SERANG – Nelayan dan petani tambak di wilayah Pantai Utara (Pantura) Banten dipastikan mengalami kerugian imbas dari Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Bahkan, estimasi kerugian mencapai Rp8 miliar.
Hal itu disampaikan Kepala Ombudsman Perwakilan Banten Fadli Afriadi, Jumat (20/12/2024).
“Ini kerugiannya nyata. Yah kalau diestimasi di angka Rp8 miliaran per tahun. Itu baru nelayan. Belum petani tambak, berapa luas lahan tambak yang terdampak,” ujar Fadli.
Fadli mengatakan, pihaknya bersama Ombudsman RI beberapa waktu lalu melakukan investigasi ke Kronjo, Kabupaten Tangerang.
Dari investigasi tersebut, pihaknya menemukan adanya indikasi petani tambak dan nelayan yang dirugikan akibat PSN PIK 2.
“Indikasi (petani dan nelayan) dirugikan sangat nyata kita temukan. Di mana petani tambak nggak bisa nambak karena nggak ada air,” katanya.
Padahal, lanjut Fadli, jika keberadaan air cukup, para petani bisa panen dua kali dalam setahun. “Namun, mereka nggak bisa panen, karena airnya ketutup,” ucapnya.
Fadli juga mengungkapkan, dari hasil investugasi juga didapat keterangan jika petani tambak ditawari untuk menjual tambaknya.
“Dengan penghasilan Rp30 juta sekali panen awalnya (mereka) nggak mau jual. Tapi kalau kondisinya seperti sekarang nggak ada air ceritanya beda,” katanya.
Fadli mengaku, pihaknya akan terus melakukan pendalaman terkait dugaan adanya maladiminstrasi.
“Mudah-mudaham dalam minggu ini (sudah) kita sampaikan langkah-langkahnya. Karena ini kerugiannya sangat besar,” katanya.
Pihaknya juga mempertanyakan, jika PIK 2 masuk dalam PSN batasan luasannya harus jelas.
“Kalau dengan swasta bagaiamana mekanismenya. Ini menimbulkan potensi maladministrasi. Tapi kalau clear, jelas, misal kalau proyek pemerintah berlaku prosedur pake penilaian lembaga independen,” jelasnya.
“Kalau masyarakat nggak setuju kan bisa konsinyasi ke pengadilan. Dan kalau memang swasta berarti hukum negosiasi yang berlaku, serta tidak boleh ada pemaksaan,” sambungnya.
Penulis : Tb Moch. Ibnu Rushd
Editor : TB Ahmad Fauzi