Beranda Pemerintahan Mahasiswa Nilai Program 100 Hari Kerja Syafrudin-Subadri Tak Terlihat

Mahasiswa Nilai Program 100 Hari Kerja Syafrudin-Subadri Tak Terlihat

Sejumlah mahasiswa yang tergabung pada Serikat Mahasiswa Sosialis Demokratik (SWOT) UIN Banten, menggelar aksi unjuk rasa di depan kampus UIN Banten Ciceri Serang, Jumat, (8/3/2019). (Fotografer - Ade Faturohman/BantenNews.co.id)

SERANG – Sejumlah mahasiswa yang tergabung pada Serikat Mahasiswa Sosialis Demokratik (SWOT) UIN Banten, menggelar aksi unjuk rasa di depan kampus UIN Banten Ciceri Serang, Jumat, (8/3/2019).

Mereka menilai program 100 hari kerja Walikota dan Wakil Walikota Serang Syafrudin-Subadri yang jatuh pada 14 Maret 2019 gagal total dalam merealisasikan janji-janjinya.

Nurmala, Kordinator aksi mengatakan sejak dinobatkan sebagai Walikota dan Wakil Walikota Serang, Syafrudin-Subadri belum maksimal menjalankan roda pemerintahan.

Mereka juga meminta Pemkot Serang agar merealisasikan Perda Nomor 4 Tahun 2014 yang berikan jaminan dan kepastian hidup terhadap PKL.

Selain itu mahasiswa juga meminta Pemkot mensterilkan sampah di Kota Serang dan wujudkan reformasi birokrasi yang transparan.

Mahasiswa juga menilai kebijakan prioritas kerja Pemkot Serang dalam aspek penataan PKL di Kota Serang, kebersihan, dan kemacetan belum menuai hasil yang memuaskan.

“Konsepsi yang ditawarkan untuk menata Kota Serang menganulir kesejahteraan rakyat kecil. Soaknya kebijakan relokasi PKL tidak sepenuhnya dijalankan. Parameter kerja dalam perda Kota Serang Nomor .4 Tahun 2014 tidak diimplementasikan,” ujarnya.

Ia menjelaskan pada 2 Januari 2019 hidup PKL di Stadion Maulana Yusuf direlokasi. Namun kebijakan walikota terkait relokasi tidak memberikan kepastian kepada para PKL. Sehingga nasib PKL dibiarkan hidup di tengah ketidakpastian. Kata dia, hal ini bisa juga dikatakan sebagai proses pemiskinan.

“Rakyat kecil yang mencari rezeki dipukul habis dan dipaksa tunduk peraturan Pemkot yang tidak proaktif terhadap rakyat. Tindakan sepihak yang mengedepankan percepatan pembangunan justru melupakan sisi objektif sosial masyarakat atas nama percepatan kerja 100 hari, PKL menjadi tumbal kekuasaanya,” ucapnya.

Menurutnya, PKL merupakan aset ekonomi bangsa yang dapat memberi andil besar terhadap lapangan kerja, pengentasan kemiskinan dan menjadi katup pengaman ekonomi kerakyatan di Kota Serang. Namun pemerintah setempat dinilai tak memperioritaskan mereka.

Baca Juga :  Ini Tawaran Pemkab Lebak untuk PKL yang Lapaknya Dibongkar

“Dampak daripada hal tersebut menyebabkan tempat yang dijadikan relokasi berujung cacat, muatan sarana dan prasarana, pengamanan, kenyamanan, dan penataan Pasar Kepandean yang tidak jelas menjadi ujung tombak kegagalan Syafrudin-Subadri dalam menjalankan agenda 100 hari kerja. Di samping itu belum lagi penataan PKL di Pasar Rau, Alun-alun, Pasar Lama, dan persoalan sampah di Kota Serang belum terlihat secara konkret,” tegasnya.

Selain itu, kata di, dalam 100 hari kerja Syafrudin-Subadri, kemiskinan di Kota Serang masih akut dan tidak menjadi prioritas agenda serius.

Mahasiswa menilai pengentasan kemiskinan dan lapangan kerja merupakan dua sisi yang tidak pernah keluar dari pembicaraan Walikota Serang. Kendati hal tersebut menjadi cermin ibukota tapi desain konsepsi penataan Kota Serang luput dari hakikat entitas sosial-ekonomi Masyarakat.

“Kesejahteraan rakyat hal fundamental yang memang sejatinya melekat pada masyarakat, hak untuk mendapatkan penghidupan dan pekerjaan yang layak sudah dijamin oleh konstitusi,” imbuhnya.

Terkait hal ini belum ada konfirmasi dari pihak Pemkot Serang. (Dhe/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News