JAKARTA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers membuka data kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi sepanjang 2019. Hasilnya, ada 75 kasus kekerasan pada jurnalis.
Data itu diungkapkan langsung oleh Direktur LBH Pers Ade Wahyudin di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).
Menurut Ade, mayoritas kasus kekerasan terhadap jurnalis terjadi saat aksi unjuk rasa.
Terutama pada aksi penolakan hasil Pilpres 2019 serta penolakan pengesahan RKUHP yang terjadi di Jakarta beberapa waktu lalu.
“Ada pilpres, kemudian ada juga demontrasi besar terkait reformasi dikorupsi,” kata Ade.
Berdasarkan data LBH Pers, kekerasan terhadap jurnalis lebih banyak terjadi di Jakarta.
Setidaknya ada 33 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Jakarta selama 2019. Angka itu paling besar diantara kota lainnya di Indonesia. Seperti Sulawesi Tenggara, Jawa Timur, dan beberapa wilayah lainnya.
“Dari 75 kasus (kekerasan terhadap jurnalis) tersebar di beberapa wilayah, yang paling tinggi adalah Jakarta,” ujarnya.
Ade mengatakan, kekerasan pada jurnalis, terlebih di kawasan Jakarta, lebih banyak dilakukan oleh aparat kepolisian.
Selama 2019 tercatat ada 33 aparat yang melakukan kekerasan.Penyebabnya, karena Polisi bertanggungjawab mengamankan aksi unjuk rasa serta berhadapan langsung dengan masyarakat.
“Kenapa kemudian (tindakan kekerasan) terbesar oleh aparat Kepolisian, karena ini terkait bagaimana Kepolisian mengamankan demostrasi,” kata Ade.
Kemudian, Polisi juga masih banyak yang kurang memahami aturan hukum terkait perlindungan jurnalis dan Undang-undang tentang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“(Pemahaman) hanya pada level atas tapi tidak polisi di lapangan. Kalau kita diskusi tingkat kanit ke atas atau kasubdit dia paham,” ungkapnya.
Kekerasan pada jurnalis, lanjutnya, juga dilakukan masyarakat. Catatan LBH Pers ada 17 orang yang diduga melakukan kekerasan pada jurnalis di 2019.
Selanjutnya, pejabat publik sebanyak 7 orang, pebisnis 6 orang, supporter partai 4 orang, dan supporter olahraga dua orang.
“Nah supporter di beberapa pertandingan sepak bola itu banyak juga kekerasan-kekerasan (terhadap) jurnalis. karena supporter-nya terlalu agresif. Kemudian ada supporter dari pendukung partai itu juga menjadi salah satu,” tuturnya.
Pemerintah Tak Serius
Ade menilai pemerintah tidak serius dalam melindungi jurnalis. Alasannya, saat ini masih banyak terjadi kasus kekerasan terhadap jurnalis di Tanah Air.
“Pemerintah tidak serius dalam melindungi jurnalis. Kenapa? kita lihat kekerasan jurnalis semakin meningkat represivitas juga semakin banyak,” ujar Ade.
Pemerintah, menurut dia, juga tidak maksimal memperkuat media massa yang ada di Indonesia.
Hal itu terlihat dari banyaknya media massa, tetapi hanya ada satu kantor Dewan Pers yang bertempat di Jakarta.
“Media online sekarang ada ribuan, 4.000-an lebih tapi kekuatan Dewan Pers hanya di pusat (Ibu Kota),” ucapnya.
Ditambah lagi, pemerintah hanya memberikan sedikit dana pada Dewan Pers.
“Artinya kan memang support negara sangat kecil,” ucap Ade. (Red)
Sumber : Kompas.com