Beranda Politik KPU Kota Serang Ajak Pemilih Cegah Pelanggaran

KPU Kota Serang Ajak Pemilih Cegah Pelanggaran

Sosialisasi yang digelar Badan Kesbangpol Kota Serang bekerjasama dengan KPU Kota Serang, Selasa (8/3/2022)

SERANG – KPU Kota Serang mengajak masyarakat pemilih untuk secara sadar mencegah sekaligus menindak setiap jenis pelanggaran pemilu dan pemilihan. Mengingat adanya himpitan tahapan antara pemilu dan pemilihan 2024, ditambah dengan sengitnya kompetisi antar parpol dan kandidat, KPU mendorong agar tercipta konsolidasi masyarakat sipil yang kuat dan berdaya untuk mencegah dan menindak setiap pelanggaran terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu maupun UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Demikian kesimpulan sosialisasi yang digelar Badan Kesbangpol Kota Serang bekerjasama dengan KPU Kota Serang, Selasa (8/3/2022), di Hotel Flamengo.

Hadir pada kesempatan itu Asda I Pemkot Serang Subagyo, Kepala Badan Kesbangpol Kota Serang Ahmad Benbela, komisioner KPU, dan puluhan peserta perwakilan ormas dan parpol.

Anggota KPU Kota Serang,Fierly Murdlyat Mabrurri menjelaskan, dalam rezim pemilu dan atau pemilihan dikenal adanya empat jenis pelanggaran, yakni, pelanggaran administratif, pelanggaran pidana, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, dan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang bukan pelanggaran pemilu

“Pelanggaran administratif pemilu meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan. Pada Pemilu 2019 di Kota Serang, terdapat satu pelanggaran administratif di TPS yang oleh Bawaslu direkomendasikan untuk dilakukannya pemungutan suara ulang (PSU), yakni di Kelurahan Cipocok Jaya, Kecamatan Cipocok Jaya,” kata Fierly.

Mengenai tindak pidana pemilu, kata Fierly, dalam UU 7/2017 terdapat 66 pasal, dan 21 ayat, yang mengatur tentang pidana pemilu. Lengkap dengan saknsinya. Hal itu tertuang dari pasal 488 hingga pasa 554. Di Kota Serang pada Pemilu 2019 lalu terjadi tindak pidana oleh oknum KPPS di Kelurahan Sumur Pecung, Kecamatan Serang. Empat orang pelaku kemudian dijatuhi hukuman 4 bulan penjara oleh PN Serang.

Baca Juga :  201 PPS se-Kota Serang Dilantik

“Sementara pada Pilkada Kota Serang 2018, terjadi praktek pidana berupa politik uang di Kecamatan Taktakan. Kedua pelaku dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara oleh PN Serang. Atas kejadian itu, kita semua harus mampu memetik pelajaran,” ungkap Fierly.

Fierly menjelaskan, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu merupakan pelanggaran terhadap etika penyelenggara pemilu yang berdasarkan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebogai penyelenggara pemilu. Sepanjang tahun 2012 hingga tanggal 8 Maret 2019, kata Fierly, terdapat 3.284 perkara pengaduan dugaan pelanggaran etika penyelenggara pemilu ke DKPP. Pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang bukan pelanggaran pemilu, bukan sengketa pemilu, dan bukan tindak pidana pemilu, diteruskan kepada instansi atau pihak yang berwenang.

Anggota KPU Kota Serang Patrudin menuturkan, berdasarkan pengalaman, ada sejumlah praktek pelanggaran dan atau kecurangan yang terjadi selama pemilu dan pilkada. Yakni politik uang, golput, intimidasi terhadap pemilih, kampanye hitam, serta merebaknya isu hoax. Kata Iip, peran pemuka agama dan pendidik menjadi penting untuk mencegah terjadinya konflik yang mungkin timbul akibat adanya pelanggaran tersebut.

Patrudin menegaskan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk memengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu dipidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

“Dalam sistem kepemiluan kita, juga dikenal adanya sengketa. Yakni sengketa proses dan perselisihan hasil pemilu atau PHP. Sengketa proses dapat diajukan antar peserta pemilu dengan peserta pemilu, atau antara peserta pemilu dengan KPU, sebagai akibat dari timbulnya keputusan KPU dalam setiap tahapan. Bawaslu yang berwenang menangani sengketa ini. Sementara mengenai PHP pemilu atau pilkada, hanya dapat diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK),” kata Patrudin. (You/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News