SERANG – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pijar mengkritisi debat pertama cagub dan cawagub Banten yang digelar pada 16 Oktober lalu. Mereka menilai, dua pasangan calon (paslon) Gubernur-Wakil Gubernur Banten tak membahas isu yang berkualitas.
Pada debat tersebut, paslon nomor urut 01, Airin Rachmi Diany-Ade Sumardi (Airin-Ade) dan paslon nomor urut 02, Andra Soni- A. Dimyati Natakusumah (Andra-Dimyati) sempat berdebat mengenai pemerataan wilayah selatan dan utara.
Dimana, paslon Airin-Ade mengatakan menjagokan 12 program pembangunan, salah satunya konektivitas Banten terpadu dan Pemerataan Pembangunan Infrastruktur dan Wajah baru Banten (Pijar Banten). Serta menjadikan Kota Serang sebagai kota MICE (Meeting, Incentives, Conferences, Exhibition).
Perwakilan LBH Pijar, Rizal Hakiki mengatakan pada kenyataannya infrastruktur di Banten dan khususunya Kota Serang masih belum memadai. Masih perlu banyak hal yang diperbaiki seperti penerangan jalan dan infrastruktur bagi disabilitas yang masih buruk.
“Menurut kami, seharusnya hal-hal seperti itu dahulu yang diperbaiki dan dimaksimalkan. Lalu mengenai perbanyak Sport Center, pada saat ini saja sudah banyak sarana prasana olahraga yang sudah dibangun tetapi tidak berfungsi,” kaya Rizal, Jumat (18/10/2024).
Dirinya mencontohkan, keberadaan Banten International Stadium (BIS) di Kemanisan, Kota Serang. Dimana pembangunan stadion yang dibangun pada 2021-2022 itu menelan biaya sebesar Rp874,3 miliar.
“Tetapi saat ini stadion tersebut dipenuhi rumput ilalang dari pintu masuk hingga depan stadion yang berjarak 200 meter,” katanya.
Sedangkan untuk paslon Andra-Dimyati menjagokan program pendidikan gratis dan juga upaya mensejahterakan masyarakat di tingkat kesehatan dan infrastruktur.
Pihaknya menilai, meski terdengar program yang baik, tapi terlalu populis dan sekadar jargon saja. Sebab, implementasinya masih dipertanyakan.
“Jadi program yang ditawarkan Paslon 02 Andra-Dimyati terlalu abstrak dan tidak pasti ke efektivitasannya. Sedangkan permasalahan yang sedang dialami sekarang adalah kualitas pendidikan yang tidak merata, kesejahteraan guru yang tidak sejahtera, tingginya angka putus sekolah dan pemerataan infrastruktur Pendidikan,” ujar Rizal.
Dikatakan Rizal, akar permasalahan kesejahteraan di Banten yaitu kemiskinan struktural yang menyebabkan masyarakat sulit mengakses pendidikan dan kesehatan. Salah satu penyebabnya yaitu politik dinasti yang masih kuat.
“Kemiskinan struktural membuat angka harapan hidup menjadi rendah, data BPS tahun 2022 menunjukan bahwa 3 kota di Pulau Jawa dengan angka harapan hidup (AHH) terendah diraih oleh Provinsi Banten dengan tiga kota ranking teratas adalah Serang, Pandeglang, dan Kota Cilegon. Bahkan kemiskinan ini bisa jadi disebabkan oleh politik dinasti yang selama ini dibangun yang menyebabkan penyakit korupsi susah untuk disembuhkan,” imbuhnya.
Isu debat kedua yang disorot LBH PIjar yaitu mengenai kesetaraan gender di Banten. Kedua paslon dianggap tidak menawarkan solusi yang jelas mengenai permasalahn gender di Banten.
Apalagi, pernyataan salah satu paslon yang malah mendegradasi perempuan dalam salah satu statement-nya.
“Kedua paslon tidak menawarkan solusi konkret terhadap permasalahan Kesetaraan Gender. Padahal seharusnya, seluruh paslon mampu menawarkan solusi yang berbasis keilmuan dan pengalaman empiris terkait permasalahan tersebut yang masih sering dijumpai di Banten. Kedua paslon tidak memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai kesetaraan gender,” tuturnya.
Menurut Rizal, debat pertama tersebut gagal menghadirkan pemaparan visi-misi dan juga pembahasan hal yang jadi urgensi di Banten.
“Kami menarik kesimpulan bahwa seluruh pasangan calon tidak memberikan pemaparan terhadap substansi debat yang berkualitas dan gagal menghadirkan perdebatan yang konstruktif sebagai sarana edukasi publik guna mencari solusi penyelesaian masalah di Provinsi Banten,” pungkasnya.
(Dra/red)