Beranda Hukum Kepala Balai TNUK Bantah Kejanggalan Proyek JRSCA

Kepala Balai TNUK Bantah Kejanggalan Proyek JRSCA

Bangunan di area Bumi Perkemahan Tanjum Lame rusak dan tak terawat, 29 Juni 2024. (Dok.Tim KJI Banten)

SERANG – Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Ardi Andono memberikan hak jawab mengenai liputan kami yang berjudul “Proyek Mangkrak Penyelamatan Badak“. Liputan itu tayang pada 12 September 2024 lalu.

Ardi sebelumnya enggan berkomentar dan menyatakan tanggung jawab ada pada mantan Kepala TNUK Anggodo, akhirnya angkat bicara.

Ardi membantah beberapa titik Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) terbengkalai. Menurutnya, proyek itu dibangun menggunakan anggaran Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp130 miliar dan telah diinisiasi sejak 2007 silam.

“Hingga saat ini bangunan tersebut dimanfaatkan dan digunakan dengan baik,” ujar Ardi dalam keterangan tertulis yang diterima Bantennews terima, Sabtu (23/11/2025).

Anggaran SBSN kata Ardi digunakan untuk kontruksi bangunan, jalan, dan jembatan. Jumlah anggaran pada 2019 senilai Rp18.978.193.557 lalu pada tahun 2021 senilai Rp15.251.089.130 dan tahun 2022 sebesar Rp96.159.660.000.

Lalu untuk anggaran konservasi badak jawa di Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN tahun 2018 hingga 2022, rinciannya untuk monitoring Rp3.007.569.000 dan untuk patroli Resor Based Management (RBM) sebesar Rp248.200.000.

“Pekerjaan konstruksi yang ada di JRSCA baik tahap I dan II  tidak berkaitan dengan perlindungan Badak Jawa, sehingga tidak ada kaitannya dengan perburuan badak di TN Ujung Kulon. Sebagai analogi, orang membangun gedung pengelolaan tidak dibebani kegiatan patroli, mereka hanya fokus pada pekerjaan kontruksi bangunan,” ujarnya.

Disebut Ardi, tidak ada korelasi antara dana kontruksi dengan perlindungan badak jawa. Monitoring badak jawa dilakukan dengan pemasangan kamera jebakan atau trap camera dengan hasil jumlah badak dengan perhitungan metode Spatially Explicit Capture Recapture (SECR) dan metode album dengan terlibatnya ahli yang berlatarbelakang akademisi, peneliti, dan Non Goverment Organization.

Patroli Berbasis Resort

Bantahan juga dikatakan Ardi mengenai anggaran sebesar Rp3,24 miliar untuk jasa konsultasi manajemen kontruksi pembangunan JRSCA.

Ardi menjelaskan pada tahun 2019 terdiri dari konsultan perencanaan review DED sebesar Rp49.900.000 yang dikerjakan oleh PT Raditya Karya Konsultan dan jasa konsultan perencana teknis sebesar Rp99.055.000 dan dikerjakan oleh CV Harsa Pratama.

Kemudian jasa konsultan pengawas sebesar Rp715.621.000 yang pelaksanaannya dilakukan PT Zafran Sudrajat Konsultan sebesar Rp412.610.000, KI (Konsultan Individu) dan Selamet Ari Supriyadi sebesar Rp3.300.000.

Lalu Sketsa Karya Mandiri dengan jumlah Rp224.840.000, PT SAS sebesar Rp8.250.000, CV Niagatama Konsultan sebesar Rp66.621.000.

“Total keseluruhan jasa konsultan adalah Rp.864.576.000, sedangkan untuk tahun 2021-2022 Konsultan Management Kontruksi senilai RP. 2.147.808.400 yang dilaksanakan oleh PT. Bennatin Surya Cipta,” imbuhnya.

Bangunan Pos jaga Aermokla yang proyeknya dilaksanakan oleh CV Tubagus Corp dibantah terbuat dari triplek. Pos itu disebut dibangun dengan model rumah panggung dan menggunakan material dinding panel, spesifikasi sandwich panel eps 95 cm. Pos itu juga dikatakan berfungsi sebagai tempat transit untuk petugas yang berpatroli.

“Bukan dari triplek seperti yang disampaikan. Berdasarkan hasil evaluasi, bahwa dengan menggunakan metode berbasis resort tidak efektif karena mudah diketahui oleh para pemburu dan pelanggar, sehingga dirubah menjadi Fully Protection Area System sejak tahun 2024 dan lebih berhasil menghentikan perburuan badak jawa dan satwa lainnya,” tuturnya.

Jembatan penghubung di Desa Rancapinang dengan anggaran Rp4,4 miliar juga dibantah balai TNUK. Jembatan itu dijelaskan, dibangun dengan rangka aksesibilitas kegiatan JRSCA dengan panjang 40 meter dan lebar 3,3 meter. Lalu, panjang oprit 3,65×2 (kiri-kanan) meter persegi. Anggarannya sebesar Rp 4.079.880.000,-

Bantahan selanjutnya mengenai habitat kedua badak Jawa yang diusulkan dipindah ke Cagar Alam Leuweung Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi, Jawa Barat. Kata Ardi hal tersebut sudah tidak relevan.

Memang sempat dilakukan pencarian lokasi alternatif badak Jawa di luar kawasan TNUK. Hasilnya penolakan dari masyarakat Taman Nasional Gunung Halimun Salak mencapai 54 persen.

Lalu di Suaka Margasatwa Cikepuh, dilansirndari Jurnal Ribai dkk, pada 2015 lalu, disebutkan lokasinya untuk badak Jawa kesesuainnya mencapai 88,2 persen.

Pemindahan Badak Jawa Tidak Ada Jaminan Bagi Kemanan Badak Jawa

Ardi juga merespon hasil wawancara KJI dengan peniliti Auriga, Rizki Is Hadianto yang mengatakan anggaran pembangunan JRSCA seharusnya beriringan dengan persiapan pemindahan badak. Karena akhirnya proyek penunjang JRSCA terbengkalai dan timbul biaya tambahan untuk perawatan.

Menurut Ardi, kesiapan sarana dan prasarana JRSCA memang harus didahulukan sebelum pemindahan badak agar keberhadipan program terjamin.

“Pemindahan badak jawa dari habitat asli ke JRSCA diperlukan studi yang mendalam oleh para ahli dan disetujui oleh kementerian, terkait cara memindahkan, individu terpilih, fasilitas pengangkutan, fasilitas kandang, karantina, tenaga medis, tenaga keeper dan lain sebagainya, oleh karena itu diperlukan waktu yang cukup lama untuk menyepakatinya dan melengkapinya,” ujar Ardi.

Kemudian Ardi juga menanggapi komentar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Siti Juliantari Rachman yang mengatakan pengadaan barang dan jasa untuk protek JRSCA tidak sesuai kebutuhan.

Menanggapi hal itu, Ardi mengaskan proyek JRSCA telah didiskusikan bahkan sebelum tahun 2007 dan tercatat dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) badak Jawa tahun 2007 sampai 2017.

Hal itu juga katanya tertuang dalam dokumen roadmap JRSCA tahun 2015-2025 dengan SK Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Isinya menyatakan pembangunan JRSCA penting dilakukan karena presentase populasi badak Jawa diharuskan di atas 20 persen.

Saat ini penguatan JRSCA tercantum dalam Surat Edaran Direktur Jenderal KSDAE Nomor SE.3/KSDAE/KKHSG/KSA.2/3/2023 yaitu Sistem Manajemen JRSCA sebagai pusat pengelolaan populasi badak jawa terbentuk dan beroperasi.

“Berdasarkan data TNUK bahwa selama satu dekade ini kelahiran badak jawa hanya 3 ekor per tahun rata-rata dan akan berdampak kepunahan secara sistematis, belum lagi dengan menurunnya DNA yang ada selama ini akibat perkawinan sedarah/kerabat. Untuk itu diperlukan bangunan dan fasilitas untuk breeding terkontrol termasuk untuk mempercepat masa kawin, mempersingkat waktu sapih, termasuk kearah ART (Artifisial Reproduktion Teknologi) dan Bio Bank untuk meningkatkan angka kelahiran badak jawa dan perbaikan kondisi DNA,” tuturnya.

Proses perencanaan pembangunan JRSCA telah melalui tahapan sesuai prosedur dengan telah disusunnya studi kelayakan (feasibility study) pembangunan JRSCA pada tahun 2018 yang penyusunannya difasilitasi Yayasan Badak Indonesia.

Pada tahun 2021 melalui anggaran SBSN dokumen feasibility tersebut kemudian di revisi oleh Balai TNUK bekerja sama dengan tim ahli dari IPB melalui swakelola tipe 2. Di tahun yang sama tim ahli dari IPB juga menyusun Dokumen Enviromental Impact Assesment (EIA) sebagai prasyarat yang diminta oleh UNESCO sebelum proses pembangunan JRSCA dilakukan. JRSCA ini juga telah ada Feasility Study (FS) yang di lakukan oleh IBP tahun 2021. Dalam proses feasibility study juga dilibatkan masyarakat dalam bentuk diskusi diskusi di setiap kampung oleh para ahli dari IPB.

Kemudian pernyataan seorang pengusaha asal Ujung Kulon bernama Samsuri yang menyebut proses lelang kontruksi saat itu di TNUK dilakukan dengan lelang terbatas juga dibantah Ardi.

Kata Ardi, istilah lelang terbatas sudah tidak digunakan karena merujuk Perka LKPP No.12 Tahun 2021. Dalam pelaksanannya pemilihan penyedia jasa kontruksi pada pekerjaan pembangunan JRSCA terdiri dari 18 paket tender pekerjaan kontruksi dan dua paket seleksi pekerjaan perencanaan dan manajemen kontruksi.

“Dikarenakan keterbatasan personil Pokja Pemilihan, maka Balai TNUK mengajukan permohonan bantuan tenaga Pokja Pemilihan melalui surat S.1081/T.12/TU/Ren/12/2020 tanggal 3 Desember 2020. Proses Pemilihan Penyedia dilakukan secara terbuka dan diumumkan dalam aplikasi LPSE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” kata Ardi.

Terkait perusahaan pemenang yang menyerahkan pekerjaan lapangan kepada sub kontraktor juga dibantah Ardi. Ia berpedoman dengan aturan mengenai sub kontraktor dalam Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021.

Aturan itu berkaitan soal prestasi pekerjaan, pembayaran kepada penyedia baru yang dilakukan saat kontraktor utama sudah melunasi pembayaran dan melampirkan bukti pembayaran terhadap sub kontraktor sesuai dengan realisasi pekerjaannya. Hal itu diatur dalam Pasal 53 ayat (3).

Dalam Pengadaan meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Koperasi maka Penyedia Usaha non Kecil atau koperasi dapat melakukan kerjasama dalam bentuk salah satunya subkontrak, jika ada usaha kecil atau koperasi yang memiliki kemampuan di bidang yang bersangkutan, ini diatur di Pasal 65 ayat (7).

“Dengan demikian Sub-Kontrak merupakan skema kerja sama usaha yang dimungkinkan untuk dapat dilakukan dalam Pengadaan Barang/jasa Pemerintah, menjadi bentuk kerja sama usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pengadaan barang/jasa pemerintah, karena dengan adanya skema ini (sub-kontraktor) memberikan perluasan / peningkatan peran serta usaha kecil dan koperasi,” ujarnya.

Secara keseluruhan, Ardi kengatakan tidak ada kontraktor pelaksana yang menyerahkan pekerjaannya kepada pihak lain. Kata dia, yang ada hanyalah sebagian kontraktor melibatkan vendor lokal saat pengerjaan proyek baik berupa pelibatan tenaga kerja dan pembelian barang terutama batu belah dan agregat.

“Bahwa secara keseluruhan tidak ada kontraktor pelaksana yang meng-sub kontraktorkan pekerjaan nya, yang ada adalah bahwa sebagian kontraktor melibatkan vendor lokal dalam mengerjakan pekerjaan nya baik untuk pelibatan tenaga kerja dan pembelian barang terutama berupa batu belah dan agregat. Bahwa pada setiap tahapan mulai penandatanganan kontrak MC – 0, MC -40, MC -60, MC-80, MC -100 direktur dari masing-masing kontraktor pelaksana selalu hadir di lokasi pekerjaan,” bantahnya.

Lalu, terkait pelaksana proyek ada yang menggunakan pasir pantai sekitar TNUK, Ardi mengatakan pada 10 Juni 2022, pihak balai memang mendapatkan informasi dari konsultan manajemen kontruksi soal adanya beberapa kontraktor yang membeli pasir hasil galian masyarakat di muara sungai Cikawung.

Lalu pada 11 Juni 2022, pihak balai dengan konsultan, tim teknis dinas PUPR dan tim pendamping dari Inspektorat Jenderal Kementerian LHK, telah melakukan pemeriksaan lapangan atas dugaan penggunaan pasir muara itu.

“Dari hasil pemeriksaan lapangan tersebut didapatkan fakta bahwa kontraktor pelaksana dengan terpaksa membeli pasir tersebut karena warga lokal yang menjualnya dan setengah memaksa untuk dibeli pasirnya dengan alasan agar warga lokal di desa Ujung Jaya mendapatkan penghasilan dari menjual pasir tersebut,”

“Pada saat pemeriksaan di tanggal 11 Juni 2022 pasir muara tersebut belum sempat dipergunakan oleh kontraktor pelaksana, sehingga pihak Balai TNUK memerintahkan untuk mengembalikan pasir tersebut kepada penjualnya sehingga tidak ada di lokasi proyek,” sambungnya.

Pengusaha bernama Samsuri juga dikatakan ditunjuk oleh pihak YABI dalam melaksanakan kegiatan pekerjaan kontruksi awal proyek JRSCA, dimulai pada 2010 hingga 2015.

Pekerjaannya yaitu kantor JRSCA YABI yang lokasinya di Legon Pakis, kemudian Pos Jaga Cilintang, dan pagar pembatas sepanjang kurang lebih 6 kilometer.

“Keseluruhan anggaran bersumber dari anggaran YABI sehingga pelaksanaan pemilihan penyedia tidak mengikuti aturan tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah,” tuturnya.

Pelaksanaan proyek juga disebut melibatkan warga lokal di sekitar proyek. Dari data pelaksana, asal penyedia kontruksi yaitu dari Serang 6 orang, Pandeglang 10 orang, Bandung 1 orang, Karawang 2 orang, dan Jakarta 1 orang. Daribdata itu, sebanyak 50 persen pelaksana kontruksi berasal dari lokal Pandeglang.

Ia juga menegaskan pelaksanaan anggaran Balai TNUK mulai dari 2021 saat revisi feasibility study sampai tahap pelaksanaan fisik pekerjaan tahun 2022 telah melibatkan instansi yang berwenang untuk melakukan pendampingan. Seperti tenaga teknis dari Dinas Perkim Provinsi Banten, tim teknis Dinas PUPR Pandeglang, dan tim pendamping dari Inspektorat Jenderal KLHK.

“Telah dilakukan audit oleh BPK RI sesuai surat BPK RI Nomor: 3/S-TIM.2/INTERIM.KLHK/11/2022, Tanggal 30 Nopember 2022 dan Surat Nomor: 2/STIM.2/INTERIM.KLHK/12/2022, Tanggal 6 Desember 2022. Sehingga pernyaataan bahwa tidak mengetahui material dan lain lain adalah tidak benar,” kata Ardi.

Ardi juga mengatakan kegiatan pembangunan menggunakan SBSN tahun 2019, telah diauditboleh BPK RI dan didampingi Inspektorat Jenderal KLHK serta tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejari Pandeglang.

“Untuk Pembangunan SBSN tahun 2021-2022 telah di audit oleh BPK RI dan didampingi oleh Inspektorat Jenderal KLHK, sehingga akuntabilitas pembangunan sarana prasarana SBSN di TNUK dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.

Redaktur : Tb Ahmad Fauzi

Reporter : Audindra Kusuma

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News