Oleh: Al Maimunah, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanudin Banten
Iklim reformasi di Indonesia kini terasa membahana karena isu dan wacana dalam penguatan kelembagaan negara dalam kerangka perwujudan Indonesia yang demokratis terus menguat. Format konstitusionalisme di Indonesia saat ini tegah ditata dan meniscayakan peran aktif seluruh komponen bangsa.
Memang terkadang kecemasan dan keprihatinan berbangsa saat ini mecuat akibat dari adanya beragam praktik penyalahgunaan kekuasaan dan teriakan minusnya peran negara dalam upaya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM sebagai mandat konstitusi dan unsur penting dalam praktis demokrasi konstitusional.
Kehadiran konstitusi merupakan condio sine qua non bagi sebuah negara. Konstitusi tidak saja memberikan gambaran dan penjelasan tentang mekanisme lembaga-lembaga, lebih dari itu didalamnya ditemukan lek relasional dan kedudukan hak dan kewajiban warga negara. Konstitusi juga merupakan social contract antara yang diperintah (rakyat) dengan yang memerintah (penguasa, pemerintah).
Aksioma politik yang populer dicetuskan oleh Lord Acton, ia mengatakan power tends to corrupt and absolute power tnds to corrupt absolutely ( kekuasaan cederung korupsi dan kekuasaan yang mutlak cenderung korupsi secara mutlak pula). Adapun ini berlaku tidak hanya di univrsal, elainkan di daerah Timur maupun di Barat.
Kekuasaan memang mengandung dua sisi sekaligus, yakni sisi positif dan sisi negatif. Mengapa di katakan positif karena kekuasaan yang baik sebenarnya sangat efektif dalam menegakkan hukum dan keadilan secara ermartabat. Seballiknya, kekusaan juga mengandung unsur negatif, yakni manakala kekuasaan diarahkan kepada bentuk kesewenang-wenangan dan kezlaiman.
Untuk yang terakhir iniah, ditambah dengan realitas histori kehidupan umat manusia falam berbangsa dan bernegara saat ini, memunculkan sebuah ide politik tentang pembatasan kekuasaan ( the limitation of power ). Pembatasan kekuasaan yang baik adalah kekuasaan melalui konstitusi , sebagaimana ungkapan Carl J. Friedrich yang mengatakan, constitutionalism by dividing power provides a system of effective upon governmental action.
Berbicara tentang organisasi negara memang tidak bisa dilepaskan dari pebicaraan tentang konstitusi. Tak terbayangkan jika sebuah ngara dapat eksis tanpa konstitusi. Oleh karena itu, tidak ada negara yang tidak mempunyai konstitusi , demikian pandangan Sri Soemantri, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran. Tambahnya lagi, negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Konstitusi merupakan suatu keniscayaan dan awal bagi kelahiran sebuah negara. Apa yang ditegas oleh Soemantri ini bukanlah berlebihan. Diakui bahwa sepanjang sejarah perkembangan hadirnya sebuah bangsa konstitusi adalah bagian yang paling inheren dari sistem ketatanegaraan bangsa-bangsa di dunia.
Pentingnya sebuah jaminan konstitusi atas HAM membuktikan koitmen atas sebuah khidupan demokratis yang berada dalam payung negara hukum. Memang, Indonsia, mnurut Todung Mulya Lubis, belum sampai ke arah itu, meskipun persoalan dan perllindungan HAM diattur dalam peraturan perundang-undangan seperti UU Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, UU HAM, UU Pengadilan HAM, UU Pers, dan UU Perlindungan Konsumen, dan sebagainya. Akan tetapi, patut dicamkan bahwa hal tersebut hanya berkisar dalam kapasitasnya sebagai hak-hak hukum (legal rights).
(***)