Beranda Pendidikan Golok Terasah Tajam pada Minggu Sebelum Meletus Geger Cilegon

Golok Terasah Tajam pada Minggu Sebelum Meletus Geger Cilegon

Para pemberontak Geger Cilegon 1888. (Istimewa)
Follow WhatsApp Channel BantenNews.co.id untuk Berita Terkini

Minggu sebelum pemberontakan Geger Cilegon meletus suasana kian menegang. Para kyai tampak sibuk menyiapkan segala sesuatu untuk menghadapi kekuasaan kolonial di bumi Banten.

Pertemuan-pertemuan berlangsung semakin intens keputusan-keputusan serta persiapan persiapan terakhir terus dimatangkan. Seruan untuk perang fisabilillah terdengar dimana-mana.

Laporan tentang kegiatan-kegiatan rahasia para pejuang Banten itu tidak semuanya dapat dimonitor oleh intelejen Belanda. para tokoh ulama mengemas pertemuan-pertemuan tersebut dalam bentuk pengajian dan dzikir bersama.

Hal yang pasti bahwa persiapan persiapan pemberontakan telah dipercepat di bawah tekanan suasana tegang menantikan apa yang bakal terjadi dalam minggu itu, tulis Sartono dalam bukunya Pemberontakan Petani Banten 1888.

Pada tanggal 30 juni 1888 Haji Muhidin dari Cipeucang berangkat ke Beji disertai oleh Muhammad Sadik dan Haji Dulatip dari Daragen atas permintaan Haji Wasid. Keduanya diangkat sebagai panglima perang keesokan harinya oleh Haji Wasid.

Dalam perjalanan pulang mereka mengunjungi Haji Mohammad di Baros lalu menuju Terumbu di mana pada malam hari Senin tanggal 2 Juli 1888 ia mengadakan pembicaraan dengan kyai-kyai lain dan membahas langkah langkah yang akan diambil sebelum pemberontakan dimulai. Dalam pertemuan tersebut juga diputuskan bahwa kiai di Terumbu bersama-sama dengan Haji Mohammad Sadik dari Bandung dan Haji Muhidin dari Cipeucang akan menyerang Serang. Salah seorang kyai yang hadir dalam pertemuan di terumbu itu adalah Haji Abdurrahman dari Kapuren, Ciruas, Serang.

Keesokan harinya Haji Abdurrahman menggelar pertemuan di rumahnya di Kapuren Serang dihadiri oleh panasi Madin, Mudaram, Sarip, Ramidin, Muslim, Sahim, Dasim Haji Lasmana, Jalil, Maung semuanya dari Kapuren.

Haji Abdurrahman memberikan laporan mengenai pertemuan di Terumbu dan menambahkan bahwa ia telah ditugaskan untuk membunuh wedana Ciruas asisten residen Kalodran dan penghulu sub-district Kecamatan setelah ia selesai dengan tugas-tugasnya di Serang.

Baca Juga :  Dinsos Kota Serang Tak Mampu Tangani ODGJ

Ia kemudian memerintahkan hadirin untuk mengasah golok mereka dan membagi-bagikan pakaian putih. Dua hari setelah pertemuan itu Haji Abdurrahman menerima surat dari Haji Wasid yang isinya diduga ada keterkaitan dengan persiapan tanggal permulaan pemberontakan. lalu Ia memutuskan untuk ziarah ke makam keramat di Cigohong disertai oleh penghulu desa bernama Sani.

Sekembalinya dari ziarah ia mengumpulkan kepada murid-muridnya bahwa pemberontakan akan dimulai pada hari Senin tanggal 9 Juli 1888.

Menjelang Minggu pada malam hari tanggal 5 Juli sekitar 10 orang yang berasal dari Arjawinangun menemui Haji Tubagus Ismail membawa informasi bahwa pejabat pejabat Eropa dan pribumi ditunggu kedatangannya dybala gedung pada hari Sabtu tanggal 7 Juli. Momentum tersebut diusulkan kepada Haji Tubagus Ismail untuk menyerang dan menghabisi pejabat Eropa. Usul tersebut ditolak karena saatnya belum tepat.

Pada hari itu juga, kiyai-kiyai terkemuka diundang ke pesta oleh Haji Akhiya di Jombang Wetan. Undangan tersebut merupakan undangan yang sangat dinanti-nantikan oleh karena dengan kedok pesta mereka akan mendapat kesempatan yang cukup untuk mengadakan pembicaraan terakhir sebelum pemberontakan dimulai.

Hadir dalam musyawarah itu Haji Sangid dari Jaha, Haji Sapiudin dari Leuwibereum, Haji Madani dari Ciora, Haji Halim dari Cibeber, Haji Mahmud dari Terate Udik, Haji Iskak dari Seneja, Haji Muhammad Arsad penghulu kepala di Serang dan Haji Tubagus Kusen penghulu di Cilegon. Malam hari pukul 11 datang seorang kurir dari Nyimas Kamsidah, istri Haji Iskak untuk memberitahukan bahwa Haji Wasid dan Haji Tubagus Ismail ingin bertemu dengan para kiai yang sedang berpesta itu.

keesokan harinya Haji Wasid dan Haji Ismail menuju Wanasaba mereka mengadakan pembicaraan dengan sejumlah Kiai dan murid-murid mereka di antaranya Haji Sangadeli dari Kaloran dan pertemuan berlanjut di rumah Haji Tubagus Ismail, di Gulacir.

Baca Juga :  Al-Khairiyah Terapkan Kurikulum Pendidikan Antikorupsi

Lepas magrib mereka ke Cibeber dengan kawalan pengikutnya. Sebuah pertemuan berlangsung di masjid untuk membahas gerakan final pemberontakan yang dihadiri oleh Haji Burak, Haji Abdulgani dari Beji, dan KH Abdulhalim dari Cibeber. Massa terus berdatangan di masjid dari Arjawinangun dan Gulacir.

Usai pertemuan, juru pesan diutus ke berbagai jurusan. Mulai dari Cilegon, Tanara, Tirtayasa, Pandeglang, hingga Bogor. Sehabis pertemuan di rumah Haji Iskak banyak kyai yang kembali ke pesta di rumah Haji Akhia. Pada hari Minggu itu juga tanggal 8 Juli Cilegon menyaksikan sebuah arak-arakan berpakaian putih melalui jalan-jalannya.

Arak-arakan itu dimulai dari rumah Haji Akhiya dan berakhir di rumah Haji Tubagus Kusen penghulu Cilegon. Para kyai dan murid-murid mereka yang ambil bagian dalam arak-arakan itu semuanya mengenakan pakaian putih dan sepotong kain putih di ikat di kepala mereka. Takbir dan qasidah dengan iringan rebana menambah semarak suasana dua kereta penuh dengan pakaian putih merupakan bagian dari arak-arakan itu segala sesuatunya kelihatan hikmat.

Pada malam harinya barisan orang-orang yang terus tambah besar bersenjata golok dan tombak dan dipimpin oleh Haji Wasid dan Haji Tubagus Ismail bergerak dari Cibeber ke arah Saneja, salah satu tempat pemusatan yang penting dimana mereka menantikan tanda yang segera akan diberikan untuk menyerang. (Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News