SERANG – Kualitas udara beberapa hari belakangan menjadi sorotan internasional. Bahkan, Banten menjadi daerah penyumbang buruknya kualitas udara.
Berdasarkan data IQAir.com 16 Agustus 2023 terdapat tiga wilayah di Banten yang mempunyai kualitas udara yang buruk dan masuk zona merah yaitu Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dengan indeks kualitas udara mencapai 185 point. Lalu Serang dengan indeks mencapai 174 point dan Kota Tangerang 162 point.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten, Wawan Gunawan mengatakan, dari hasil IQAir terdapat delapan titik di tiga wilayah yang menjadi penyebab pencemaran udara.
“Kita juga sudah terapkan sistem (pengukur kualitas udara) dan hasilnya masih di bawah baku mutu, khusus Serang yah nilainya cukup baik,” kata Wawan, Jumat (18/8/2023).
Untuk Kota Tangerang dan Tangsel, lanjut Wawan, pihaknya juga masih melakukan identifikasi penyebab pencemaran udara.
“Yang Kota Tangerang dan Tangsel kita ngga tahu pencemaran udara (disebabkan oleh apa). Bisa jadi di Karawang dan Depok juga kan banyak industri, kalau anginnya ke selatan bisa tercemar ke kita,” katanya.
Dirinya juga menepis adanya tudingan bahwa salah satu penyebab buruknya kualitas udara akibat penggunaan batubara dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang ada di Banten dan menjadi penyumbang buruknya kualitas udara di DKI Jakarta.
Wawan menilai, hal itu tidak mungkin terjadi karena jarak PLTU di Merak, Kota Cilegon, dengan Jakarta cukup jauh.
“Merak (jaraknya) jauh ke DKI (Jakarta). Harus lewat Kabupaten Tangerang dan udaranya belum tentu, kalau anginnya ke selatan. Dan saya rasa ngga mungkin PLTU yang di Lontar saja sudah dapat predikat emas. Dan lagi kalau ada pencemaran ngga akan dapat (predikat itu),” ujarnya.
Meski begitu, Wawan mengaku, untuk mencegah adanya pencemaran udara ke depan, pihaknya mengimbau kepada industri yang menggunakan batubara untuk melakukan estimasi. Selain itu, pihaknya juga akan membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Pencemaran Udara.
“Oleh karena itu, industri yang menggunakan batubara harus diestimasi pemakaiannya sekitar 15 persen. Solusi lain kita ada MoU membuat Pokja penanganan penanggulangan pencemaran udara,” ujarnya. (Mir/Red)