
SERANG – Puluhan massa dari Aliansi Mahasiswa, Pelajar, dan Rakyat (Ampera) kembali menggelar aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) 2025 yang telah disahkan DPR RI. Aksi ini berlangsung di perempatan lampu merah Ciceri, Kota Serang, di tengah arus kendaraan pemudik yang melintas.
Koordinator lapangan aksi, Abroh Nurul Fikri, menegaskan bahwa pemerintah telah mengkhianati rakyat dengan membahas RUU TNI secara tertutup.
“Di tahun 2025 ini, pemerintah kembali melakukan pengkhianatan terhadap masyarakat Indonesia dengan mengadakan rapat tertutup dalam pembahasan RUU TNI,” ujarnya, Kamis (27/3/2025) malam.
Menurut Abroh, UU TNI 2025 berpotensi mengancam demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM). Salah satu pasal yang paling dipersoalkan adalah kewenangan TNI dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, yang dinilai terlalu luas dan berpotensi membuka ruang bagi intervensi militer dalam urusan sipil.
“UU ini bisa digunakan untuk membatasi kebebasan sipil dan memperkuat kontrol militer atas masyarakat,” tambahnya.
Selain itu, Ampera juga menilai UU ini membuka peluang bagi tindakan represif terhadap masyarakat sipil dengan dalih menjaga keamanan negara.
“Kami sebagai rakyat Indonesia sudah trauma dengan dwifungsi ABRI, tapi pemerintah terkesan ingin menghidupkannya kembali. Pembahasan UU ini pun dilakukan secara tertutup di hotel mewah. Kalau tidak ada yang disembunyikan, kenapa harus tertutup?” tegasnya.
Dalam aksi ini, kata dia, Ampera menyampaikan sejumlah tuntutan, di antaranya menolak UU TNI 2025, mengembalikan TNI ke tugas pokok dan fungsinya, menegakkan supremasi sipil, serta menolak berbagai kebijakan lain seperti Proyek Strategis Nasional (PSN) di Banten dan Inpres No. 1 Tahun 2025. Mereka juga mendesak penyelesaian kasus Situ Ranca Gede serta menolak RUU KUHAP.
Aksi ini awalnya dijadwalkan berlangsung pada pukul 16.00 WIB, namun tertunda akibat hujan dan aksi sebelumnya di DPRD Provinsi Banten. Massa akhirnya tiba di lokasi sekitar pukul 22.00 WIB.
“Kami akan terus melawan kebijakan rezim yang korup dan antidemokrasi,” tutup Abroh.
Penulis: Rasyid
Editor: Usman Temposo