SERANG – Penangguhan dua tersangka pada kasus pemerkosaan gadis difabel mental di Kota Serang berbuntut panjang. Kali ini sorotan datang dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengatakan pihaknya akan mengirimkan surat klarifikasi kepada Polda Banten atas perkara tersebut sebab kasus perkosaan bukanlah delik aduan melainkan delik biasa yang proses pidananya harus tetap dilanjutkan.
“Kompolnas akan melakukan klarifikasi terhadap perkara ini. Saya merekomendasikan Wassidik dan Propam turun untuk memeriksa penyidik. Perkosaan adalah delik biasa, bukan delik aduan, sehingga meskipun pelaku bermaksud mencabut kasus, maka proses pidananya tetap harus jalan,” ujar Poengky ketika dikonfirmasi pada Jumat (21/1/2022).
Terkait tindakan restorative justice dengan alasan adanya pencabutan laporan dan musyawarah antara keluarga pelaku dengan korban, Poengky menilai langkah yang diambil oleh Polres Serang Kota bukanlah cara yang tepat sebab kasus kejahatan seksual bukanlah kasus ringan.
Dalam kasus perkosaan tersebut ada korban yang wajib dilindungi dan jika memakai restorative justice maka korban dapat menjadi korban berulang (reviktimisasi).
“Alasan restorative justice itu kasus-kasus pidana yang sifatnya ringan. Bukan kasus perkosaan, apalagi terhadap difabel yang wajib dilindungi. Dalam kasus ini, sensitivitas penyidik harus tinggi,” kata Poengky.
Poengky juga menyayangkan adanya penangguhan yang dilakukan oleh Polres Serang Kota kepada dua tersangka.
“Sangat disayangkan jika penyidik membebaskan dua orang pelaku perkosaan dengan alasan perkara sudah dicabut oleh pelapor. Alasan pencabutan laporan karena adanya perdamaian dengan cara kesediaan pelaku untuk menikahi korban yang telah hamil 6 bulan juga perlu dikritisi, mengingat pelaku sebelumnya telah tega memerkosa korban, sehingga aneh jika kemudian menikahkan pelaku perkosaan dengan korban,” tegas Poengky.
Sebelumnya diberitakan, dua tersangka yakni paman kandung korban, EJ(39) dan tetangga korban, S (47) telah ditangkap akibat perbuatan bejatnya kepada gadis difabel mental.
Atas kelakuannya, gadis tersebut saat ini mengandung selama 6 bulan.
Keduanya dikenakan Pasal 286 dengan ancaman hukuman penjara di atas 5 tahun. Namun setelah 41 hari ditahan sejak sekitar November 2021, kedua pelaku mendapat penangguhan pada Januari 2022 dikarenakan adanya pencabutan laporan dari pihak pelapor serta musyawarah yang dilakukan antar keluarga korban dan pelaku.
Penangguhan itu mendapat sorotan dari sejumlah pihak termasuk akademisi dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) karena dinilai seharusnya proses hukum untuk perkara tetap dilanjutkan meski dilakukan penangguhan terhadap pelaku.
Tak berhenti di situ, publik kembali mengecam mengenai korban yang akhirnya dinikahkan dengan pelaku S. Sebab pernikahan terhadap korban pemerkosaan bukanlah jalan tengah atau win-win solution. (Nin/Red)