SERANG – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah untuk pembangunan SMKN 7 Tangerang Selatan, Provinsi Banten.
Ketiganya yakni AP selaku Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) serta dua pihak swasta berinisial AK dan FN.
Penetapan tersangka berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh pihak KPK.
“Dari berbagai sumber informasi maupun data kemudian ditemukanlah adanya bukti permulaan yang cukup, selanjutnya KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke Penyidikan pada Agustus 2021 dengan menetapkan tersangka,” ujar Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangan yang diterima BantenNews.co.id, Selasa (26/4/2022).
Dalam penyelidikannya, KPK juga telah melakukan pemeriksaan terhadap sekitar 47 saksi dan setelahnya melakukan penahanan para tersangka selama 20 hari terhitung dari 26 April hingga 15 Mei 2022.
“Tersangka AK ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur dan FN di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK,” terang Ali.
Kasus tersebut bermula terjadi ketika pada Oktober 2021 AP menerima infrormasi terkait calon lokasi lahan untuk pembangunan SMKN 7 Tangerang Selatan dari FN.
AP kemudian melakukan survei lahan tersebut bersama FN dan beberapa pihak terkait. Luas lahan yang disurveri adalah sekitar 7.000 meter persegi milik SM.
“AP selaku KPA diduga tidak menyusun laporan hasil survei tersebut dalam bentuk berita acara,” kata Ali.
Sekitar November 2017, terbit Surat Keputusan Gubernur Banten tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengadaan Tanah Unit Sekolah Baru SMAN dan SMKN Provinsi Banten Tahun Anggaran 2017 dengan menyebutkan AP menjabat sebagai Sekretaris Tim Koordinasi Pengadaan Tanah.
Kemudian pada Desember 2017, AP menerima laporan terkait Penilaian Tanah Pengganti atas permintaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten yang terletak di Kelurahan Rengas, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan.
Lahan yang dinilai yaitu lahan milik SM dengan nilai tanah sebesar Rp2,9 juta per meter persegi yang mana penilaian ini mengabaikan kondisi akses utama menuju lahan dari Jalan Punai I yang tertutup tembok warga.
Atas hasil penilaian tersebut, AP tidak melakukan pemaparan di hadapan Tim Koordinasi. Masih dibulan Desember 2017, AK menghadiri musyawarah bentuk ganti kerugian tanpa memiliki kuasa khusus dari SM dan musyawarah pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang hanya dihadiri oleh AP, AK, dan AS.
“Disepakati bahwa harga lahan sebesar Rp2,9 juta per meter persegi dan luas lahan 5.969 meter persegi sehingga total besaran nilai ganti kerugian dalam bentuk uang adalah sebesar Rp17,8 miliar,” jelas Ali.
Tindakan AP selaku PPK diduga telah memproses dan menandatangani terlebih dulu dokumen Berita Acara Pembayaran ganti rugi lahan untuk Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMKN 7 Tangerang Selatan dan kuitansi dengan penerima pembayaran yaitu AK di mana mestinya pemberian ganti kerugian dilakukan bersamaan dengan pelepasan hak oleh Pihak yang Berhak.
Selain itu, AP selaku PPK juga membayar ganti kerugian atas pengadaan tanah untuk pembangunan SMKN 7 Kota Tangerang Selatan Tahun Anggaran 2017 kepada AK yang bukan merupakan pemilik tanah yang sah sebesar Rp17,8 miliar.
Akibat perbuatan AK, beberapa pihak diduga menerima keuntungan dari pengadaan lahan untuk pembangunan SMKN 7 Kota Tangerang Selatan.
“Berdasarkan laporan hasil audit investigatif BPKP Perwakilan Provinsi Banten, diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp10,5 miliar.
“AK menerima sejumlah sekitar Rp9 miliar dan FN menerima sekitar Rp1,5 miliar,” imbuh Ali.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
(You/Nin/Red)