Keberlanjutan tradisi dan identitas adalah elemen penting dalam memahami dinamika budaya suatu daerah. Di Provinsi Banten, Indonesia, cerita tentang Cisungsang dan Baduy mengilhami refleksi mendalam tentang bagaimana masyarakat adat mempertahankan nilai-nilai budaya mereka sambil beradaptasi dengan tuntutan zaman modern.
Melalui perjalanan ini, kita dapat melihat betapa pentingnya memahami dan meresapi warisan budaya untuk memahami identitas suatu masyarakat.
Cisungsang, sebuah komunitas adat di Lebak, Banten, memiliki sejarah yang kaya dan nilai-nilai budaya yang kuat. Mereka telah berhasil mempertahankan adat kesundaan dengan baik, sementara juga menerima agama Islam dan beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Saat Orde Baru memperkenalkan padi IR sebagai tanaman wajib, Cisungsang tidak menolak perubahan tersebut; sebaliknya, mereka membuka sawah dan menanam padi IR sebagai pendamping padi huma. Hal ini mencerminkan ketangguhan mereka dalam menghadapi perubahan zaman tanpa kehilangan identitas budaya mereka.
Diskusi tentang Cisungsang pada tahun 2020 menjadi penting dalam memahami dinamika sosial dan politik komunitas tersebut. Henriana Hatra, seorang perwakilan dari Cisungsang, memberikan wawasan yang berharga tentang prinsip hidup mereka. Prinsip-prinsip seperti harmoni dengan alam, ketaatan terhadap hukum adat, dan kedamaian dalam berinteraksi dengan sesama manusia dan negara adalah landasan kuat yang memandu kehidupan sehari-hari masyarakat Cisungsang.
Ritual adat seperti Seren Taun bukan hanya sekadar upacara tradisional; mereka juga menjadi wadah untuk komunikasi politik antara masyarakat adat dengan pemerintah dan masyarakat luas. Seren Taun, yang berlangsung selama tujuh hari tujuh malam, tidak hanya mempertahankan tradisi, tetapi juga menyediakan momen untuk generasi muda memahami dan menghargai warisan budaya mereka.
Perpaduan antara tradisi dan adaptasi menjadi kunci bagi keberlangsungan masyarakat adat Cisungsang di tengah arus perubahan zaman yang terus bergerak maju.
Di sisi lain, komunitas Baduy menawarkan pandangan yang unik tentang keberlanjutan tradisi dan identitas. Mereka mempertahankan adat istiadat mereka dengan ketat, sementara juga menyediakan ruang panamping sebagai titik temu antara dunia luar dan tradisi. Dalam masyarakat panamping, yang merupakan laboratorium sosial bagi masyarakat Baduy, perubahan sosial diamati dan dijalankan sesuai dengan nilai-nilai adat yang dipegang teguh.
Ketika ditanya tentang hukum adat mereka, orang Baduy menegaskan bahwa hukum telah tertulis dalam hati mereka.
Mereka mematuhi aturan-aturan adat tanpa perlu mengandalkan hukum tertulis, yang merupakan kontras dengan masyarakat modern yang seringkali memiliki banyak peraturan tertulis tetapi tingkat kesadaran hukum yang rendah. Pendekatan ini menunjukkan betapa pentingnya nilai-nilai budaya dalam membentuk perilaku dan pola pikir masyarakat Baduy.
Perbedaan antara Cisungsang dan Baduy juga tercermin dalam pendekatan mereka terhadap perubahan zaman. Cisungsang cenderung lebih terbuka terhadap perubahan dan adaptif terhadap tuntutan zaman, sementara Baduy lebih memilih untuk mempertahankan tradisi mereka tanpa kompromi. Meskipun demikian, keduanya memiliki kesamaan dalam menjaga kedaulatan budaya mereka dan menolak tekanan dari luar yang bertentangan dengan nilai-nilai mereka.
Ketahanan pangan juga menjadi bagian integral dari keberlanjutan tradisi dan identitas masyarakat adat Banten. Ketaatan pada hukum adat menghasilkan sistem penyimpanan makanan yang kuat, sehingga mereka tidak pernah kelaparan. Sistem ini mencakup alokasi makanan untuk kebutuhan sehari-hari, adat, perayaan, dan keadaan darurat. Dalam hal ini, masyarakat adat memiliki keunggulan dibandingkan dengan masyarakat modern yang seringkali rentan terhadap ketidakstabilan pangan.
Dalam konteks diskusi identitas Banten, peran masyarakat adat Cisungsang dan Baduy sangatlah penting.
Mereka tidak hanya mewakili bagian penting dari warisan budaya Banten, tetapi juga menjadi contoh nyata tentang bagaimana keberlanjutan tradisi dan ketahanan identitas dapat dijalankan. Diskusi ini menyiratkan pentingnya menghormati dan memelihara warisan budaya sebagai bagian dari upaya untuk memahami identitas suatu masyarakat.
Dengan demikian, cerita tentang Cisungsang dan Baduy di Provinsi Banten mencerminkan dinamika kompleks antara tradisi dan adaptasi, keberlanjutan dan perubahan, serta kekuatan dan ketahanan identitas budaya. Melalui pemahaman yang mendalam tentang cerita ini, kita dapat memperkaya perspektif kita tentang keanekaragaman budaya Indonesia dan menghargai nilai-nilai yang telah diturunkan dari generasi ke generasi.
Ditulis oleh Alif Safikri, Mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, asal Cilegon, Provinsi Banten.
(***)