SERANG – Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Kota Serang menggelar aksi unjuk rasa di depan Kampus 1 UIN SMH Banten, Senin(18/11/2019).
Para mahasiswa mengkritik sistem pendidikan dan pelayanan jaminan kesehatan di Indonesia. Kaum terpelajar tersebut menilai kebijakan Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin membebani rakyat.
Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Kota Serang Stevanus Andriano Lorenzo menyatakan bahwa sulitnya akses untuk mendapatkan pendidikan akibat dari mahalnya biaya pendidikan yang ada di Indonesia saat ini.
“Itu menjadi dasar bahwa sistem pendidikan di Indonesia beralih pada liberalisasi,” tandas disela aksi.
Ia menilai sulitnya akses pendidikan di Indonesia saat ini diakibatkan dari mahalnya biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh peserta didik sehingga timbul menurunnya kualitas pendidikan
“Dalam kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf, pemerintah menyadari betul pendidikan di Indonesia kualitasnya menurun yang dampaknya berimplikasi pada pembangunan negara,” ujarnya.
Ia mengatakan skema pendidikan dan kesehatan arah jalannya sudah diatur dalam konstitusi, sehingga negara mempunyai tanggung jawab penuh dari yang sudah terbunyi dalam Konstitusi.
“Skema pendidikan dan kesehatan sebetulnya sudah secara jelas disampaikan didalam Konstitusi kita, arah dan orientasinya harus kemana dan untuk siapa. Dan untuk mengawal supaya amanat Konstitusi bisa benar-benar berjalan sesuai dengan yang diskemakan, negara diberikan tanggung jawab penuh untuk mengakomodirnya,”ucapnya.
Sejak Indonesia masuk ke dalam organisasi dagang dunia, Word Trade Organization (WTO) yang disponsori oleh Amerika Serikat pada tahun 1994, pendidikan dan kesehatan kini dinilai telah diliberalisasi dan mengarah kebijakan yang ugal-ugalan.
“Kita mengetahui mengakses pendidikan secara mudah dan merata adalah hak warga negara dan sepenuh-penuhnya menjadi tanggung jawab negara. Namun, imbas dari liberalisasi dan komersialisasi tersebut, dimana setiap orang perseorangan dibebaskan mendirikan lembaga pendidikan menarik minat setiap pemodal untuk mendirikan lembaga pendidikan yang watak dan sifat dasarnya tidak lagi sosial,” ucapnya.
Selain itu, pihaknya juga menyoroti terkait kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminam Kesehatan (BPJS). Sejak pemerintah mengeluarkan program BPJS pada tahun 2014 lalu, dinilai menjadi ladang bisnis.
“Dalam persoalan lain yang juga mendasar dan menjadi tanggung jawab negara seperti kesehatan bernasib sama. Pasalnya, sejak pemerintah mengeluarkan program BPJS 2014 lalu, persoalan kesehatan juga diliberalisasi dan dijadikan ladang bisnis,” ucapnya.
Ia menjelaskan bahwa sejak dibukanya liberalisasi dalam kesehatan, Rumah Sakit yang berada di Indonesia lebih mendominasi oleh pihak swasta, dan obat-obatan yang beredar merupakan hasil dari impor.
“Sebanyak 63 persen rumah sakit di Indonesia dimiliki oleh swasta, dan 95 persen obat-obatan yang beredar di pasar adalah hasil dari impor. Belum lagi soal perusahaan-perusahaan Farmasi yang menghegemoni pasar kita dengan harga jual obat yang mahal, sepenuh-penuhnya urusan kesehatan, urusan orang sakit di manfaatkan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan cara memeras rakyat,” jelasnya.
Pihaknya juga secara tegas menuntut pemerintah untuk membubarkan BPJS. Sebab, sistem jaminan kesehatan yang digunakan saat ini secara prinsip telah bermasalah. Sehingga, dirinya menawarkan dua skema layanan kesehatan bagi rakyat Indonesia, yang pertama yaitu Jaminan Kesehatan Rakyat Semesta (Jamkesrata).
“Negara bertanggungjawab sepenuhnya terhadap sistem layanan kesehatan bagi rakyat Indonesia, dengan fasilitas kelas tiga, total coveraged. Rp. 10.000/perbulan x 12 bulan = 120.000/tahun/jiwa, 120.000/jiwa/pertahun x 270.000.000 = 32.400.000.000.000. 32,4 triliun negara siapkan untuk JAMKESRATA/pertahun,” ujarnya.
Skema yang kedua yaitu mengembalikan programa layanan kesehatan pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) dan bagi daerah dengan penyesuaian kemampuan keuangan daerah masing-masing, kembali pada program JAMKESDA.
“Program tersebut sudah terbukti efektif dengan cukup menggunakan KK/KTP dan efisien dalam penggunaan anggaran juga total coverage,” ucapnya.
(Dhe/Red)