SERANG – Kejaksaan Tinggi Banten tengah mendalami kasus proyek pengadaan komputer untuk Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tahun 2017 dan 2018. Sebelumnya kasus tersebut telah dilaporkan oleh elemen mahasiswa dan pegiat antikorupsi.
“Ya betul, suratnya ke Intel (Bidang Intelijen Kejati Banten). Saat ini sedang ditelaah koordinator Intel,” kata Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Banten Holil Hadi kepada BantenNews.co.id, Kamis (16/5/2019).
Dugaan korupsi bermula saat Dinas Pendidikan Provinsi Banten mendapatkan Dana Alokasi Khusus-DAK yang bersumber dari dana APBN 2017 untuk Pengadaan Komputer UNBK sebesar Rp 25 miliar. Namun DAK tersebut justru tidak digunakan dan kemudin menjadi SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) 2017.
Kejanggalan terjadi ketika pada APBD Perubahan 2017, Dinas Pendidikan Provinsi Banten dianggarkan Pengadaan Komputer UNBK, senilai Rp 40 miliar dengan kualitas yang sama dengan rancangan dalam DAK. Selain diduga melibatkan sejumlah pejabat di Dinas Pendidikan.
Berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), Surat Penyediaan Dana-nya direncanakan direalisasikan pada triwulan ke empat. Akan tetapi penyediaan anggaran tersebut ternyata pengadaan barangnya dilaksanakan pada akhir Februari 2018.
Pihak vendor yang ditunjuk dalam e-katalog adalah PT Astragraphia Exprins Indonesia, dengan nilai kontrak sebesar Rp 24,9 M. Proses penunjukan e-purcashing perusahaan tersebut dilakukan oleh Pejabat Pengadaan atas perintah Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Pembayaran Dicairkan Kepala Dinas Namun, yang menarik dalam dokumen juga diungkap percakapan Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Banten Joko Waluyo yang diminta bantuan oleh Opar Sohari, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Banten pada November 2018.
“Mas, tolong bantu pencairan dana UNBK 2018. Scbab uang pengadaan Komputer teman saya, H. Mukmin sebesar Rp 1,2 M dipakai oleh si Ucu untuk mengurus komputer itu. Sudah terlalu lama Mas, sejak Februari uang itu dipakai,” ungkap Opar dalam dokumen tersebut.
Merespons permintaan Opar, dalam pertemuan tersebut, Sekdis Pendidikan Joko Waluyo mengiyakan permintaan tersebut. “lya nanti akan dibayarkan, setelah ada review dari Inspektorat,” demikian tetungkap dalam dokumen.
Ternyata di luar sepengetahuan KPA, ternyata pada tanggal 8 November 2018 pembayaran sudah dilakukan oleh PA, yakni Kepala Dinas Pendidikan Banten Engkos Kosasih dan PPTK Ganda Dodi Darmawan Pembayaran tersebut, patut diduga menyalahi aturan. Pasalnya, dalam Permendagri No. 13 tahun 2006 telah diatur mekanisme pembayaran dimaksud. Yang berwenang untuk mencairkan atau membayarkan adalah KPA bukan PA. PA hanya bisa melakukaın pembayaran apabila KPA berhalangan tetap.
Hingga berita ini diturunkan, wartawan masih berupaya mendapatkan konfirmasi dari pihak terkait. (You/Red)