PANDEGLANG – Pekerja Sosial (Peksos) Anak Kabupaten Pandeglang, Ahmad Subhan angkat bicara terkait tingginya angka kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2022 ini. Angka kekerasan perempuan dan anak tahun ini mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Kata pria yang akrab disapa Aang ini membeberkan, berdasarkan catatan UPT PPA telah terjadi 55 kasus terlapor yang ditangani, catatan Unit PPA Polres Pandeglang terlapor 57 kasus telah terjadi. Sedangkan Peksos Anak mencatat 86 kasus yang ditangani dari kasus kekerasan seksual terhadap anak.
“Kenapa catatan kami beda dengan Polres Pandeglang, karena kami tidak hanya menangani anak yang menjadi korban tapi kami juga menangani anak dari pelakunya,” kata Aang, Jumat (30/12/2022).
Menurut Aang, tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak sungguh sangat memprihatinkan. Tindak kekerasan seksual hingga kini masih menjadi ancaman yang paling mengerikan dan terus menghantui anak-anak di Kabupaten Pandeglang.
“Pada Oktober lalu, misalnya kita dikejutkan kejadian RA (53) seorang guru dan merupakan salah satu ASN di sekolah dasar di lingkungan pemerintahan Pandeglang yang telah tega memperkosa Anak kandungnya sendiri. Anak yang seharusnya mendapat perlindungan dan mencari rumah aman bagi dirinya justru menjadi korban ulah bejat ayah kandung,” ungkapnya.
Kata dia, kasus tindak kekerasan seksual memang sering kali berhasil diungkap aparat kepolisian dan para pelaku sudah ditangkap serta ditetapkan sebagai tersangka. Akan tetapi, yang masih menjadi bahan perdebatan publik adalah apa sebetulnya yang harus dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kejadian tindak kekerasan seksual yang mengancam anak-anak dan perempuan.
“Di Pandeglang sendiri, kita tahu kasus kekerasan seksual hingga kini masih menjadi momok yang paling menakutkan bagi anak-anak. Dalam catatan saya bisa mencapai ratusan lebih dan juga kasus belum yang terlaporkan di kepolisian. Sepanjang 2022, daftar jumlah tindak kekerasan seksual terhadap anak bisa dipastikan akan terus bertambah setiap harinya. Korban-korban baru terus bermunculan, seolah para pelaku tidak pernah takut dan jera melakukan aksi bejatnya yang menghancurkan masa depan anak,” terangnya.
Ia menegaskan, untuk menekan angka kekerasan perempuan dan anak tidak semakin tinggi ada beberapa langkah yang harus dilakukan seperti peran keluarga dalam pengawasan anak, peran perta lapisan masyarakat dan upaya penegakan hukum kepada pelaku yang bisa memberikan efek jera.
“Saya mengajak semua pihak agar lebih peduli terhadap anak dan perempuan, dan akhirnya kepada negara serta pemerintahan daerah, saya mengajak, kita rubah paradigma perlindungan perempuan dan anak agar lebih inklusif, keberpihakan terhadap korban, pemberian keyakinan, kenyamanan, pelayanan maksimal serta pemberian restitusi bagi korban haruslah dilakukan setegak-tegaknya. Agar mereka, para korban dapat lebih merasa terbantu, para pelaku mendapatkan hukuman yang maksimal, sehingga menjadi satu informasi kepada masyarakat umumnya dan para pelaku, agar tidak ada lagi terjadi kasus-kasus sejenis dikemudian hari,” tutupnya. (Med/Red)