SERANG – Kuasa Hukum Gojali beranggapan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten tidak transparan terkait adanya pendapat hukum yang dikeluarkan lembaga Adhyaksa tersebut.
Pasalnya, kuasa hukum juga berpendapat hingga kini meski dalam kasus yang sebelumnya sempat diperkaraan lantas sudah diputuskan menang, akibatnya pengurusan sertifikat seorang warga terbengkalai.
Diketahui, sidang bernomor register 111/KI/BANTEN-PS/2020 ini kuasa hukum Yusman Nur dan Suhendar disebut sebagai pemohon meminta dasar pendapat hukum tersebut. Selain itu kata Yusman Nur, pihaknya menanyakan isi surat pendapat hukum kejati ini.
“Jika dimenangkan dalam suatu perkara sejatinya jangan menghambat kepentingan publik,” tukas Yusman, Sabtu (13/6/2020).
Dia beranggapan, ada kejanggalan terkait pendapat hukum yang dikeluarkan Kejati Banten sehingga ada yang dirugikan karena kehilangan hak layanan pembuatan sertifikat di BPN Kabupaten Tangerang.
Sementara menurut Suhendar, sebelumnya dalam kasus ini sempat diperkarakan di ranah hukum. Dan kasusnya dalam perkara itu sudah inkrah dimenangkan oleh warga, kliennya.
“Posisi kita mengajukan permohonan informasi ke Kejati Banten terkait perkara. Sebelumnya sempat berperkara. Lalu dalam putusan yang inkrah menang secara hukum. Tetapi tidak dilaksanakan oleh badan publik (BPN) lantaran terganjal pendapat hukum Kejati Banten. Nah ini ada apa? Transparan dong!” ucapnya kepada wartawan usai sidang di KI Banten, Kamis (11/6/2020).
Dan permasalahannya lagi adalah badan publik yakni BPN itu tidak memberikan pendapat hukum yang sudah dikeluarkan oleh Kejati. Padahal, kami hanya ingin transparansi dasar dan tujuan dikeluarkannya pendapat hukum.
“Kok putusan inkrah pengadilan harus mentah gara-gara ada pendapat hukum Kejati Banten saja yang tidak terlampir,” ucapnya.
“Mangkannya akhirnya kita ajukan permohonan informasi Kejaksaan Tinggi Banten untuk meminta surat tersebut. Kita kirim tidak dikasih, dan hari ini disidang juga tidak ada, bararti Kejati Banten sangat tertutup. Ini jelas sejatinya Kejati Banten tidak taat UU informasi publik,” katanya melanjutkan.
“Apakah pendapat hukum ini dilaporkan ke Kejaksaan Agung, karena Kejati ini kan hirarki, wilayah yang harus melaporkan jangan sampai pendapat hukum ini tidak dilaporkan Kejati. Jadi bisa semena-mena mereka bikin pendapat hukum dan ini bisa menganggu. Dan terakhir kita minta MoU kerjasama Kejati Banten dengan PT Angkasa Pura ini hubungannya apa? karena kejati institusi negara bukan swasta,” tanyanya.
Ia berharap, kejati agar patuh terhadap proses ini. Bila nanti kenyataannya tidak tunduk, tentu kita akan melakukan upaya-upaya lain seperti melanjutkannya kepada instansi lebih tinggi.
Toni Anwar Mahmud, Wakil Ketua KI Banten menyebut, pihaknya setelah disepakati pemohon Suhendar dan Yusman Nur, mengagendakan langkah mediasi terhadap termohon Kejati Banten.
Meskipun sudah dilayangkan surat kepada Kejati Banten, tetapi tidak dapat hadir. Tetapi prinsipnya pihak KI Banten mengedepankan mediasi.
“Selambatnya 3 hari setelah sidang ajudikasi harus ada mediasi. Sedangkan jangka waktu mediasi adalah 14 hari kerja sejak pertemuan mediasi pertama,” katanya.
Ia menambahkan, kalau sudah ada mediasi, dan ternyata nanti tidak ada kesepakatan diantara kedua belah pihak. Maka mediator akan melaporkan ke Ketua Majelis KI bahwa mediasi gagal.
“Kalau seperti itu, tahapan selanjutnya langsung diagendakan oleh kepanitraan KI untuk melaksanakan sidang ajudikasi dengan agenda pembuktian,” katanya.
(Red)