SERANG – Ratusan pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banten mengeluhkan terlambatnya pembayaran jasa pelayanan (jaspel) sejak Juni 2024 hingga saat ini.
Informasi yang diterima awak media, sebanyak 500 pegawai kategori non-Aparatur Sipil Negara (non-ASN) mengeluhkan kondisi tersebut.
Alih-alin mendapat bayaran atas jasa pelayanan, para pegawai dari mulai lulusan SMA hingga dokter harus rela dipotong 50 persen insentifnya.
Seorang pegawai non-ASN RSUD Banten yang minta dirahasiakan namanya menjelaskan kepada wartawan besaran insentif jaspel tersebut sebesar Rp2,2 juta per bulan. Uang itu mereka terima setiap pertengahan bulan. Pada tahun sebelumnya insentif itu lancar dierima para pegawai.
“Dari awal tahun ini mulai tersendat-sendat pembayaran insentifnya. Padahal Jaspel itu kami andalkan terutama seperti saya yang golongan lulusan SMA. Saya sampai harus jadi tukang ojek, demi memenuhi kebutuhan di rumah. Untuk makan anak dan istri,” katanya dengan nada sedih, Rabu (18/09/2024).
Dia menuturkan situasi gagal bayar insentif jaspel tersebut terjadi pada pegawai non-ASN yang menjabat mulai dari staf biasa sampai dokter. “Termasuk dokter juga mengalami kondisi yang sama. Nggak bisa bohong, ini tentu berdampak pada psikologis kami saat bekerja. Ya kerja harus mikirin anak istri di rumah nggak ada uang kan gimana ya,” ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur RSUD Banten, Danang Hamsah Nugroho memebenarkan informasi tersebut. Danang berjanji akan membayar insentif jaspel setelah pihaknya menerima alokasi dari APBD Perubahan Pemprov Banten Tahun 2024.
Meski RSUD Banten merupakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Danang menambahkan “Kami selalu berusaha agar seluruh pihak di kami mendapatkan jaspel. Sumber mata anggarannya dari BLUD,” kata Danang.
Dia menambahkan, sejak mendekati pertengahan tahun 2024 RSUD Banten mengalami lonjakan pasien yang signifikan. Hal itu membuat management melakukan pengalihan alokasi anggaran untuk keperluan layanan medis. Dampaknya gagal bayar insentif jaspel pada beberapa bulan terakhir.
“Hal ini (pengalihan alokasi, red) telah rutin dibahas di rapat. Ya mungkin nggak semua tahu karena nggak mungkin rapat sampai 1.000 orang pegawai. Tapi prinsipnya karena jumlah pasien membludak sehingga alokasi jaspel harus dialokasikan untuk jasa pelayanan, ya jaspel kan sama semua itu kan belanja dari pendapatan,” pungkasnya.
Sementara, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti, ketika dikonfirmasi melalui pesan tertulis membenarkan operasional belanja pegawai rumah sakit masih ditanggung Pemprov Banten. “2025 mudah-mudahan sudah full BLUD (RSUD Banten, red), iya,” ucapnya singkat. (Mir/Red)