CILEGON – Proyek Gedung Setda Cilegon Enam Lantai menjadi program pekerjaan fisik lainnya yang kandas dan gagal dilaksanakan pada tahun ini oleh Bidang Cipta Karya pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPU-TR) Cilegon. Proyek senilai Rp16,4 miliar itu menyusul proyek rehabilitasi Kantor Walikota senilai Rp1,9 miliar yang sudah gagal lebih awal.
Kasie Perencanaan pada Bidang Cipta Karya DPU-TR Kota Cilegon, Rommy Dwi Rahmansyah mengatakan gagalnya pelaksanaan konstruksi tahap awal gedung baru yang akan dibangun di belakang gedung Praja Mandiri itu lantaran persoalan sepele, yakni ketiadaan penawaran yang diajukan oleh peserta lelang.
“Proyek yang sudah kita lelangkan itu gagal ya, karena tidak ada yang mengajukan penawaran, begitu laporan dari Pak Syafrudin (Kepala Badan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kota Cilegon/BPBJP),” ujarnya dengan nada enteng, Senin (24/9/2018)
Kondisi ini tak pelak akan memicu pembengkakan sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) APBD Cilegon pada tahun 2018 ini yang diprediksi bahkan tak kalah besar dari tahun sebelumnya. Terutama bila hal ini dilihat dari capaian dan realiasi program kegiatan lainnya di beberapa OPD, utamanya di bidang pekerjaan teknis.
“Ya risiko dari lelang seperti itu (silpa). Kita sudah lelang, ternyata ngga ada yang masukin penawaran. Kalau proses lelang kan sepenuhnya kita serahkan ke ULP. Ketika ada yang mengajukan penawaran, ya kita proses. Kalau yang daftar itu banyak, tapi ngga ada yang masukin penawaran,” kilahnya.
Terpisah, Plt Walikota Cilegon Edi Ariadi mengaku akan menggali informasi lebih rinci dari BPBJP Kota Cilegon untuk memastikan latar belakang kegagalan lelang program kegiatan yang masuk dalam RPJMD tersebut.
“Kayaknya (penyebab ketiadaan penawar lelang) itu kan karena teknologi juga ya. Karena kita kan mintanya (penancap paku bumi) itu yang vibranya tidak ada bunyi yah, ngga mengganggu aktivitas dan menciptakan kebisingan. Tapi (proyek pengadaan) mobil camat ngga gagal kan?,” sindirnya.
Disinggung kaitan dengan kemungkinan lantaran ketiadaan peserta yang mengajukan penawaran atas proyek yang bersumber dari APBD Cilegon itu, Edi pun tak menampiknya.
“Ini kan juga pendek waktunya, mampu ngga dia (pelaksana) menyerap sekian dan sebagainya. Berarti kan ngga mampu dong, karena kan di awal perencanaan instansinya itu (DPU-TR) mintanya multi years, tapi kan ada plus minusnya,” imbuhnya.
Edi menambahkan, sejak awal sesungguhnya dirinya sudah meragukan bila realisasi program itu dilakukan secara sekaligus. “Tapi kan setelah ditimang-timang, akhirnya tahun tunggal. Tapi kenyataannya, ngga bisa juga. Jadi tahun depan harus dong (ada akumulasi anggaran), karena kan ini masuk prioritas, jadi plus (tambahan anggaran) reguler 2019,” tandasnya. (dev/red)