SERANG – Penanganan stunting menjadi saat ini agenda utama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten. Meski begitu, dalam menangani penyakit anak dengan gizi kronis bukan hanya bertumpu pada Dinas Kesehatan (Dinkes) saja, melainkan harus dilakukan secara lintas sektoral.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Provinsi Banten.
Dikatakan Kepala DP3AKKB Provinsi Banten, Sitti Ma’ani Nina, pencegahan stunting dilakukan sejak anak usia remaja. Salah satunya memberiakn sosialisasi kepada remaja putri.
“Berbicara stunting ada pencegahan dan penanganan. Kalau pencegahan murah, tapi kalau penanganan mahal. Nah pencegahan ini harus dimulai sejak anak (perempuan) di usia remaja. Jangan sampai kekurangan sarah atau anemia, dan diberikan tablet penambah darah di sekolah,” kata Nina, Rabu (4/8/2022).
Selain itu, lanjut Nina, kesehatan reproduksi juga harus diperhatikan, khususnya terkait siklus haid yang teratur.
“Sehingga pada saat haid, obat penambah darah (harus) diminum. Orang tua juga harus memperhatikan anak remajanya apakah diminum atau tidak (obatnya),” katanya.
Nina menjelaskan, pencegahan selanjutnya dilakukan pada calon pengantin dan pasangan usia subur.
“Kalau mau dapat anak ya g bagus, (calon ayah) yang perokok berat menjelang menikah puasa dulu, seminggu saja. Lalu pola makan juga harus dijaga,” jelasnya.
“Selanjutnya, masuk pada sasaran ibu hamil, (dimana) harus memeriksakan enam kali di masa kehamilan. Itu bertujuan agar terlihat janin tumbuh atau tidak, selain itu (ibu hamil jug harus) menjaga asupan makanan. Belum lagi (agar kuat janinnya) ada senam hamil, dan iti agar reproduksinya bagus dan kuat. Dan itu akan menentukan saat persalinan, bayi yang lahir stunting atau tidak,” sambungnya.
Menurut Nina, kontrol kesehatan harus dilakukan pada masa 1.000 hari kehidupan.
“Jadi bayi dari umur nol sampai 6 bulan barus mendapatkan ASI eksklusif, lalu 6 hingga 2 tahun akan mempengaruhi stunting atau tidak itu bisa dibetulkan. Di masa itu (penyakit stunting) bisa diperbaiki. Tapi kalau stunting sudah dari fisik itu susah (diperbaiki). Yang jelas kira harus jaga dari aspek lingkungannya, dari makanannya,” ujarnya.
Nina menilai, stunting sangat memoengaruhi masa depan anak. “Hasil survey di luar negeri, (orang dengan stunting) sulit mendapatkan pekerjaan, walaupun pendidikannya tinggi, tapi berpotensi memiliki banyak penyakit,” ucapnya.
Sementara, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Banten, Hendry Gunawan mengaku, pihaknya mendukung upaya Pemprov Banten dalam mengurangi angka stunting di Banten. Bahkan, pihaknya juga ikut andil dalam memberikan sosialisasi keoada masyarakat.
“Program LPA soal stunting lewat sosialisasi di desa, sekolah. Hal itu suoaya bisa ditekan angka stuntingnya,” katanya. (ADV)