Oleh : Cavela Az-Zahrah Yudanto, Mahasiswi Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Saat ini, maraknya kasus penyebaran virus corona (Covid-19) meresahkan masyarakat dunia. Pemerintah China melaporkan secara resmi temuan virus corona (Covid-19) pada akhir Desember tahun 2019, dan dinyatakan sebagai darurat kesehatan masyarakat internasional (pandemi) dalam beberapa minggu oleh organisasi kesehatan dunia (WHO).
Hal tersebut dikarenakan adanya ledakan jumlah kasus terkonfirmasi dan menjadi petunjuk bahwa virus tersebut dapat ditularkan dari manusia ke manusia melalui kontak langsung atau tetesan yang dihasilkan pada saat bersin, batuk maupun berbicara dari sang penderita. Virus ini diklaim telah menyebar di 216 negara, dengan kasus kematian 876.616 dari 26.763.217 kasus terkonfirmasi dan jumlahnya terus meningkat dengan pesat.
Hingga saat ini, belum ada terobosan yang efektif dalam perkembangan pengobatan atau vaksin untuk virus corona. Para ahli dan pakar baik nasional maupun internasional menyarankan penggunaan tindakan non farmasi seperti memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak (3M). Makadari itu, untuk mengendalikan penyebaran virus dan mengurangi angka kematian, pemerintah dari sebagian besar negara yang terdampak mulai menerapkan suatu kebijakan lockdown atau pembatasan pergerakan masyarakat.
Sejak digaungkannya kebijakan tersebut, masyarakat berada dalam kondisi terkekang karena dipaksa untuk mengisolasi diri dan tidak berinteraksi dengan orang lain bahkan keluarga. Hal ini dapat merenggut hak kebebasan bernegara yang dimiliki oleh setiap anggota dan elemen masyarakat. Namun, kebijakan ini dirasa sangat efektif untuk memberhentikan laju penyebaran virus corona.
Secara keseluruhan, pandemi covid-19 telah menyebabkan perubahan tatanan kehidupan masyarakat global yang dapat menimbulkan gangguan sosial ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap lingkungan seperti peningkatan kualitas air dan udara, pemulihan ekologi dan pengurangan kebisingan menjadi suatu berita bahagia bagi lingkungan sedangkan peningkatan penggunaan APD (Alat Perlindungan Diri) yang proses pembuangannya dilakukan dengan tidak tepat akan menimbulkan beban mental atau berita duka bagi lingkungan. Lantas, apa yang harus kita lakukan untuk membenahi dan mengatasi permasalahan ini? Apakah kita hanya berdiam diri untuk menonton tragedi yang dibintangi oleh virus corona?
Dampak Covid-19 Terhadap Lingkungan
Wabah penyakit memang menjadi “momok” yang sangat mengerikan. Selain karena wabah itu sendiri mematikan, terdapat permasalahan lain yang ditimbulkan seperti rasa kecemasan yang berlebih bagi masyarakat bahkan terjadi gangguan global yang akan berdampak bagi lingkungan dan iklim, karena adanya kebijakan lockdown sebagai hambatan pergerakan dan perlambatan yang signifikan dari kegiatan sosial dan ekonomi.
Dengan adanya kebijakan lockdown pemerintah berusaha untuk membatasi ruang gerak masyarakat, segala aspek kehidupan dibatasi atau bahkan diberhentikan sementara seperti penutupan industri, perusahaan dan transportasi. Hal ini akan berdampak bagi perekonomian masyarakat, tetapi menjadi berita bahagia bagi lingkungan. Mengapa demikian?
Seiring dengan penutupan industri, perusahaan dan transportasi maka terjadi penurunan secara signifikan polusi udara dan emisi gas rumah kaca (GFK) yang biasanya dapat dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, misalnya emisi NO2 yang dapat menyebabkan hujan asam dan infeksi saluran pernapasan manusia.
Dapat diasumsikan bahwa, kendaraan dan penerbangan menjadi kontributor utama emisi dengan masing-masing hampir 72% dan 11%. Kebijakan lockdown secara global berdampak “drastis” bagi sektor penerbangan, banyak negara melarang para “pelancong” internasional masuk dan keluar. Selain itu, masyarakat pun mengisolasi diri dengan melakukan segala aktivitasnya dari rumah sehingga tidak ada kemungkinan terjadi perjalanan dengan menggunakan kendaraan. Dengan demikian, terjadi pengurangan konsumsi bahan bakar fosil yang dapat membantu memerangi perubahan iklim global.
Menurut badan energi internasional (IEA), permintaan minyak mengalami penurunan sebanyak 435.000 barel secara global dalam tiga bulan pertama tahun 2020. Selain itu, dengan kebijakan lockdown dapat mengurangi polusi suara atau tingkat kebisingan di sebagian besar wilayah dan membantu pemulihan ekologi akibat penutupan tempat wisata. Sebagai contoh telah dilaporkan kembalinya lumba-lumba di Teluk Benggala, Bangladesh India setelah satu dekade dinyatakan pergi ataau menghilang.
Dari kebijakan lockdown masih ditemukan berita duka bagi lingkungan, yaitu terjadinya peningkatan permintaan belanja online yang pada akhirnya dapat menimbulkan penimbunan limbah rumah tangga dari “kemasan” paket.
Selain itu, untuk pengambilan sampel pasien, diagnosis, pengobatan dan tujuan desinfektan dapat menimbulkan banyak limbah biomedis dan infeksius yang dihasilkan dari rumah sakit. Penggunaan desinfektan secara ekstensif yang diaplikasikan di jalan, area komersil dan pemukiman dengan tujuan membasmi virus, dapat membunuh spesies menguntungkan yang sebelumnya tidak ditargetkan dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekologi.
Melihat Absurditas Albert Camus
Seorang filsuf eksistensialis dan novelis dari aljazair bernama Albert Camus dalam sebuah novelnya yang berjudul “sampar” mengatakan bahwa wabah penyakit menjadi momentum seseorang untuk memasuki ruang kosong bernama absurditas, dimana terjadi ketidakjelasan masa depan dan hanya dihadapkan dengan dua pilihan yaitu mementingkan diri sendiri atau mementingkan kepentingan seluruh penduduk. Dalam situasi ambang batas, realita menjadi cerminan diri untuk menuntut seseorang segera mengambil pilihan, keputusan dan berkomitmen mengambil tindakan serta berjuang mengatasi irasionalitas kejadian.
Dalam novel tersebut, mencerminkan kondisi yang serupa dengan pandemi covid-19
(corona virus disease 19). Ada berbagai macam hikmah yang dapat diambil dalam novel tersebut, yaitu memilih untuk tetap tenang dan mengambil tindakan nyata untuk kesejahteraan bersama serta memilih untuk menaati peraturan, kebijakan dan perintah lockdown atau 3M demi memutus mata rantai penyebaran covid-19. Walaupun pada kenyataannya keputusan tersebut memiliki dampak positif maupun negatif bagi lingkungan.
Akhir Kata
Dapat diasumsikan bahwa semua konsekuensi yang diterima pada saat pandemi ini bersifat jangka pendek, maka sudah saatnya menyusun suatu strategi yang tepat untuk keuntungan jangka panjang, sekaligus pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan seperti, menyusun strategi efektivitas industrialisasi, transportasi umum ramah lingkungan, penggunaan energi terbarukan, pengolahan air limbah untuk digunakan kembali, daur ulang limbah, serta restorasi ekologi dan ekowisata
Masyarakat tentu ingin merasakan kondisi kehidupan normal sebelum pandemi, maka dari itu kita perlu bekerja sama untuk melawan ancaman virus covid-19 dan berusaha untuk menjaga keasrian lingkungan sekitar, agar kesehatan lebih terjamin serta taat terhadap kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah.
Daftar Pustaka
Didar- UI Islam, T. R. (2020 ). Environmental Effects of COVID-19 Pandemic and Potential Strategies of Sustainability . Science Direct , 6.
Limbong, d. S. (2020 ). Virus Corona (COVID-19)
.https://m.klikdokter.com/penyakit/coronavirus, Diakses pada tanggal 7 Maret 2021.
wirawan, M. K. (2020 ). Virus Corona dan Novel-novel Fiksi Tentang Wabah Penyakit yang Ramalkan Situasi Sekarang. https://www.kompas.com/global/read/2020/04/17/162628570/virus-coronadan-novel-novel-fiksi-tentang-wabah-penyakit-yang-ramalkan?page=all, diakses pada tanggal 7 Maret 2021.
(***)