SERANG – Kebijakan tarif dasar dan bea masuk ekspor non migas Amerika Serikat (AS) dapat mengancam perekonomian Provinsi Banten. Banten sendiri merupakan salah satu provinsi dengan ekspor alas kaki ke negara Paman Sam itu.
Diketahui, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan daftar tarif dasar dan bea masuk pada banyak mitra dagang negeri itu. Trump menyebut hari di mana pengumuman itu disampaikan sebagai “Hari Pembebasan”.
Indonesia tak luput dari sengatan “Hari Pembebasan” tersebut. Dalam daftar yang disampaikan, Indonesia dikenai tarif timbal balik sebesar 32 persen.
Menanggapi hal itu, Gubernur Banten, Andra Soni mengatakan, dengan adanya kebijakan baru tarif ekspor non migas dari Pemerintah AS, harus ada antisipasi dari Pemerintah Indonesia.
“Dan kebijakan Presiden Trump itu adalah kebijakan untuk kepentingan dalam negerinya. Kita menghargai itu semua. Dan tentu sebagai negara yang yang mandiri, kita harus mencari (solusi) mengantisipasi (kebijakan AS),” kata Andra saat ditemui di Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Curug, Kota Serang, Selasa (8/4/2025).
Menurut Andra, solusi dalam mengantisipasi kebijakan tersebut yaitu memperkuat ketahanan pangan.
“Karena kuncinya adalah bagaimana mulut atau perut warga Indonesia itu terisi. Dan kemudian bahwa kemudian ada tantangan terhadap produk ekspor kita,” ujarnya.
“Kita harus akui Provinsi Banten itu paling banyak adalah pabrik alas kaki. Nah alas kaki ini paling banyak juga ekspornya ke Amerika. Tapi, sebenarnya proses ini juga sudah menurun terus ya,” tambahnya.
Andra menyebut, banyak pabrik alas kaki yang saat ini sudah melakukan ekspansi ke negara Vietnam dan Tiongkok.
“Nah kita berharap mudah-mudahan ke depan kita punya alternatif lain, karena kalau bicara terkait dengan tenaga kerja, sekarang kan teknologi AI dan robot. Sehingga banyak industri juga tidak linier dengan jumlah penyerapan tenaga kerja,” ucapnya.
Lebih lanjut, Andra mengungkapkan, sektor perikanan dan pertanian harus dimaksimalkan dalam mengantispasi kebijakan AS.
“Insya Allah ya, artinya dalam konteks NKRI, kebijakan kita terhadap ekonomi global dan sebagainya itu kan bagaimana pemerintah pusat. Nah semangat dari pemerintah pusat adalah kemandirian. Salah satu kemandirian itu adalah ketahanan pangan,” ungkapnya
“Jadi saat kita punya produk, negara luar juga akan butuh. Yang kita ketahui sekarang banyak negara-negara yang tadinya produsen beras, eksportir beras, kemudian eksportir pangan hari ini telah mengalami permasalahan terkait dengan pangannya. Tapi justru di Indonesia hari ini kita punya motivasi yang kuat, kesempatan yang besar untuk justru bisa meningkatkan reproduktivitas,” sambungnya.
Untuk memperkuat itu, baik pemerintah daerah dan pusat harus melakukan intensifikasi lahan.
“Yang tadinya kita tak ada hujan, hanya bisa menanam sekali, sekarang kita sudah bisa menanam dua kali. Kemudian didorong lagi dengan mekanis modernisasi pertanian,” kata Andra.
Ia menilai, upaya itu akan dapat meningkatkan produktifitas dan kualitas panen, yang berimbas pada kesejahteraan petani.
“Salah satunya adalah kebijakan dari Bapak Presiden meminta kepada Bulog untuk menampung menyerap panen petani dengan harga Rp6.500. Dan ini diapresiasi langsung oleh petani, dan dengan peningkatan panen, kuantitasnya,” katanya.
Penulis : Tb Moch. Ibnu Rushd
Editor: Gilang Fattah