SERANG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menuntut mantan Supervisor Bank Banten Kantor Cabang Pembantu (KCP) Malingping, Ridwan (29) dengan pidana penjara selama 11 tahun. Ridwan dinilai jaksa terbukti melakukan korupsi Rp6,1 miliar dengan cara mencuri uang tunai yang berada di brangkas bank tempat ia bekerja.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 11 tahun dikurangi masa penahanan yang telah dijalani dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan,” kata JPU Kejati Banten, Subardi di Pengadilan Tipikor Serang, Kamis (17/10/2024).
Menurut JPU, Ridwan dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif kedua penuntut umum, yaitu melanggar Pasal 8 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Selain korupsi, Ridwan juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan kumulatif kedua primair penuntut umum, yakni melanggar Pasal 3 jo Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Selain tuntutan penjara, jaksa juga menuntut pidana denda sebesar Rp250 juta subsidair kurungan selama 3 bulan penjara. Ridwan juga diminta untuk membayar Uang Pengganti (UP) sebesar Rp6,1 miliar.
Apabila tidak dibayar, harta bendanya disita dan jika masih tidak mencukupi, diganti pidana kurungan selama 3 tahun.
Dalam pertimbangan mengenai hal memberatkan dan meringankan, perbuatan Ridwan telah menimbulkan kerugian Bank Banten serta menikmati hasil kejahatannya.
“Keadaan yang meringankan, terdakwa telah menyerahkan uang senilai Rp30,4 juta kepada Bank Banten sebagai pengganti nilai kerugian yang dialami Bank Banten,” ujar Subardi.
Setelah mendengar tuntutan itu, Ridwan melalui kuasa hukumnya mengatakan akan mengajukan pembelaan. Sidang akan dilanjutkan pekan selanjutnya untuk agenda pembelaan.
Dalam dakwaan jaksa, Ridwan disebut bisa dengan mudah mengambil uang di brangkas bank karena memang sudah lama lemari besi khasanah tempat menyimpan uang di bank tersebut tidak pernah dikunci dengan angka kombinasi oleh Supervisor sebelumnya bernama Hanna Hermana.
Hanna tidak pernah mengunci lemari besi itu karena lemari besi itu sebelumnya pernah rusak sehingga dikhawatirkan akan sulit dibuka apabila dikunci dengan angka kombinasi. Jadinya, lemari besi hanya dikunci dengan kunci manual.
Ridwan kemudian memanfaatkan kondisi tersebut untuk mencuri uang di dalam lemari karena dirinyalah yang memegang kunci manual tersebut setelah serah terima jabatan dengan Hanna.
“Perbuatan tersebut dilakukan pada sore atau malam hari atau pada saat pegawai sudah pulang. Selanjutnya uang tersebut dibawa oleh terdakwa Ridwan ke meja Supervisor yang kemudian dimasukkan ke dalam tas terdakwa,” kata JPU Kejari Lebak, Andreas Marpaung saat sidang dakwaan, Kamis (15/8/2024) lalu.
Agar tidak ketahuan, Ridwan coba menutupi aksinya dengan cara melakukan penginputan fiktif pada Rekening Balancing System (RBS). Dirinya memanipulasi seolah-olah telah terjadi pengeluaran uang kas khasanah untuk keperluan tambah modal Teller 09.
“Terdakwa Ridwan mengeluarkan uang tersebut dari ruang khasanah seolah-olah untuk keperluan tambahan modal awala Teller guna kegiatan operasional pada hari itu dengan menggunakan dokumen pendukung yakni Penerimaan/Penyerahan Uang Tunai (PUT),” ujar Andreas.
Tim audit khusus kemudian mendapati adanya data transaksi penginputan uang keluar pada akun RBS senilai Rp5,2 miliar yang diduga karena adanya fraud. Kemudian adanya selisih kekurangan kas Bank Banten KCP Malingping sebesar Rp899 juta sehingga jumlah keseluruhan uang yang diambil oleh terdakwa Ridwan dari lemari Bank Banten KCP Malingping senilai Rp6,1 miliar.
Uang tunai yang diambil Ridwan kemudian dimasukkan ke rekening BRI dan BCA miliknya dengan cara meminta dua temannya bernama Agi Fahri dan Jajuli untuk melakukan setor tunai ke rekening milik mereka. Kemudian keduanya disuruh melakukan transfer.
“Sehingga uang yang masuk ke rekening terdakwa adalah senilai Rp5.308.650.000 yang mana seluruh uang tersebut telah habis dipergunakan oleh terdakwa untuk bermain judi online,” imbuhnya.
Selain untuk judi online, Ridwan menggunakan uang total Rp70 juta untuk membayar utang, untuk sponsor Hammer Pride dengan hadiah uang sebesar Rp23,5 juta, memberikan pinjaman kepada temannya sebesar Rp38,5 juta, mengajak pergi ke hotel Ubud Anyer serta pembayaran CV Asoka Maharani total Rp48,3 juta, dan pembelian minuman keras merek Baileys Orgiginal Irish Cream Rp580 ribu dan Lambrusco Sababay Rp310 ribu.
“Bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa Ridwan Bin Nasdi tersebut telah memperkaya dirinya sendiri sebanyak Rp6,1 miliar,” tuturnya.
(Dra/Red)