SERANG – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Serang yang dipimpin oleh Hosianna Mariani Sidabalok menjatuhkan vonis 6 tahun dan 6 bulan penjara terhadap mantan Kepala UPTD Samsat Malingping Samad. Samad dinilai bersalah karena menyalahgunakan jabatan dan memperkaya diri dalam pengadaan lahan Samsat Malingping tempatnya bertugas.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan 6 tahun dan 6 bulan penjara. Menjatuhkan pidana tambahan berupa denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp680 juta subsider dua tahun penjara. Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun,” kata Hosianna membacakan amar putusan, Kamis (28/10/2021) petang.
Samad dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf i jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dan ditambah UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor. Hal-hal yang memberatkan, Samad telah merugikan negara dan sangat berdampak terhadap pembangunan serta tidak mendukung program pemerintah dalam upaya memberantas korupsi dan menghambat pembangunan. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan dalam persidangan.
Terhadap putusan majelis hakim baik terdakwa Samad dan JPU mengaku pikir-pikir.
Sebelumnya, Kepala Samsat Malingping Samad dituntut pidana penjara selama 7 tahun penjara oleh JPU Kejati Banten, Selasa (19/10/2021) silam. Menurut JPU, Samad telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan lahan untuk gedung Samsat baru, di Desa Malingping Selatan, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak pada 2019 dengan taksiran kerugian negara sebesar Rp680 juta.
Kasus yang menjerat Samad itu berawal pada 2018 lalu. Ketika itu, Pemprov Banten membutuhkan lahan seluas satu hektare untuk membangun kantor Samsat Malingping. Lalu, untuk menyiapkan lahan tersebut, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten Opar Sohari menunjuk Direktur Trigada Laroiba Mitra Bambang Ermanto untuk mengerjakan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah (DPPT).
Menindaklanjuti penunjukan Opar, Bambang melakukan survei dan menyusun DPPT. Hasil kerjanya itu diserahkan Bambang kepada PPTK Ari Setiadi. Dari survei dan DPPT Bambang, lokasi tanah yang direkomendasikan berada di tepi Jalan Baru Malingping – Saketi, Desa Malingping Selatan direkomendasikan lahan seluas 2.100 meter persegi atas nama Uyi Sapuri.
Selain milik Uyi, terdapat dua tanah lagi yang direkomendasikan. Tanah itu milik Cicih Suarsih seluas 1.707 meter persegi dan Ade Irawan Hidayat seluas 4.400 meter persegi. Samad yang mengetahui lokasi dan pemilik berdasarkan DPPT dan studi kelayakan menawar ketiga tanah tersebut. Dari upaya tersebut, berhasil membeli dua bidang tanah milik Ade Irawan Hidayat dan Cicih Suarsih.
Tanah tersebut dibeli Samad dengan harga Rp100 ribu permeternya. Saat transaksi, Samad menutupi identitasnya dengan cara meminta orang lain sebagai pembeli. Untuk tanah milik Ade, Samad meminta Apriyatna sebagai orang yang menandatangani Akta Jual Beli (AJB). Sedangkan, tanah milik Cicih Samad meminta bantuan dari Uyi Sapuri.
Dari appraisal, harga jual ketiga tanah tersebut Rp5,5 miliar. Akan tetapi, saat Pemprov Banten akan membeli ketiga tanah tersebut, tanah milik Samad atas nama Apriyatna diketahui bermasalah karena tumpang tindih sertifikat. Oleh karena itu, bidang tanah tersebut tidak terpilih.
Baca juga : Bekas Kepala Samsat Malingping Dituntut 7 Tahun Penjara
Selanjutnya, Samad menghadiri negosiasi antara Opar, KJPP, Uyi Sapuri dan Euis. Hasil negosiasi disepakati harga sebesar Rp500 ribu permeter persegi. Kemudian dilaksanakan ganti rugi lahan.
Setelah transaksi jual beli, Samad memerintahkan Asep Saepudin untuk mendampingi Uyi Sapuri ke Bank Banten Unit Malingping untuk menarik uang tunai. Dari penjualan lahan, Samad mendapat Rp850 juta. Uang tersebut merupakan hasil penjualan tanah seluas kurang lebih 1.700 meter persegi yang dibeli dari Cicih Suarsih.
(You/Red)