebagainya. Dikabulkan atau tidak tergantung dari political will Gubernur baru.
Sebenarnya dari kisah tersebut ada dua hal yang dapat dijadikan alat takar kesungguhan statemen Gubernur menyebut “APBD milik rakyat Banten”, dan kesungguhan Gubernur untuk melaksanakan program Anti Korupsi.
Pertama, ukur tingkat kepatuhan terhadap instruksi Presiden menggalakkan efisiensi anggaran secara tepat. Pemberian hibah dengan output yang tidak menyentuh langsung masyarakat adalah pos anggaran yang semestinya terkena efisiensi.
Di sini bisa diukur bagaimana pos-pos tersebut punya hubungan dengan jejaring dan utang politik?
Ada banyak item mata anggaran yang mestinya patut diefisiensi tetapi tidak disentuh, ya seperti memberi karpet merah di proyek RS Adhyaksa itu. Sebaliknya, ada beberapa mata anggaran “milik rakyat” seperti pembangunan sekolah, saluran irigasi yang justru kena efisiensi.
Orang daerah benar-bear mencoba menerapkan efisiensi. Batal dikerjakan tahun ini. Tapi entah bagaimana Pusat menimbang proyek tembok keliling luar RS Kejaksaan itu dirasionalisasi sebagai hal yang penting. Proyek pengembangan RS Kejaksaan tahap ini menelan biaya APBN sekitar Rp198 M.
Dilihat dari segi pilah-pilih dukungan pada pos anggaran yang akan diefisienkan, menunjukkan bagaimana niat anti korupsi Gubernur tertakar.
Hal kedua yang dapat dijadikan alat takar adalah penetapan keseluruhan postur APBD Banten itu sendiri. Total anggaran pemprov Banten Rp11, 54 triliun.
Sambil berjalan menuju ubahan anggaran, rasanya masih cukup waktu bagi Andra Soni untuk mengkoreksi belanja-belanja yang tidak perlu. Toh Andra Soni merupakan Gubernur defiinitif yang dipilih langsung oleh rakyat Banten dengan dukungan partai dari Presiden.
Itu berbeda dengan 3 tahun lalu dimana Penjabat Gubernur Banten merupakan orang pusat yang ditugaskan di Banten.
Kesempatan mengkoreksi APBD itulah yang menentukan keseriusan Gubernur menjalankan tagline semasa kampanye: antikorupsi.
Antikorupsi harus diawali dengan memupus potensi fraud dalam penetapan anggaran. Mencegah fraud sistemik dari segi administrasi dan patronase kekuasaan. Patronase itu tidak bisa dianggap wajar mengingat indikasi fraud pada mata anggaran di APBD Banten cukup tinggi.
Tahun 2024 silam, duit untuk sosialisasi Perda mencapai 100 Milyar lebih. Itu baru sosialisasi perda-perda yang jumlahnya bisa dihitung jari di JDIH Provinsi Banten.
Meski angka tersebut nampak janggal, tidak ada kasus yang mencuat. Padahal LHP BPK juga menyebutkan pos tersebut janggal dan harus dikoreksi. Tetapi semua membisu, seperti syair lagu.
Tahun 2025, dana sosialisasi perda diproyeksikan lebih besar. Naik. Tentang potensi fraud itu harus diperhatikan Gubernur. Rekam jejak digital menunjukkan bahwa Banten pernah dinobatkan sebagai peringkat number uno terjerat tipikor.
Pos paling gemuk adalah belanja modal berupa tanah dan paling sering menyisakan kasus tipikor. Kasus tipikor dan kriminal khusus yang ditangani Polda Banten, tahun 2022 ada 17 kasus korupsi dan 2023 ada12 kasus.
Kerugian negara mencapai 69 miliar. Tidak sepi kasus juga kan di kepolisian. Namun saat Polda membangun RS Bhayangkara di Sempu tidak merepotkan APBD Banten.
Menyimak tagline janji kampanye dan visi Banten Maju Anti Korupsi yang akan dimulai dari penguatan good corporate governance. Pun APBN itu akan lebih tepat guna jika gelontoran dialihkan untuk penguatan kesehatan masyarakat di desa, layanan publik kesehatan direvitalisasi jadi lebih humanis dan ramah.
Dari postur anggaran yang gemuk sana-sini dan kurus kerempeng di bagian belanja publik, masyarakat Banten dapat menilai uang rakyat Banten itu beneran milik rakyat atau dijadikan penyangga program.
Kejaksaan juga telah diberi jatah anggaran besar, hibah urusan mbantu akses rumah sakit Adhyaksa saja sampai belasan milyar. Harus dicukupkan, tidak pantas dianggarkan lagi lewat APBD.
Potensi Korupsi
Apa arti angka-angka di Kejaksaan Tinggi Banten dan Polda Banten itu? Pengelolaan uang milik rakyat Banten rawan sekali dijadikan santapan koruptor segala lini dengan metode-meode fraud yang terus dikembangkan rapi.
Merapikan anggaran dari ancaman fraud akan menjadi tantangan dan pekerjaan besar Gubernur Andra Soni. Memangkas pola dan modus fraud dalam birokrasi, mempola alur siklus pengadaan barang dan jasa ditangani orang dengan rekam jejak yang bersih, bukan yang terekam di jejak digital sebagai bagian dari kasus tipikor.
Gubernur dengan dukungan partai-partai dan petinggi partai di pusat harus mengembangkan metode antifraud, deteksi dini pola fraud dan layeringnya sepanjang rangkaian penyusunan APBD.
Fraud tidak hanya dilakukan oleh personal, tetapi dapat dilakukan secara kolektif kolegial dengan mengunakan lembaga negara dan institusi sebagai white collar fraud.
Dengan posisi politik Gubernur berasal dari partainya Presiden, dan didampingi mentor politik tokoh politik kampiun cerdas di Gerindra, tentu Guberur Banten akan punya bargaining lebih baik dan kuat di hadapan lembaga-lembaga vertikal dari pusat.
Diramu dengan kepiawaian selama menjadi ketua dewan, akan mampu merangkul legislatif yang berbeda haluan politik sehingga pokok-pokok pikiran dewan yang dituangkan dalam APBD benar-benar berisi pokok pikiran yang jernih.
Gubernur Anda Soni tidak boleh dibiarkan sendirian menggarap tata kelola keuangan agar bersih dan efisien. Masyarakat Banten, civil society perlu bergandeng tangan menjalin jejaring, membuka mata dan telinga membantu Gubernur, membantu Legislatif, membantu Kejaksaan menciptakan kekuasan yang bermartabat dalam iklim tata kelola keuangan pemerintahan yang tepat guna.
Tim Redaksi