KAB. SERANG – Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Serang akhirnya angkat bicara mengenai polemik terkait keberadaan Rumah Doa Banten (RDB) di Desa Wanayasa, Kecamatan Kramatwatu.
Polemik ini mencuat setelah masyarakat sekitar meminta agar kegiatan keagamaan di tempat tersebut dihentikan.
Ketua FKUB Kabupaten Serang, KH. Hamdan Suhaemi mengatakan, konflik bermula ketika kegiatan pembinaan umat Kristiani di Rumah Doa yang dipimpin Pendeta Hadi Sukirno didatangi sekelompok pemuda desa.
Mereka beralasan bahwa kegiatan tersebut tidak memiliki izin dari pemerintah desa dan dianggap ilegal.
“Masalah ini baru muncul, sebelumnya tidak ada. Mungkin juga terkait situasi politik seperti Pilkada, tapi tidak ada kaitannya langsung dengan Pilkada,” kata Hamdan kepada BantenNews.co.id, Sabtu (28/12/2024)
Persoalan semakin memanas setelah masyarakat setempat menggelar rapat di kantor kecamatan yang juga dihadiri oleh Pendeta Hadi Sukirno. Dalam pertemuan itu, diputuskan bahwa aktivitas ibadah di Rumah Doa dihentikan sementara waktu.
“Keputusan ini sementara saja, tetapi masyarakat mulai menganggap saya, selaku Ketua FKUB, berpihak kepada umat Kristiani. Padahal, tugas FKUB adalah melindungi semua umat beragama sebagai representasi dari pemerintah,” ujarnya.
Dikatakan Hamdan, FKUB telah melakukan upaya mediasi untuk meredakan konflik dan memastikan hak beribadah umat Kristiani di Rumah Doa tetap terlindungi.
FKUB bahkan merekomendasikan agar kegiatan keagamaan Protestan di lokasi tersebut tetap berjalan. Ia juga menekankan bahwa rekomendasi itu bukan terkait izin pendirian tempat ibadah, melainkan izin kegiatan keagamaan.
“Yang berhak mengeluarkan izin pendirian tempat ibadah adalah pemerintah daerah. FKUB hanya memberikan rekomendasi untuk melanjutkan kegiatan keagamaan, sesuai tupoksi kami,” tegasnya.
Meski begitu, persoalan kembali mencuat setelah seorang ustaz setempat menggalang tanda tangan untuk menolak keberadaan Rumah Doa. Penolakan ini diduga dipicu oleh ketidaknyamanan pribadi dan isu-isu negatif yang memengaruhi pola pikir masyarakat.
“Ustaz tersebut merasa terganggu karena jarak Rumah Doa hanya sekitar 100 meter dari rumahnya. Analisis saya, ini juga akibat informasi yang tidak baik,” tambah Hamdan.
FKUB, lanjut Hamdan, bertindak sebagai mediator dan tidak memiliki kewenangan untuk mengizinkan atau melarang kegiatan keagamaan.
Ia menegaskan bahwa tugas FKUB adalah menjaga kerukunan antarumat beragama dan mendamaikan konflik yang terjadi.
“FKUB hanya memfasilitasi relasi antarumat beragama. Terkait izin pendirian tempat ibadah, itu adalah kewenangan pemerintah daerah. Kami sudah berusaha mendamaikan kedua belah pihak,” jelasnya.
Selanjutnya, Hamdan mengusulkan agar persoalan ini diselesaikan melalui dialog antara pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan FKUB. Ia berharap, solusi terbaik dapat dicapai tanpa menimbulkan polemik berkepanjangan.
“Jika kedua belah pihak bisa duduk bersama, kenapa tidak? Penyelesaian ini membutuhkan partisipasi semua pihak untuk mencapai kesepakatan,” tutupnya.
Polemik ini menjadi ujian bagi FKUB Kabupaten Serang dalam menjalankan peran strategisnya sebagai penjaga kerukunan antarumat beragama.
Hamdan berharap, masyarakat dapat memahami bahwa FKUB bekerja demi kepentingan bersama tanpa memihak pihak tertentu.
Hingga berita diturunkan, Kapolsek Kramatwatu Kompol Salahuddin belum merespon konfirmasi dari wartawan.
Penulis: Mg-Rasyid
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd