Beranda Ramadan Ketupat dan Sambelan Buraq, Makanan Khas Tradisi Qunutan di Banten

Ketupat dan Sambelan Buraq, Makanan Khas Tradisi Qunutan di Banten

Ilustrasi - foto istimewa google.com
Ketupat. (IST)

BANTEN – Pertengahan bulan Ramadan menjadi berkah tersendiri bagi keluarga Nurdiansyah di Jombang Kali, Cilegon, Banten. Sehari menjelang pertengahan Ramadan, keluarga ini sibuk memasak ribuan ketupat. Sepanjang hari itu, dapur rumah bercat hijau itu memasak ribuan ketupat. Setelah matang, ketupat diangin-angin dengan cara disimpan dengan alas goni hingga memenuhi ruang di dalam rumah hingga ke pelatarannya. “Biar kuat dan tahan basi,” ujar Nurdi, Minggu (16/4/2022).

Makanan berbahan dasar beras dibungkus janur kelapa yang telah matang selanjutnya dijual ke beberapa pasar tradisional di Kota Cilegon. Keluarga Nurdi sudah puluh tahun jadi pemasok ketupat di wilayah Cilegon dan sekitarnya.

Pada pertengahan Ramadan permintaan akan ketupat semakin meningkat. Hal ini terjadi karena di Kota Cilegon, termasuk beberapa wilayah lainnya di Provinsi Banten ada tradisi ngupat atau qunutan pada pertengahan Ramadan.

Tradisi ngupat merujuk pada makanan yang disajikan pada pertengahan bulan Ramadan. Sementara qunutan merujuk pada bacaan doa qunut yang dibaca di akhir shalat witir saat ibadaj tarawih pada pertengahan hingga akhir Ramadan.

Iwan Subakti, pengamat kuliner di Kota Serang melalui akun Facebooknya menyatakan, pada tradisi qunutan, ketupat biasanya akan disajikan bersama sayur pepaya, opor ayam, semur goreng, sambal goreng kentang dan sambelan buraq.

“Bintangnya adalah sambal Buraq. Namanya saja sambal, namun kenyataannya tidak berbentuk sambal dan juga tidak terlalu pedas. Berbahan dasar kulit tangkil (melinjo), cabai hijau dan petai, di beberapa daerah ditambahkan tempe dan kacang panjang. Sepintas hidangan ini sangat mirip dengan sajian lontong capgomeh, hanya sambal buraq yang memjadi pembeda,” tulisnya.

Selain untuk disantap bersama keluarga, sajian ketupat ini biasanya dibawa ke masjid untuk acara doa bersama atau ngariung. Setelah didoakan, ketupat akan dibagikan ke jamaah yang ikut ngariung. Acara ngariung ketupat ini dilakukan berbeda-beda waktunya di tiap daerah, ada yang selepas ashar, selepas maghrib, atau selepat tarawih.

KH Amas Tajudin, tokoh agama yang juga salah satu pengurus MUI Kota Serang menyatakan bahwa qunutan bisa dimaknai menurut agama dan tradisi.

Jika berdasarkan tuntunan agama, berasal dari doa qunut yang dibaca pada raka’at terakhir salat witir yang biasanya dimulai sejak hari ke 15 Ramadan sampai akhir Ramadan.

Sedangkan ada juga yang mengistilahkan qunutan berdasarkan tradisi, sebagai sarana dakwah, bersedekah, dan memakmurkan masjid ataupun musala dengan cara ngariung dan berdoa bersama-sama. (Ink/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News