TANGSEL – Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mewaspadai penggunaan anggaran APBD 2020 yang digelontorkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel, setelah disahkan nanti digunakan tidak untuk semestinya, seperti belakangan yang terjadi di DKI Jakarta, dimana penganggaran lem aibon mencapai Rp82 miliar.
Seperti diketahui, sederet angka fantastis yang dikuak oleh anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta Fraksi PSI William Aditya Sarana di RAPBD Jakarta antara lain, lem aibon senilai Rp82 miliar, bolpoin sebesar Rp124 miliar, 7.313 unit komputer dengan harga Rp121 miliar di Dinas Pendidikan hingga beberapa unit server dan storage senilai Rp66 miliar di Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik.
Hal itu berimbas pada ketatnya pengawasan RAPBD di Kota Tangsel lantaran dikhawatirkan akan terjadi seperti di Jakarta.
Berdasarkan hal itu, Ketua Fraksi PSI DPRD Tangsel, Ferdiansyah meminta kepada Walikota Tangsel, Airin Rachmy Diany untuk membuka data R-APBD 2020 untuk seluruh anggota DPRD.
“Kami telah mengirim permohonan tertulis pada Kamis 7 November kemarin kepada walikota untuk mendapatkan akses SIMRAL untuk menelisik Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) tahun 2020. Tujuannya adalah kami ingin pembahasan dam perencanaan RAPBD 2020 berjalan secara lancar dan berkualitas,” ungkap Ferdi, panggilan akrabnya, di Ruang Fraksi PSI Gedung DPRD Tangsel, Jalan Raya Setu-Serpong, Kecamatan Setu, Senin (11/11/2019).
Ferdi membenarkan bahwa, kekhawatiran pihak PSI terhadap RAPBD Tangsel tersebut adalah buntut dari kasus yang terjadi pada RAPBD DKI Jakarta.
“Makannya, transparansi anggaran adalah cara paling tepat untuk Pemkot Tangsel melibatkan DPRD untuk melakukan pengawasan lebih dalam, serta melibatkan partisipasi masyarakat untuk mengawasi secara langsung,” jelasnya.
Ferdi melanjutkan, permohonan tersebut bersifat penting dan mendesak, mengingat, kata dia, rapat paripurna pengesahan anggaran antara eksekutif dan legislatif akan dilakukan pada Kamis (21/11/2019) mendatang.
“Pembahasan anggaran harus dilakukan dengan waktu yang cukup. Anggota dewan harus memeriksa setiap rupiah yang dibelanjakan. Itu uang rakyat yang mesti dipertanggungjawabkan. Tidak bisa dilakukan dengan waktu yang mepet,” paparnya.
(Ihy/Red)