SERANG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten meminta seluruh kader Posyandu se-Provinsi Banten mengoptimlaisasi perannya dalam penanganan dan penurunan angka stunting atau gizi kronis di Banten.
Kepala Dinkes Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti mengatakan, dalam penanganan stunting perlu adanya intervensi spesifik khususnya dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Di mana, intervensi ini lebih dominan dilakukan oleh sektor kesehatan.
“Intervensi ini dilakukan dengan dua cara, yaitu intervensi gizi spesifik, bilamana cakupan sudah 90 persen maka kontrbusinya 20 sampai 30 persen. Lalu intervenai gizi sensitif, berkontribusi 70 sampai 80 persen. Dan ini dilakukan selama 1.000 hari pertama kehidupan,” kata Ati dalam acara Jambore Kader Posyandu 2023 dengan tema ‘Optimalisasi Kader Posyandu dalam Upaya Cegah Stunting’, Selasa (15/8/2023).
Untuk mendukung itu, lanjut Ati, perlu adanya suport sistem atau sistem pendukung, salah satunya mengaktifkan kembali peran kader Posyandu.
“Selain itu, kader Posyandu juga diharapkan bergerak untuk merangkul masyarakat, khususnya ibu dan anak agar mau datang ke Posyandu. Peningkatan kesejahteraan kader bagian dari supprt sistem, lalu meningkatkan sarana dan prasarana posyandu,” katanya.
Menurut Ati, peningkatan keterampilan kader dan tenaga kesehatan dalam pengukuran dan pemantauan antropomerti serta peningkatan kepatuhan dalam penginputan data pengukuran ke e-PPGBM secara rutin bagian dari suport sistem dalam optimlisasi peranan kader posyandu dalam mencegah stunting.
“Dengan suport sistem yang ada, saya meyakini kader Posyandu di Banten dapat mengoptimalkan perannya terutama dalam mendukung kebijakan nasional penurunan stunting,” ujarnya.
Ati menjelaskan, stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak akibat dari kekurangan gizi dalam waktu yang lama.
“Banyak faktor penyebab stunting, seperti kondisi sosial, ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Kondisi ini mengakibatkan anak mengalami keterlambatan dalam perkembangan, dan ini berisiko mengidap penyakit metabolik dan degeneratif di kemudian hari,” jelas Ati.
Ati mengungkapkan, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting di Indonesia, terdapat liam pilar strategi nasional. Pertama, komitemn dan visi kepemimpinan nasional dan daerah dalam penurunan stunting.
Dua, melakukan kampanye dan perubahan prilaku, tiga, konvergensi program pusat, daerah dan desa. Empat, ketahanan pangan dan gizi, serta lima, pemantauan dan evaluasi.
“Selain lima strategi nasional, ada juga rencana aksi dengan prioritas mulai dari penyediaan data stunting, pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin atau pasangan usia subur, melakukam survielence dan audit kasus,” ungkapnya.
Ati berharap dengan optimalisasi peran kader Posyandu, prevalensi angka stunting di Banten pada 2024 dapat mencapai target sebesar 14 persen.
“Hasil survey gizi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) prevelansi stunting di Banten pada 2022 sebesar 20 persen atau mengalami penurunan 4,5 persen dari tahun 2021. Tinggal 6 persen lagi, mudah-mudahan target 2024 14 persen dapat tercapai,” ucapnya. (ADV)