JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan tujuh tersangka baru dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas di PT Antam tahun 2010 hingga 2022. Ketujuh tersangka baru dalam kasus emas itu adalah LE, SR, SJ, JT, GAR, HKT, dan DT.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan ketujuh tersangka berperan menggunakan merek PT Antam Tbk secara ilegal.
“Pada hari ini, penyidik telah melakukan pemanggilan terhadap tujuh saksi. Para saksi diperiksa sejak pagi secara maraton dan ditemukan ada bukti permulaan yang cukup bahwa terhadap tujuh saksi ini memiliki keterkaitan dan peranan yang kuat terhadap tindak pidana korupsi,” kata Harli di Kejagung, Jakarta, Kamis (18/7/2024).
Meski berstatus tersangka, Kejagung tidak menahan DT, HKT, GAR, SJ dan LE karena alasan kesehatan. Kelima dari tujuh tersangka itu hanya berstatus tahanan kota.
Sementara, penahanan terhadap tersangka ST dan GAR dititipkan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
“Sedangkan lima orang lainnya ditahan dengan status tahanan kota, dengan alasan setelah dokter melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap tersangka ini dengan mempertimbangkan alasan sakit, maka penyidik menetapkan sebagai tahanan kota,” beber Harli.
Dalam perannya, ketujuh dalam kurun waktu 2010 hingga 2021 secara bersama-sama melawan hukum melakukan persekongkolan dengan para General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam.
“Para tersangka menggunakan jasa manufaktur untuk melekatkan merek dagang Antam tanpa didahului kerjasama dan membayar Antam,” jelas Harli.
PT Antam ditaksir mengalami kerugian hingga mencapai Rp1 trilun, akibat ulah para tersangka yang melekatkan merek PT Antam secara ilegal kepada 109 ton produksi logam mulia.
Harli juga menjelaskan, 109 ton logam mulia yang sudah tersebar di masyarakat itu bukan emas palsu. Melainkan hanya logo Antam yang melekat pada emas tersebut dilakukan secara ilegal.
“Sesungguhnya emas itu tidak palsu, tapi hak merek Antam dilekatkan secara ilegal dengan para tersangka sehingga ada selisih harga,” pungkas Harli.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan 6 tersangka kasus emas PT Antam.
Diketahui keenam tersangka ini merupakan mantan General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) pada periode 2010 – 2021.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Kuntadi mengatakan keenam tersangak diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas.
“Ini kasus yang berbeda ini terkait dengan kasus tata niaga komoditi emas,” ujar Kuntadi, di Kejaksaan Agung, Rabu (29/5/2024) lalu.
Keenam tersangka para General Manager yakni berinisial TK periode 2010-2011, HN periode 2011-2013, DM periode 2013-2017; AH periode 2017-2019, MAA periode 2019-2021, dan ID periode 2021-2022.
“Mereka adalah para General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia atau UBPP LM PT. Antam pada periode kurun waktu 2010 sampai dengan 2021,” kata Kuntadi.
Keenam General Manager dijadikan tersangka karena telah melakukan penyalahgunaan kewenangannya dengan melakukan aktivitas secara ilegal terhadap jasa manufaktur.
“Yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia. Namun yang bersangkutan secara melawan hukum dan tanpa kewenangan telah merekatkan logam mulia milik swasta dengan merek Logam Mulia Antam,” ucapnya.
Dalam perkara ini, Kejagung hanya menahan 4 tersangka di Rutan Salemba dan Pondok Bambu. Sementara dua tersangka lainnya yakni DM dan AH sedang menjalani hukuman tindak pidana lain.
Para tersangka telah dijerat Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 13 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(Red)