SERANG– Film dokumenter tentang perjalanan musik paling cepat dan agresif di dunia, Grindcore berjudul Slave To The Grind akan diputarkan di Indonesia selama akhir bulan Oktober 2018. Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang akan memutarkan film besutan Doug Robert Brown tersebut.
Sebanyak 29 kota di Indonesia telah mengkonfirmasi kesediaannya untuk memutarkan film berdurasi 100 menit tersebut. Diantara puluhan lokasi pemutaran, Kota Serang mendapat kehormatan menjadi salah satu tempat screening film Slave To The Grind. Adalah Salbai 34 Venue yang bakal menjadi screening point film produksi Death By Digital itu pada tanggal 31 Oktober mendatang.
Pemutaran film dokumenter Slave To The Grind di berbagai kota di Indonesia dilakukan dengan cara beragam. Ada yang diselenggarakan bersama acara musik atau membuat diskusi dengan tokoh-tokoh musik setempat.
“Di Serang, selain menayangkan film Slave To The Grind kami akan menyisipkan diskusi tentang skena musik ekstrem, khususnya Grindcore di Serang dan Cilegon. Akan ada delegasi Banten Jero Lemah (komunitas musik ekstrem di Banten), lalu vokalis Bjorn, Wendy. Dan personil Total Gelo, Eka Saputra yang tergolong senior di scenebawah tanah Serang-Cilegon,” kata Project Manager Salbai 34 Venue Imam Widi, Sabtu (27/10/2018).
Slave To The Grind secara primer diputar dalam Calgary Underground Film Festival di Calgary, Kanada, tanggal 21 April 2018 lalu. Sebagai rangkaian promosi, film ini juga telah diputar di berbagai festival musik dan film di berbagai negara diantaranya Obscene Extreme (Ceko), Oakland Deadfest (AS), San Francisco Frozen Film Festival (AS), Grossman’s Fantastic Film and Wine Festival (Slovenia) dan masih banyak lagi.
Slave To The Grind menampilkan banyak wawancara yang berasal dari musisi-musisi bawah tanah dunia di antaranya Pig Destroyer, Napalm Death, Brutal Truth, Repulsion, Carcass, Fuck The Facts, Municipal Waste, Discordance Axis, Anal Cunt dan masih banyak yang lainnya.
Pemutaran film ini diharapakan agar teman-teman baik penggiat musik maupun penggemar saling mendapatkan informasi. Melalui Slave To The Grind juga menjadi kesempatan baik untuk menunjukan bahwa antusias dan para pelaku musik bawah tanah di Indonesia layak diperhitungkan.
“Film Slave To The Grind menceritakan kisah kelahiran genre musik tercepat dan paling agresif di dunia, hasil penggabungan antara musik Punk dan Metal,” jelas Imam.
Selain Kota Serang, daerah lain yang turut menayangkan film Slave To The Grind yakni Semarang, Banda Aceh, Batam, Padang, Solo, Jakarta, Tangerang, Tanjungpinang, Pontianak, Balikpapan, Kediri, Makassar, Banyuwangi, Malang, Pekanbaru, Purwokerto, Surabaya, dan Tasikmalaya.(Dhe/Red).