SERANG – Kisruh buruh lawan Gubernur Banten terus berlanjut. Bahkan, aksi penjebolan paksa kantor Gubernur Banten pada Rabu 22 Desember 2021 lalu berbuntut penetapan tersangka terhadap oknum buruh yang diduga melakukan pengrusakan terhadap kantor orang nomor satu di Provinsi Banten itu.
Puluhan mahasiswa dari berbagai aliansi yang tergabung dalam Mahasiswa Lebak Bersatu berunjukrasa di depan gerbang Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Curug, Kota Serang, Selasa (28/12/2021). Massa menuntut Gubernur Banten Wahidin Halim untuk meminta maaf dan lebih akomodatif dalam menyikapi aksi buruh.
Koordinator massa aksi yang juga ketua MPO HMI Cabang Lebak Habibulloh mengatakan, terjadinya aksi yang dilakukan oleh buruh di wilayah Provinsi Banten karena kebijakan Gubernur Banten terkait penetapan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2022 yang tidak berpihak pada buruh.
“Dari kenaikan UMP dan UMK yang tidak sesuai dengan estimasi waktu kerja di lapangan. Namun, yang sangat disayangkan ketika buruh melakukan kritik, Gubernur malah mengeluarkan statemen buruh demo tolak UMP, Gubernur minta pengusaha cari pegawai baru,” kata Habibulloh.
Dirinya menilai, pernyataan Gubernur Banten itu menjadi gejolak dan melakukan aksi di Kantor Gubernur Banten yang berbuntut pada penjebolan paksa ke dalam dan menduduki ruang kerjanya.
“Dengan tindakan massa aksi, Gubernur menganggap bahwa adanya penghinaan secara umum terhadap suatu kekuasaan negara. Sehingga berbuntut dilaporkannya massa aksi ke Polda Banten,” ujarnya.
Lebih lanjut, Habibulloh mengaku, Mahasiswa Lebak Bersatu meminta Gubernur untuk meminta maaf kepada buruh se-Banten. Karena bagaimanapun buruh masyarakat yang harus diayomi.
“Kami juga meminta Gubernur untuk mengevaluasi kebijakan UMP dan UMK, sehingga kenaikan di atas rata-rata. Kemi juga meminta Gubernur lebib akomodatif dalam menyikapi aksi buruh, mahasiswa dan ormas di Banten. Karena aksi yang dilakukan semata-mata bentuk kontrol sosial terhadap pemerintah dalam mengatur kebijakan agar mengarah kepada kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, Habibulloh mengaku, pihaknya juga memberikan tiga catatan masa kepemimpinan Gubernur Banten Wahidin Halim.
“Pertama, raport merah dalam periode ini, dua etika komunikasi yang buruk oleh Gubernur Banten sehingga terjadi disentralisasi di tubuh Pemprov Banten. Dan terakhir, Gubernur Banten temperamen dalam kepemimpinannya,” tandasnya. (Mir/Red)