SERANG – Mantan Kepala Sekolah SDN Kesaud sekaligus Ketua PGRI Kecamatan Kasemen, Tb Samsudin dan mantan guru bernama Tb Iskandar mengakui melakukan pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP).
Keduanya merupakan terdakwa kasus korupsi PIP untuk siswa SD di Kota Serang yang merugikan negara sebesar Rp1,3 miliar.
Keduanya mengakui hal tersebut dalam lanjutan sidang dengan agenda pemeriksaan kedua terdakwa di Pengadilan Tipikor Serang pada Rabu (29/5/2024). Sidang dipimpin oleh ketua majelis hakim Arief Adikusumo.
Terdakwa Tb Iskandar menjelaskan bahwa mulanya ia dengan sukarela mengajukan diri untuk membantu kepala sekolah (Kepsek) untuk mengajukan PIP Aspirasi.
Sebab dirinya mendapat curhatan dari temannya Eman Kumis yang merupakan anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM) bahwa dirinya kerap dapat aduan dari kepsek soal infrastruktur sekolah.
Ia kemudian mengatakan kenal beberapa teman di DPR RI dan bisa mengusulkan PIP Aspirasi sebab dirinya merupakan kader PKB di Soreang. Ia kemudian mengumpulkan kepala sekolah untuk membicarakan terkait PIP Aspirasi dengan dana pribadinya.
“Di situ ada beberapa kepala sekolah tidak yakin dengan apa yang saya upayakan. Saya dikenalkan sebagai tenaga ahli dewan. Padahal mah bukan,” kata Iskandar.
Ia kemudian membuat perjanjian dengan para kepsek bahwa dia tidak akan meminta dana PIP asalkan diberi ongkos untuk mengurus PIP tersebut di Jakarta dan Bandung. Namun menurutnya ada kesalahpahaman para kepsek yang mengira bahwa PIP Aspirasi bisa dipakai untuk fasilitas sekolah.
“Itu ada keasalahpahaman itu keiginannya mereka (Kepsek) sarpras (sarana dan prasarana). Di situ banyak (kepsek) nanya ke saya, bagaimana unuk sarpras dan sebagainya. Di situ saya beberapa kali menyampakan juklak jukis baca. Tapi di situ ada memang miss komunikasi katanya boleh untuk sarpras. Ya sudah saya silahkan, saya sudah berusaha megusulkan,” imbuhnya.
Lalu terkait pemotongan 30 dan 40 persen, Iskandar menjelaskan dirinya menyebut itu merupakan bayaran atas jasanya mengajukan PIP. Ia mengatakan dana tersebut bukan fee tapi ongkos dirinya bolak-balik Serang-Jakarta-Bandung.
“Kalau saya wajar saya minta ongkos. Saya enggak mugkin ke Jakarta ke Bandung bawa berkas enggak diongkosin,” katanya.
Ia kemudian membantah bahwa dirinya mendapatkan Rp435 juta seperti dalam dakwaan. Iskandar mengaku hanya mendapatkan kurang lebih Rp200 juta yang didaptkan dari pengumpulan terdakwa lainnya, Tb Samsudin kepada para kepsek. Para kepsek juga katanya tidak keberatan terkait potongan 30 dan 40 persen
Hakim Ad Hoc, Ibnu Anwar kemudian menanyakan apakah benar dirinya mencari dana untuk keperluan mencalonkan diri menjadi caleg di Kota Serang seperti penuturan saksi Sandi Supyandi di persidangan sebelumnya.
“Pertama untuk itu (nyaleg), kedua untuk kebutuhan pribadi. Yang bener yang saya terma yang ada buktniya Rp200 juta. Yang Pak Tb Samsudin memberikan ke saya yang ada buktinya,” jawabnya.
Terdakwa lainnya, Tb Samsudin mengatakan perjanjian dirinya dengan Tb Iskandar adalah 10 persen untuk dirinya dan 30 persen untuk Tb Iskandar dari setoran kepala sekolah yang mendapatkan dana PIP.
“Pada prinsipnya saya menyesal pak. Kalau umpanya program ini akan seperi ini, llillahi taala saya tidak akan terima.” Kata Samsudin.
Terkait pengembalian kerugian negara, dirinya mengaku akan mencoba menyicilnya karena saat ini dirinya sedang kesulitan finansial dan rumahnya pun sempat terendam banjir.
“Pengembalian insya allah pak, tapi mungkin tidak sekaigus. Tanggal 1 maret Banten terjadi (banjir) bandang (akibatnya) rumah saya 130 cm terendam air. Ada dokumen, alat rumah tangga, bukan hanyut, tapi terendam,” tuturnya.
(Dra/red)