Beranda Sosial Kisah di Balik Hari Batik Nasional

Kisah di Balik Hari Batik Nasional

Kain batik. (Pegipegi.com)
Follow WhatsApp Channel BantenNews.co.id untuk Berita Terkini

 

JAKARTA – Setiap tanggal 2 Oktober, Indonesia memperingati Hari Batik Nasional. Peringatan ini terjadi ketika batik memperoleh pengakuan dunia pada tahun 2009 dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization ( UNESCO).

Organisasi ini menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia tak benda atau intangible cultural heritage.

Arsip pemberitaan Harian Kompas, 13 September 2009 menyebutkan, Batik Indonesia didaftarkan untuk mendapat status ICH melalui kantor UNESCO di Jakarta oleh kantor Menko Kesejahteraan Rakyat mewakili pemerintah dan komunitas batik Indonesia, pada 4 September 2008.

Harian Kompas, 3 Oktober 2009 menyebutkan, dari 76 seni dan budaya warisan dunia yang diakui UNESCO saat itu, Indonesia hanya menyumbangkan satu. Adapun China ketika itu menyumbangkan 21 dan Jepang menyumbangkan 13 warisan.

Menurut UNESCO, batik dinilai sebagai ikon budaya yang memiliki keunikan dan filosofi mendalam, serta mencakup siklus kehidupan manusia. Saat itu, setelah UNESCO resmi menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia tak benda.

Presiden SBY meminta seluruh masyarakat Indonesia pada tanggal 2 Oktober 2009 mengenakan batik.

Sebelum batik, UNESCO telah menyatakan wayang dan keris sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia.

Sekilas tentang Batik

Batik telah berkembang di berbagai daerah di Indonesia. Namun menurut maestro batik Iwan Tirta dalam bukunya A Play of Light and Shades, batik boleh jadi berkembang secara bersamaan di beberapa tempat di dunia.

Di Indonesia sendiri, Iwan menyebut pada akhir abad ke-19 seorang akademisi bernama Rouffer melaporkan adanya motif batik sehalus gringsing diproduksi di Kediri pada abad ke-12.

Corak batik tersebut menggambarkan sisik ikan. Ini artinya, kemungkinan besar, motif batik tersebut dibuat menggunakan canting.

Kemudian dalam perkembangannya, batik berkaitan erat dengan kesenian lain yakni wayang, tarian, dan lagu. Oleh karenanya, batik memiliki ciri yang terkait dengan komunitas pembuatnya.

Baca Juga :  Konferensi Meja Makan, Ajak Generasi Muda Cintai Kuliner Banten

Bahkan, sebagian cirinya menggambarkan suasana zaman dan alam sekitarnya. Batik pada perjalanannya kemudian diproduksi untuk keperluan komersial, meski sebagian lain ada juga yang menggunakan batik untuk melengkapi kebutuhan adat serta tradisi.

Tetapi, ia berpendapat, batik Jawa menjadi sangat halus karena coraknya yang berkembang luas. Selain itu, batik Jawa juga memiliki keistimewaan lain yakni metode pewarnaannya yang maju, serta ada penyempurnaan dalam tekniknya.

Iwan menyebut, cikal bakal batik bentuknya lebih sederhana. Adapun kain simbut dari Banten merupakan salah satu contoh batik paling awal yang pernah ada. Kain ini dibuat dengan menggunakan bubur nasi sebagai perintang warna.

Kemudian kain ma’a dari Toraja juga menggunakan teknik serupa dalam pewarnaan, yakni menggunakan bubur nasi. Bahkan para ahli menduga, batik berasal dari wilayah Toraja karena wilayahnya yang terisolasi di pegunungan.

Hal ini kemudian memunculkan teori bahwa Indonesia bisa jadi merupakan tempat lahirnya batik pertama. (Red)

Sumber : Kompas.com

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News