
SERANG – Dua terdakwa korupsi retribusi sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Cilegon dituntut 3 tahun dan 6 bulan penjara.
Keduanya yaitu bendahara penerimaan pada sub bagian keuangan DLH Kota Cilegon pada 2020, Madropik dan staffnya yang merupakan Tenaga Harian Lepas (THL) pada sub bagian keuangan, Rizky Prasandy.
Hal itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cilegon, Achmad Afriansyah membacakan tuntutan di depan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Serang, Selasa (11/3/2025).
Kata Achmad, keduanya terbukti melanggar Pasal 8 Jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kedua Jaksa.
“Supaya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menghukum terdakwa Madropik dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan penjara,” kata Achmad saat membacakan surat tuntutan kedua terdakwa secara bergiliran.
Selain tuntutan penjara, keduanya juga dituntut membayar pidana denda sebesar Rp150 juta subsider 3 bulan penjara.
Keduanya juga dituntut membayar Uang Pengganti (UP) masing-masing sebesar Rp336 juta yang bila tidak dibayar maka harta bendanya disita oleh negara dan jika tidak mencukupi maka diganti pidana penjara selama 1 tahun dan 9 bulan.
Mengenai keadaan yang memberatkan tuntutan, perbuatan keduanya dinilai tidak sejalan dengan program pemerintah dalam hal pemberantasan korupsi.
Sedangkan keadaan yang meringankan, keduanya belum pernah dihukum, sopan selama persidangan, dan menyesali perbuatannya.
“Terdakwa mengakui perbuatan dan menyesali perbuatannya,” ujar Achmad.
Diketahui sebelumnya, dua mantan pegawai DLH Kota Cilegon itu terjerat perkara korupsi dana retribusi sampah 65 perusahaan di Kota Cilegon yang merugikan keuangan negara dalam hal ini Pemkot Cilegon sebesar Rp673 juta.
“Memperkaya diri terdakwa atau orang lain yaitu Madropik yang merugikan keuangan negara sebesar Rp673 juta,” Kata jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Cilegon, Achmad Afriansyah saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Serang, Senin (25/11/2024) lalu.
Dalam sidang perdana itu, Achmad membacakan dakwaan kedua terdakwa secara bergantian di depan ketua majelis hakim, Mochamad Ichwanudin. Dalam dakwaannya, ia menyebut kalau keduanya bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak menyetorkan retribusi dari 65 perusahaan ke kas daerah
“Penyetoran retribusi pelayanan persampahan dari perusahaan – perusahaan pada tahun 2020 dan tahun 2021 yang terdakwa terima seharusnya disetorkan ke kas daerah namun terdakwa tidak menyetorkan ke kas daerah,” kata Achmad
Perusahaan yang dana retribusi sampahnya dicatut oleh keduanya merupakan perusahaan jasa transporter yang tugasnya mengantarkan sampah-sampah dari perusahaan di Cilegon ke TPSA Bagendung.
Pada tahun 2020 ada 38 perusahaan yang dana retribusinya tidak masuk ke kas daerah sebesar Rp492 juta dan pada tahun 2021 ada sebanyak 27 perusahaan dengan dana retribusi yang tidak masuk sebesar Rp181 juta. Keseluruhan perusahaan berjumlah 65 perusahaan dengan total dana retribusi yang tidak disetorkan sebesar Rp673 juta.
Agar tidak ketahuan, keduanya melakukan manipulasi atas Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) dan Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD). Keduanya bahkan memalsukan tandatangan Kepala Dinas DLH Kota Cilegon.
“Atas pembayaran retribusi yang diterima Madropik dan Terdakwa (Rizky) tidak seluruhnya disetor ke Kas Daerah, untuk itu Saksi Madropik membuat SKRD dan SSRD palsu yang disesuaikan dengan nilai nominal yang disetorkan ke Kas Daerah. Tanda tangan Kepala Dinas yang tercantum pada SKRD dipalsukan, sedangkan SKRD dan SSRD yang asli dimusnahkan dengan cara dibakar,” ujar Achmad.
Penulis: Audindra Kusuma
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd