JAKARTA – Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi ( Kak Seto) mengatakan, dalam kurikulum baru yang sedang dirancang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sekolah cukup tiga hari saja.
Usulan itu disampaikan Kak Seto bukan tanpa dasar. Sekolah tiga hari itu sudah ia uji coba selama 13 tahun di homeschooling miliknya yang ada di Bintaro, Tangerang Selatan.
“Nah kami sudah membuat percobaan sekolah selama 13 tahun ini. Sekolah seminggu hanya tiga kali. Per hari hanya tiga jam. Tapi lulusannya yang masuk Kedokteran ada di UI, Gajah Mada, dan Undip. Kemudian USU dan Unhas. ITB IPB ada,” kata Kak Seto di Mapolres Metro Jakarta Utara, Rabu (4/12/2019).
Kak Seto datang ke Polres Metro Jakarta Utara saat memberi pandangannya terkait tawuran maut di Sunter. Adapun, polisi menetapkan tiga tersangka baru terkait tawuran yang berujung tewasnya Herly Suprapto (27) di Jalan Sunter Kangkungan, Sunter Jaya, Tanjung Priok.
Terkait usulannya memotong jam pelajaran sekolah, Kak Seto menilai anak-anak tak hanya berprestasi di bidang akademis. Siswa-siswa binaannya di sekolah tersebut juga banyak yang jadi pengusaha hingga atlet yang sudah berlaga di kancah Internasional.
“Ada yang tuna rungu, putranya Mbak Dewi Yull lulus diundang ratu Elizabeth di London karena mampu memotivasi sesama tuna rungu,” ujar Kak Seto.
Sebagai pembanding, Kak Seto juga memiliki sebuah sekolah formal bernama Mutiara Indonesia Internasional yang bekerja sama dengan Universitas Cambridge di Inggris dan telah berjalan sejak tahun 1982.
Dari kedua sekolah tersebut, homeschooling Kak Seto yang kegiatan belajar mengajarnya hanya 3 hari justru menerbitkan lulusan yang lebih memuaskan.
Menurut Kak Seto, hal itu bisa terjadi lantaran anak-anak merasa senang saat bersekolah.
“Begitu tanya, anak-anak senang enggak sekolah di sini?, Seneng banget pak. Itu yang penting. Kalau zaman now begitu dengar, anak-anak hari ini guru mau rapat. Horeee bebas dari penjara rasanya,” tutur Kak Seto.
Kak Seto menjelaskan, di sekolahnya itu proses belajar mengajar dibangun secara efektif dengan memanfaatkan diskusi antar sesama. PR yang diberikan pun harus memicu kreativitas si anak.
Dengan sedikitnya waktu di sekolah, kata Kak Seto, anak-anak bisa meluangkan waktunya bersama keluarga serta mengembangkan minat dan bakat mereka.
Jadi anak-anak tidak jadi “robot” yang diharuskan menerima setiap pelajaran yang ada tanpa mempertimbangkan bakat terpendam mereka yang beda antara satu dan lainnya.
“Nah ini yang saya harapkan idenya Mas Menteri baru. Pokoknya gaya (kurikulum) milenial,” pungkas Kak Seto. (Red)
Sumber : Kompas.com