TANGSEL – FS, yang menjabat sebagai Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) ditetapkan tersangka oleh penyidik Subdit Harda Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan penipuan dan penggelapan dalam bisnis alat kesehatan (alkes).
Status tersangka ini diketahui dari surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) kasus tersebut, yang beredar di kalangan wartawan. SP2HP ke-3 ini bernomor B/315/I/RES.1.11./2023/Ditreskrimum.
Kasus ini sendiri laporannya dibuat direktur sebuah perusahaan inisial YR pada 3 Agustus 2021 lalu, dan teregister dengan nomor LP/B/3715/VIII/2021/SPKT/Polda Metro Jaya.
Adapun dalam SP2HP, dijelaskan langkah-langkah penyidikan polisi dalam kasus dengan kerugian awal Rp 2,8 miliar tersebut. Antara lain penyidik melakukan pemeriksaan saksi-saksi, menyita dokumen dan barang bukti, serta mengirimkan surat permohonan izin penetapan penyitaan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Upaya penting dari penyidik yang tertuang dalam SP2HP itu, yaitu bahwa mereka telah melakukan gelar perkara guna menetapkan status tersangka. Penyidik juga telah mengirimkan surat pemberitahuan penetapan tersangka kepada Kejaksaan Tinggi Banten.
“(poin) f. rencana penyidikan selanjutnya: melakukan pemeriksaan tersangka atas nama dr. FS dan Ir. SES,” bunyi poin terakhir dalam SP2HPSP2HP tersebut.
Saat dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko yang dikonfirmasi mengenai SP2HP ini, mengaku belum mendapat informasi. Ia mengaku belum tahu apakah FS telah ditetapkan sebagai tersangka atau belum.
“Belum, belum dapat saya. Belum dapat apa-apa, belum pegang apa-apa saya (informasi soal SP2HP FS tersangka),” ujar Trunoyudo kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, kemarin.
Sebelumnya, Trunoyudo juga menjawab normatif saat ditanyai mengenai kasus ini.
“Ya pasti kasus setiap prosedurnya diterima akan dilakukan penelitian, dari penelitian kasus, kemudian lakukan penyelidikan. Apa tujuan penyelidikan? Untuk membuat terang suatu perkara atau peristiwa pidana atau bukan,” ujar Trunoyudo di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, pada Rabu lalu (25/1/2023).
“Kalau pidana, gelar perkara berarti naik lagi untuk penyidikan,” imbuhnya.
Trunoyudo memastikan siapa pun warga negara yang dilaporkan ke polisi, pasti diproses hukum. Menurutnya, tidak ada tebang pilih dalam penegakan hukum.
“Dalam konteks proses penyidikan, sesuai alat buktinya bagi penyidik ya pasti diproses. (Itu) aturan hukum, KUHAP,” jelas dia.
Adapun YR, mengaku mendapat informasi bahwa FS telah ditetapkan penyidik sebagai tersangka.
“Itulah yang menjadi delik aduan kami. Ada penipuan dan juga ada penggelapannya. Prosesnya saat ini saya mendapat (informasi) dia (FS) sudah dipanggil sebagai tersangka oleh pihak Polda Metro Jaya,” ujar YR.
Sementara, pengamat kepolisian Sahat Dio berharap polisi transparan dalam penanganan kasus ini. “Bukan cuma kasus ini, kasus yang lain pun harus terbuka ke publik. Publik yang dalam hal ini diwakili wartawan,” ujar Sahat Dio.
Sebab, kata dia hal ini sesuai Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, yang juga harus dijalankan kepolisian selaku merupakan aparatur pemerintah. Transparansi kasus juga sejalan dengan program Presisi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Kepanjangan dari slogan Presisi Kapolri salah satunya ialah transparansi. Kapolri Sigit meminta anggotanya menjalankan program Polri yang Prediktif, Responsbilitas, Transparansi, Berkeadilan yang disingkat Presisi,” tutur Sahat.
“Sehingga jika penyidik khususnya direktur atau juru bicara tak transparan dalam kasus tersebut, sama saja melanggar perintah Kapolri. Ketidakterbukaan ini dapat menimbulkan persepsi miring. Kecurigaan. Apa sih yang mau ditutup-tutupi ini? Jadi lebih baik terbuka saja,” imbuhnya. (Ihy/Red)