SERANG – Rencana pengajuan hak interpelasi kepada Gubernur Banten, Wahidin Halim menyoal pemindahan rekening kas umum daerah (RKUD) dari Bank Banten ke Bank bjb menimbulkan polemik di kalangan anggota dewan.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badko Jabodetabek-Banten melalui Wasekbid Eksternal, Aliga Abdilah menduga beras yang disalurkan Corporate Social Responsibility (CSR) dari bjb kepada setiap anggota Dewan menjadi kunci sukses membungkam anggota DPRD Provinsi Banten menolak menggunakan hak nterpelasi.
“Saya menduga, aliran beras dari CSR itu penyebab gagalnya Interpelasi di Dewan. Kami menyebutnya operasi beras,” ujar Aliga melalui keterangan tertulis, Kamis (4/6/2020).
Kata Aliga, sejak Pemprov Banten mengeluarkan kebijakan RKUD, pihaknya menerima informasi akan adanya CSR beras dari Bank bjb melalui lembaga CSR Pemprov Banten.
“Ini sebenarnya isu lama. Tapi, waktu awal semua orang tak percaya. Ketika ramai, baru ketahuan. Apalagi coba motifnya anggota DPRD jadi penyalur CSR. Kelihatannya memang sudah terencana,” katanya.
“Kalau mendengar infonya, operasi beras ini dilakukan untuk membungkam fraksi-fraksi di dewan. Kami menduga operasi beras CSR ini sukses,” tambahnya.
Menurut Aliga, hak interpelasi DPRD hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara sebagaimana Penjelasan Pasal 27A, UU no 22 tahun 2003. Maka penting kiranya DPRD Banten mengambil langkah tersebut terhadap kebijakan pemprov terkait pemindahan RKUD.
“Kemana anggota dewan Provinsi Banten yang berakhlakul karimah, namun justru enggan bersuara dan diam atas nama covid-19?,” katanya.
“Harusnya sedari awal kebijakan yang apopulis nan kontraproduktif dari Pemprov Banten mengenai pemindahan RKUD pun mestinya jangan dilakukan, atas nama covid-19 yang sedang berkecamuk di Banten,” tambahnya.
Aliga juga menambahkan suasana Banten karut marut paska ditetapkannya KLB Covid-19 sejak Maret 2020 mestinya menjadi sebuah sandaran bagaimana seharusnya pemerintah baik eksekutif maupun legislatif di Provinsi Banten dalam mengambil kebijakan.
“Justru dalam praktiknya pemprov Banten mengambil tindakan sembrono ditengah pandemi Covid-19 yang tengah berkecamuk,” katanya.
Minimnya pembahasan dan sosialisasi serta tidak adanya juru bicara yang resmi dari pemprov Banten untuk menjelaskan persoalan pemindahan RKUD kepada ruang publik menjadikan keadaan semakin berantakan.
(Red)