PANDEGLANG – Rudi Yana Jaya, peserta seleksi Panwascam di Kabupaten Pandeglang melaporkan Komisioner Bawaslu Pandeglng ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Bawaslu Banten, Senin (23/12/2019) kemarin.
Rudi menduga ada sejumlah kejanggalan dalam seleksi Panwascam di Kabupaten Pandeglang. Rudi menyebut, beberapa panwascam yang lolos seleksi ternyata berstatus ASN, pengurus parpol, tenaga honorer, perangkat desa, staf KUA, dan pendamping UKM Dinkop Banten, serta tidak diumumkannya hasil CAT.
Dalam laporannya yang dikirim ke Bawaslu Banten dan diterima Badrul Munir dan Muhamad Naseh serta Tim Pemeriksa Daerah DKPP Iin Ratna Sumirat, Rudi menyampaikan bahwa Bawaslu Pandeglang tidak mempublikasikan hasil CAT dan wawancara, meloloskan peserta yang berlatarbelakang PNS dan pegawai kontrak pemerintah daerah yang honornya bersumber dari APBD/APBN. Katanya, pasal-asal yang dilanggar Bawaslu adalah asas-asas Pemilu dan prinsip penyelenggaraan Pemilu yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proforsional, akuntabel, efektif, dan efisien, serta pelanggaran terhadap kode etik dan sumpah janji jabatan sebagai penyelenggara pemilu.
“Selaku masyarakat awam saya melihat ada ketiakadilan dalam seleksi Pamwascam serta adanya indikasi upaya sistematis Bawaslu mengambil hak orang lain khususnya dari pendamping desa, PKH, dan BPD untuk jadi bagian pengawas Pemilu. Indikasi ini sangat kuat karena Bawaslu Pandeglang sebelum seleksi meminta data pendamping ke sejumlah OPD Pandeglang. Saya senang laporan diterima langsung oleh Bawaslu Banten dan DKPP. Katanya mereka akan mengkaji,” kata Rudi, usai melapor.
Dalam bagian laporan lainnya, Rudi juga menulis bahwa Bawaslu Pandeglang dengan sengaja tidak mengumumkan hasil CAT kepada peserta sehingga menimbulkan kecurigaan dari peserta serta paasinggrade tidak pasti dan tidak transparan sebagaimana amanat UU KIP. Biasanya kata Rudi, hasil CAT dalam seleksi penyelenggara misalnya Bawaslu Banten dan KPU Banten bahkan Bawaslu Pandeglang hasil CAT-nya diumumkan sehingga publik mengetahui sejauhmana kapasitas dan kompetensi peserta.
Hal lain yang disoroti adalah tidak adanya informasi dibukanya tanggapan masyarakat atas peserta yang mendaftar Panwascam kecuali sekilas informasi yang ada di website pandeglangkab.bawaslu.go.id. Padahal masa tanggapan dari masyarakat menjadi prioritas agar Bawaslu mendapatkan sosok-sosok Panwascam yang sesuai harapan, kompeten dan berintegritas serta tidak melanggar ketentuan perundang-undangan.
“Berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh anggota Panswascam terpilih sebagaimana dalam keputusan Bawaslu Pandeglang Nomor: 317/K/BT.02/KP.01.00/XII/2019, terdapat beberapa nama anggota Panwascam terpilih yang saya amati tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai anggota Panwascam karena terindikasi sebagai anggota dan pengurus partai politik, rangkap jabatan, TKK, TKSK, pendamping UKM Dinas Koperasi Provinsi Banten. Nama dan bukti pendukungnya sudah saya sertakan dalam laporan ke DKPP dan Bawaslu,” tegasnya.
Rudi menambahkan, dalam pengumuman tersebut masih ada sejumlah nama yang TSM karena berstatus sebagai PNS, pendamping UKM, tenaga honorer atau pekerja penerima upah dari APBD/APBN. “Kelulusan beberapa nama sebagaimana disebut di atas diduga melanggar asas keadilan, akuntabilitas, dan transparansi sekaligus Bawaslu Pandeglang melanggar komitmenya sendiri tidak akan mentolelir pendaftar yang double job.
“Sehubungan dengan kejadian tersebut di atas, agar DKPP memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu.” (Ink/Red)