SERANG – Beberapa daerah di Banten menyambut pertengahan Ramadan dengan tradisi qunutan. Pada tradisi ini, warga memasak makanan khas untuk disantap sendiri, dibagikan ke kerabat, juga untuk dibagikan di mushola atau masjid. Masakan paling khas di tradisi ini adalah ketupat, sayur kulit tangkil (melinjo-red), sayur labu. Sementara untuk lauknya adalah opor ayam, telor balado, atau semur daging.
Tradisi ini diawali warga dengan membuat kurung atau anyaman kupat dari janur. Atau untuk lebih praktis warga membeli kulit ketupat ini dari pasar. Setelah itu warga memasak anyaman ketupat berisi beras Selain itu warga juga memasak sayur dan lauk pauk sebagai pelengkap menyantap ketupat.
Menjelang magrib, biasanya warga membagikan ketupat dan lauk pauk yang sudah matang kepada saudara atau kerabat dekat. Warga juga menjadikan makanan ini sebagai sajian utama untuk berbuka puasa.
Selain untuk disantap di rumah, ketupat dan lauk pauknya ini juga dibawa ke masjid atau mushola. Warga selanjutnya ngeriung (doa bersama – red) selepas magrib atau tarawih. Ketupat dan lauk pauk yang sudah dibacai doa ini kemudian dibagikan kepada warga yang hadir untuk dibawa pulang.
Tradisi qunutan merupakan bentuk rasa syukur warga yang telah menjalani separuh dari bulan puasa. Tradisi ini juga untuk saling berbagi dan mempererat silaturahmi. Tradisi qunutan ini juga ditandai dengan pembacaan doa qunut pada akhir rakaat tarawih. Pembacaan doa qunut pada akhir rakaat tarawih akan berlangsung hingga akhir Ramadan.
Dikutip dari Journal of Ethnic Foods (Science Direct, Maret 2018) dari Angelina Rianti dan koleganya, ketupat melambangkan permintaan maaf dan berkah.
Bahan utama ketupat yakni beras dan daun kelapa muda atau janur yang memiliki makna khusus. Beras dianggap sebagai lambang nafsu, sedangkan janur berarti “jatining nur” (cahaya sejati) dalam Bahasa Jawa yang artinya hati nurani.
Sehingga, ketupat digambarkan sebagai simbol nafsu dan hati nurani. Artinya, manusia harus bisa mengendalikan nafsu dunia dengan hati nuraninya.
Dalam bahasa Sunda, ketupat disebut juga dengan “kupat,” yang artinya manusia tidak diperbolehkan untuk “ngupat,” yaitu membicarakan hal-hal buruk kepada orang lain. (Ink/red)