Beranda Bisnis Harga Emas Diprediksi Makin Menguat Seiring Perang Dagang AS dan China

Harga Emas Diprediksi Makin Menguat Seiring Perang Dagang AS dan China

Ilustrasi emas. (Google.com)

BANTEN – Analis pasar uang terkemuka, Ibrahim Assuaibi, menyampaikan proyeksinya bahwa nilai emas global berpotensi untuk mencapai angka 3.600 dolar Amerika Serikat (AS) per troy ounce pada tahun 2025 mendatang.

“Pandangan terhadap pergerakan harga emas mengalami perubahan pada tahun ini, tidak lagi berada di kisaran 3.400 dolar AS. Potensi kenaikannya bahkan bisa menyentuh level 3.600 dolar AS per troy ounce,” ungkap Ibrahim dalam sebuah pernyataan di Jakarta pada hari Rabu (16/4/2025).

Lebih lanjut, Ibrahim memperkirakan bahwa pada kuartal kedua tahun 2025, harga emas dunia berpeluang untuk mulai melampaui batas psikologis 3.400 dolar AS per troy ounce.

“Apabila pada perdagangan siang hari ini (Rabu) harga emas sudah berhasil menembus level 3.300 dolar AS, maka target untuk mencapai 3.400 dolar AS per troy ounce sangat mungkin terealisasi pada kuartal II-2025,” jelas Ibrahim lebih lanjut, seperti yang dikutip dari Antara.

Ibrahim menguraikan bahwa sentimen utama yang saat ini mendorong penguatan harga emas di pasar global antara lain adalah eskalasi tensi perang dagang yang masih terus berlanjut di tingkat internasional, terutama perseteruan antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok.

Selain itu, Ibrahim juga menyoroti meningkatnya ketegangan geopolitik yang terjadi di kawasan Timur Tengah, yang melibatkan sejumlah negara penting seperti Iran, Kuwait, Amerika Serikat, dan Israel, sebagai faktor signifikan yang turut mempengaruhi pergerakan harga emas.

Faktor pendorong lainnya, menurut Ibrahim, adalah meningkatnya ekspektasi di kalangan pelaku pasar bahwa bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve atau The Fed) akan mengambil langkah yang lebih agresif dalam menurunkan suku bunga acuannya sepanjang sisa tahun 2025.

Ekspektasi terhadap sikap yang lebih dovish dari bank sentral AS tersebut sejalan dengan tren penurunan tingkat inflasi di Amerika Serikat, yang tercatat menurun dari angka 2,8 persen menjadi 2,4 persen pada bulan Maret 2025. Penurunan ini semakin mendekatkan tingkat inflasi AS pada target ideal yang ditetapkan oleh The Fed sebesar 2 persen.

Baca Juga :  Jajaki Kerja Sama Investasi, Dewan dan Pemprov Banten Terbang ke Zheziang Tiongkok

Pergerakan harga emas di pasar global menunjukkan tren kenaikan yang signifikan, dengan mencatatkan kenaikan sebesar 2 persen pada hari Kamis. Kenaikan ini berhasil membawa harga emas menembus angka 3.300 dolar AS per troy ounce untuk pertama kalinya dalam sejarah perdagangan emas, berdasarkan data perdagangan yang dirilis pada hari Rabu.

Pada pukul 04.57 Greenwich Mean Time (GMT), harga emas untuk kontrak berjangka yang akan jatuh tempo pada bulan Juni di bursa komoditas New York Comex mengalami kenaikan sebesar 61,22 dolar AS, sehingga mencapai level 3.301,62 dolar AS per troy ounce.

Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi kembali menegaskan bahwa penguatan harga emas di pasar global saat ini sejalan dengan meningkatnya ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat (The Fed) akan mengadopsi sikap yang lebih dovish atau cenderung melonggarkan kebijakan moneternya sepanjang sisa tahun ini.

Menurut analisisnya, ekspektasi pasar saat ini mengarah pada keyakinan bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya lebih dari tiga kali dalam sisa tahun 2025. Keyakinan ini didukung oleh data penurunan tingkat inflasi AS dari 2,8 persen menjadi 2,4 persen pada bulan Maret 2025, yang semakin mendekati target inflasi The Fed sebesar 2 persen.

“Faktor utama yang menyebabkan kenaikan harga emas adalah data inflasi AS yang sesuai dengan ekspektasi pasar, menunjukkan penurunan dari 2,8 persen menjadi 2,4 persen. Penurunan ini meningkatkan probabilitas bahwa bank sentral AS The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya lebih dari tiga kali pada tahun ini,” ujar Ibrahim kepada Antara di Jakarta pada hari Rabu.

Lebih lanjut, Ibrahim menyoroti sentimen lain yang turut mempengaruhi harga emas, yaitu tensi perang dagang global yang masih terus berlangsung, terutama antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Menurutnya, Tiongkok terus berupaya untuk melawan berbagai kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump.

Baca Juga :  Nur Asia Uno jadi Rojali dan Berbagi Pengalaman Kepada Pelaku Usaha Kerajinan

“Faktor kedua yang sangat berpengaruh adalah perang dagang antara AS dan Tiongkok yang intens. Tiongkok terus melakukan perlawanan, terutama dengan menahan impor barang-barang dari AS, terutama pesawat Boeing, yang berdampak negatif terhadap penurunan harga saham-saham teknologi,” jelas Ibrahim.

Selain perang dagang, Ibrahim juga menyoroti meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah sebagai faktor signifikan lainnya. Ia mencontohkan ancaman yang dilontarkan Iran terhadap Kuwait.

Ibrahim menjelaskan bahwa Kuwait diduga akan dijadikan sebagai basis pangkalan udara bagi pesawat-pesawat militer Amerika Serikat, yang berpotensi digunakan oleh AS untuk melakukan serangan terhadap Iran.

“Amerika Serikat sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi Iran, dengan Israel kemungkinan akan menjadi pihak yang memimpin serangan tersebut,” ungkap Ibrahim.

Dalam kesempatan yang sama, Ibrahim mengingatkan akan potensi dampak negatif dari kenaikan harga emas dunia yang terjadi bersamaan dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Menurutnya, kombinasi kedua faktor ini berpotensi menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa di dalam negeri.

“Ketika nilai tukar rupiah mengalami pelemahan dan harga emas dunia mengalami kenaikan, hal ini akan berdampak langsung terhadap peningkatan harga-harga di tingkat konsumen,” tegas Ibrahim.

Harga emas kembali mencatatkan kenaikan sebesar 2 persen pada hari Kamis, berhasil menembus level psikologis 3.300 dolar AS per troy ounce untuk pertama kalinya dalam sejarah perdagangan emas, berdasarkan data perdagangan yang dirilis pada hari Rabu.

Pada pukul 04.57 GMT, harga emas untuk kontrak berjangka yang akan jatuh tempo pada bulan Juni di bursa New York Comex mengalami kenaikan sebesar 61,22 dolar AS, mencapai level 3.301,62 dolar AS per troy ounce.

Sementara itu, bank sentral Amerika Serikat (The Fed) baru akan menentukan kebijakan suku bunga acuannya dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang dijadwalkan pada tanggal 6 hingga 7 Mei 2025 mendatang.

Baca Juga :  Targetkan Investasi Besar, Pemkot Serang Bentuk Satgas Percepatan Pembangunan

Di sisi lain, prospek pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan mengalami perlambatan dari angka 2,8 persen pada tahun 2024 menjadi 2,3 persen pada tahun 2025. Perlambatan ini diakibatkan oleh berbagai faktor, termasuk ketegangan perdagangan yang terus berlanjut dan situasi global yang penuh dengan ketidakpastian. Negara-negara berkembang diprediksi akan menjadi pihak yang paling rentan terhadap dampak perlambatan ekonomi ini.

Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) pada hari Rabu merilis proyeksi yang memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi global akan melambat menjadi 2,3 persen pada tahun 2025, menandakan potensi pergeseran menuju jalur resesi global.

“Permintaan global yang lesu, guncangan kebijakan perdagangan yang tidak terduga, gejolak keuangan yang meningkat, dan ketidakpastian sistemik yang semakin besar memperburuk tekanan ekonomi, terutama bagi negara-negara berkembang,” demikian pernyataan UNCTAD dalam laporan terbarunya yang berjudul Trade and Development Foresights.

Sumber : Suara.com

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News