SERANG – Hari Anak Nasional diperingati setiap tahunnya pada 23 Juli. Di momen tersebut, Komnas Perlindungan Anak (PA) Provinsi Banten merayakannya di Kampung Pekijing, Kelurahan Kalanganyar, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, Banten.
Perayaan itu dilakukan bersama berbagai lembaga pemerhati anak serta anak-anak dengan bermacam-macam kegiatan seperti pentas seni hingga penanaman pohon di kawasan perkampungan. Tak hanya itu, Komnas PA Provinsi Banten juga menyoroti sejumlah hal terkait perlindungan anak yang masih menjadi momok mengkhawatirkan.
“Apresiasi setinggi-tingginya kepada Provinsi Banten dan kabupaten/kota yang kembali mengukir prestasi pada tahun 2023 ini, kami mengucapkan apresiasi kepada Provinsi Banten yang telah mendapatkan anugerah Provila (Provinsi Layak Anak) sebanyak 4 tahun berturut-turut,” ujar Ketua Komnas PA Provinsi Banten, Hendry Gunawan melalui siaran tertulisnya pada Minggu (23/7/2023).
Selain Provinsi Banten, ada kabupaten/kota yang mendapatkan penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak atau KLA. Penghargaan KLA kategori Pratama diraih oleh Kabupaten Pandeglang dan Kota Serang.
Kemudian penghargaan KLA kategori Madya diperoleh Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, dan Kota Cilegon. Selain itu, Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang juga mendapatkan kategori Nindya dalam penghargaan ini.
Dalam 6 bulan terakhir pada tahun 2023, Komnas PA Provinsi Banten mencatat beberapa kejadian yang mengkhawatirkan terkait perlindungan anak di Provinsi Banten. Di antaranya adalah kekerasan seksual di lingkungan keluarga, bermain anak, dan di lingkup pendidikan.
Menurut Gunawan, tak hanya kekerasan seksual yang masih mengancam perlindungan terhadap anak. Namun bencana sosial seperti kekerasan berkelompok atau tawuran yang dilakukan oleh sekelompok anak sekolah di jalan dan perkampungan kian meresahkan.
Selain itu, kekerasan fisik dan psikis dalam bentuk bullying juga menjadi perhatian serius, baik di lingkungan sekolah maupun tempat tinggal.
“Beberapa kasus terkait kejadian-kejadian ini menegaskan perlunya perhatian dan langkah konkret dalam upaya pencegahan dan perlindungan anak,” tegasnya.
Gunawan menuturkan ada tantangan besar yang dihadapi dalam upaya perlindungan anak di Provinsi Banten yakni proses advokasi dalam kasus kekerasan seksual yang semakin mengkhawatirkan dan mengarah ke ranah daring. Di mana pengawasan orangtua sama sekali belum maksimal.
Penggunaan gawai pada anak tanpa pengawasan orangtua juga menjadi perhatian khusus karena meningkatkan risiko eksposur anak-anak terhadap konten negatif pornografi dan potensi eksploitasi.
Selain itu, terdapat tantangan lainnya di tengah masyarakat terkait hak-hak dan kewajiban anak di Provinsi Banten.
“Kesadaran masyarakat akan hak-hak anak belum sepenuhnya optimal, dan penyelesaian kasus kekerasan seksual masih banyak dilakukan melalui upaya damai,” tuturnya.
Menghadapi tantangan-tantangan tersebut, lanjut Gunawan, komitmen serta kolaborasi dari seluruh lapisan masyarakat termasuk pemerintah, lembaga perlindungan anak, keluarga, sekolah, hingga masyarakat umum, sangatlah penting. Hal ini memerlukan upaya bersama dari seluruh pihak terkait, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 20 UU Perlindungan Anak tentang tanggungjawab perlindungan anak.
Dikatakan Gunawan, Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten telah dan terus berupaya memitigasi tantangan tersebut dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memberikan perlindungan yang tepat dan mendukung bagi anak-anak yang menjadi korban.
“Dengan adanya kerja sama yang solid antar lapisan, dapat diharapkan bahwa anak-anak di Provinsi Banten bisa tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman, terlindungi, dan mendukung untuk mencapai potensi penuh mereka,” ucapnya.
Gunawan menjelaskan kolaborasi dan implementasi langkah-langkah preventif yang bisa dilakukan seluruh lapisan di antaranya meningkatkan pemahaman tentang hak-hak dan perlindungan anak. Penting bagi seluruh masyarakat, termasuk orang tua, pendidik, dan anggota komunitas, untuk meningkatkan pemahaman tentang hak-hak anak dan pentingnya perlindungan anak. Edukasi yang menyeluruh akan membantu menciptakan lingkungan yang mendukung dan aman bagi perkembangan anak-anak.
Kemudian seluruh stakeholder dapat mengidentifikasi peta konflik di kalangan anak-anak untuk pencegahan tawuran. Dengan melakukan identifikasi akar masalah dan peta konflik yang terjadi di kalangan anak-anak, terutama yang berpotensi memicu tawuran atau kekerasan berkelompok dapat berefek untuk melakukan langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif.
Pentingnya sosialisasi dan edukasi tentang kekerasan seksual berbasis daring, bahaya cyberbullying, dan memastikan pengawasan yang tepat terhadap penggunaan gadget anak merupakan bagian dari langkah preventif yang perlu diambil.
“Dengan sosialisasi dan edukasi yang tepat, anak-anak dapat lebih cerdas dalam menggunakan teknologi dan lebih berhati-hati dalam menjaga diri mereka dari risiko tersebut,” kata Gunawan.
Langkah preventif lainnya yaitu memperkuat peran lembaga pendidikan dalam menerapkan pendekatan anti-kekerasan dan anti-bullying. Lembaga pendidikan seperti sekolah, memainkan peran penting dalam membentuk karakter anak-anak. Ini mencakup memberikan edukasi tentang konflik penyelesaian yang sehat dan mengedepankan budaya penghormatan terhadap perbedaan.
Ciptakan ruang aman bagi anak-anak untuk berbicara agar mereka merasa nyaman untuk berbicara tentang pengalaman mereka. Dengan mengedepankan komunikasi terbuka dan mendengarkan dengan empati, orangtua dapat memahami perasaan dan kebutuhan anak-anak, serta memberikan dukungan yang diperlukan.
Memastikan akses yang lebih mudah ke layanan konseling dan bantuan hukum bagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan. Layanan ini harus tersedia dan mudah dijangkau sehingga anak-anak yang membutuhkan bantuan dapat mendapatkan dukungan yang tepat dan segera.
(Nin/Red)