Beranda Artis Johni alias Joice, Petinju dari Menes yang Sukses di Panggung Lawak

Johni alias Joice, Petinju dari Menes yang Sukses di Panggung Lawak

Kolase foto Johni alias Joice bersama rekan-rekannya di Jayakarta Group (kiri) dan Johni bersama istrinya (kanan). (Arsip Perpusnas RI)

BANTEN – Di era tahun 70-an hingga 80-an, nama Jayakarta Group cukup favorit di panggung hiburan lawak nasional. Grup lawak ini beranggotakan Cahyono, Yuk, Jojon, dan Johni. Johni berperan sebagai perempuan dengan nama panggung Joice.

Johni terlahir di sebuah desa terpencil bernama Desa Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten pada 17 Juli 1939.

Dikutip dari Sinar Harapan edisi 7-2-1982 (koleksi Perpustakaan Nasional RI), masa kecil Johni seperti anak desa umumnya. Sehari-harinya dihabiskan untuk mengaji, bermain di kali, di sawah dan sebagainya. Johni tidak sekolah karena di desa tersebut ketika itu jarang sekali anak-anak yang sekolah.

Ketika Johni berusia 14 tahun, orangtuanya bercerai. Bapaknya pergi ke Jakarta dan Ibunya pergi ke Bandung, dan Johni ditinggal bersama neneknya di Desa Malimping. Sekian lama tak  bertemu Ibu, Johni bertekad mencari ibunya ke Bandung. Waktu itu dari Malingping ke Saketi kurang lebih 40 KM, Johni tempuh dengan berjalan kaki. Sesampai di Saketi ikut truk ke Serang, dilanjut dengan naik kereta api. Karena uang pas-pasan, Johni masuk ke sel kecil tempat menyimpan binatang. Sel ini biasanya ada di sisi kereta api.

Dari Stasiun Tanah Abang, Johni naik kereta menuju Stasiun Koa. Dari stasiun ini menuju Bandung lewat Purwakarta.

Sampai di Bandung, Johni menjadi pencuci piring di sebuah warung demi bertahan hidup. Setelah 3 bulan hidup di Bandung, suatu hari Johni sedang berjalan di jalan Ilyas, tak sengaja ia dipertemukan dengan ibunya. Ini terjadi di tahun 1950. Johni kemudian disekolahkan di Sekolah Rakyat, tetapi cuma sampai kelas 4 saja karena sudah terbiasa hidup bebas. Ia kembali mencari kerja dengan bekerja jadi pelayan toko “Chin Lung” di Jalan ABC.  Pindah bekerja di sebuah pabrik karet “Sayang Heulang” di Cianjur sebagai penjaga malam.

Dari Cianjur, kembali ke Bandung jadi tukang catut karcis di bioskop Varia. Di tahun 1960, ditolong oleh petinju asal Bandung bernama Wahyu. Johni main tinju kelas Bulu. Pertama kali  bertanding tinju, ia kalah. Honornya dari hasil babak belur sebesar dua ribu perak! Ia berusaha lebih keras lagi berlatih tinju hingga menjadi juara pertama ketika ada seleksi petinju seluruh Jawa Barat.

Di tahun 1967-1969, ada tawaran untuk jadi pelatih dansa, Johni  berganti kerjaan dari petinju menjadi penari. Ia sampai menguasai berbagai jenis dansa seperti “cha cha cha, Gogie woogie, walts, rock & rol” hingga mengondol predikat cumlaude dari International of Dancing (Isola). Karena keahliannya dalam berdansa, ia mendapat tawaran bekerja di Blue Moon nite Club di tahun 1970. Salah satu tugasnya adalah mengajari para tamu berdansa. Selain menjadi pelatih tari, ia juga sering menjadi MC di beberapa hotel bintang lima.

Ia menemukan jodohnya seorang gadis keturunan Indo bernama Suzy Kemach. Mereka  dikaruniai keturunan 4 orang anak, dua di antaranya kembar.

Pernah membentuk grup lawak namun sering tak pernah bertahan lama. Akhirnya ia memutuskan menjadi pelawak freelance.  Ketika anak ketiganya mau lahir, kondisi keuangannya lagi morat marit. Mendadak ia mendapat surat dari Cahyono (pimpinan grup lawak Jayakarta) untuk menggantikan posisi Tjipto yang sakit. Setelah Tjipto sembuh, Cahyono tetap mengajak Johni meski bertugas sebagai tukang bawa koper berisi kostum. Hingga suatu ketika Tjipto keluar, Johni menggantikan posisi dan menjadi bagian dari grup lawak Jayakarta. Di grup Jayakarta ini namanya menjadi Joice yang biasanya berperan dengan memakai baju perempuan.

Johni meninggal dunia Minggu, 26 Juni 1988. Ia meninggal di rumahnya di Cijantung Jakarta Timur, dalam usia 48 tahun. Sudah lama ia mengidap darah tinggi hingga ia tidak bisa aktif melawak bersama Cahyono, Jojon, dan Uuk. Untuk itu perannya digantikan Suprapto.

(Ink/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News